Bahan Kuliah : Filsafat Pancasila
FILSAFAT PANCASILA

Tujuan mk.Filsafat Pancasila

1). Mahasiswa memahami Pancasila sebagai sistem filsafat.

2). Mahasiswa memahami Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara.

3). Mengetahui pemahaman mahasiswa tentang materi yang telah dibahas.

1.1 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
1.1.1 Konsep Filsafat

Pancasila itu ideeologi bangsa dan negara. Ideologi semua untuk semua, bukan golongan tertentu saja. Ideologi kita yang satu dan mempersatukan kita yang berbeda-beda.

Dr.Sudirman, S. Pd., M. Si.


A. Pengertian

Beberapa pengertian filsafat dapat dilihat di bawah ini :

Secara etimologis, kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata Philein artinya cinta dan Sophia artinya kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta kebijaksanaan, cinta artinya hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh.


B. Fungsi Filsafat
Filsafat memiliki sejarah yang panjang. Sebagai induk atau ibu dari segala ilmu pengetahuan saat itu, filsafat dituntut dapat menjawab berbagai permasalahan yang ada, mulai dari permasalahan manusia, masyarakat, ekonomi, negara, kesehatan, dan sebagainya.

Hal ini dimungkinkan karena belum adanya ilmu pengetahuan lainnya yang berkembang. Dengan semakin berkembangnya masyarakat dan permasalahannya, filsafat tidak lagi dapat menjadi satu-satunya solusi masyarakat.

Kemasyarakatan, Ilmu Kedokteran, Ilmu Pengetahuan Manusia, Ilmu Ekonomi, dan lain-lain telah mampu menjawab permasalahan masyarakat tersebut.

Mereka berkembang secara simultan menjawab tantangan jaman. Pesatnya pertumbuhan ilmu pengetahuan menyebabkan munculnya disiplin ilmu yang semakin spesifik (lebih khusus). Berbagai ilmu spesifik tersebut bermunculan di muka bumi yang perannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat sekitar.

Sehubungan dengan keadaan tersebut di atas, filsafat dapat berfungsi sebagai sistem interdisipliner.

Filsafat dapat berfungsi menghubungkan ilmu-ilmu pengetahuan yang telah kompleks tersebut. Filsafat dapat berfungsi sebagai tempat bertemunya berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Cara ini dapat pula digunakan untuk menyelesaikan masalah yang ada.

Artinya, berbagai engineer/ahli teknik dengan disiplin ilmunya masing-masing dibutuhkan dalam pembuatan pesawat terbang, seperti teknik penerbangan, teknik elektronika, teknik mesin, teknik metalurgi, dan lain-lain.

C. Guna Filsafat
1). Melatih diri untuk berfikir kritis dan runtuk dan menyusun hasil pikiran tersebut secara sistematik.
2). Menambah pandangan dan cakrawala yang lebih luas agar tidak berfikir dan bersifat sempit dan tertutup.
3). Melatih diri melakukan penelitian, pengkajian dan memutuskan atau mengambil kesimpulan mengenai suatu hal secara mendalam dan komprehensif.
4). Menjadikan diri bersifat dinamis dan terbuka dalam menghadapi berbagai problem.
5). Membuat diri menjadi manusia yang penuh toleran dan tengg


D. Pancasila sebagai Falsafah
Untuk mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu pendekatan filosofis. Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai Pancasila.

Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan negara Indonesia (Syarbaini, 2003). Untuk dapat memahami secara mendalam dan mendasar akan falsafah Pancasila, dimulai dengan menganalisis inti serta hakikat dari sila-sila yang membentuk Pancasila tersebut.


Pengertian Pancasila sebagai filsafat pada hakikatnya adalah suatu nilai (Kaelan, 2000).

Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV adalah sebagai berikut:
– Ketuhanan Yang Maha Esa
– Kemanusiaan yang adil dan beradab
– Persatuan Indonesia
– Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
– Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Kelima sila dari Pancasila pada hakikatnya adalah suatu nilai. Nilai-nilai yang merupakan perasaan dari sila-sila Pancasila tersebut adalah: nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Secara etimologi, nilai berasal dari kata value (Inggris) yang berasal dari kata valere (Latin) yang berarti kuat, baik, berharga. Dengan demikian secara sederhana, nilai (value) adalah sesuatu yang berguna.

Nilai merupakan sesuatu yang berharga, baik, dan berguna bagi manusia
1. Nilai-nilai kenikmatan
Dalam tingkat ini terdapat deretan nilai yang mengenakkan ataupun tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau tidak senang.

2. Nilai-nilai kehidupan
Dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting dalam kehidupan, seperti kesejahteraan, keadilan, kesegaran.
3. Nilai-nilai kejiwaan
4. Nilai-nilai kerohanian
Dalam tingkatan ini terdapat modalitas nilai yang suci dan tidak suci. Dalam filsafat Pancasila juga disebutkan bahwa ada 3 (tiga) tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
1). Nilai dasar, yaitu nilai yang mendasari nilai instrumental. Nilai dasar adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat sedikt banyak mutlak. Kita menerima nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi.


2. Nilai instrumental, yaitu nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara. Nilai ini dapat mengikuti setiap perkembangan zaman, baik dalam negeri maupun dari luar negeri. Nilai ini dapat berupa Tap MPR, UU, PP, dan peraturan perundangan yang ada untuk menjadi tatanan dalam pelaksanaan ideologi Pancasila sebagai pegangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara


3). Nilai praktis, yaitu nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai praktis sesungguhnya menjadi batu ujian, apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat Indonesia.


Nilai-nilai Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral. Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk dalam tingkatan nilai dasar.

Nilai yang men dasar ini mendasari nilai berikutnya, yaitu nilai instrumental.

mendasari semua aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Nilai ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, bukan bangsa yang ateis.

Pengakuan terhadap Tuhan diwujudkan dengan perbuatan untuk taat apda perintah Tuhan dan menjauhi laranganNya sesuai dengan ajaran atau tuntutan agama yang dianutnya. Nilai ketuhanan juga memiliki arti bagi adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminasi antarumat beragama.


Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya. Manusia perlu diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, sebagai makhluk Tuhan yang sama derajatnya dan sama hak dan kewajiban asasinya. Berdasarkan nilai ini, secara mutlak ada pengakuan terhadap hak asasi manusia.

Nilai persatuan Indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia.

Adanya perbedaan bukan sebagai sebab perselisihan tetapi justru dapat menciptakan kebersamaan. Kesadaran ini tercipta dengan baik bila sesanti ”Bhinneka Tunggal Ika” sungguh-sungguh dihayati.


Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.

Berdasarkan nilai ini, diakui paham demokrasi yang lebih mengutamakan pengambilan keputusan melalui musyawarah mufakat.


Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan yaitu tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara lahiriah maupun batiniah. Berdasar pada nilai ini,

keadilan adalah nilai yang amat mendasar yang diharapkan oleh seluruh bangsa. Negara Indonesia yang diharapkan adalah negara Indonesia yang berkeadilan.

Diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional dari negara Indonesia memiliki konsekuensi logis untuk menerima dan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai acuan pokok bagi pengaturan penyelenggaraan bernegara.

Hal ini diupayakan dengan menjabarkan nilai Pancasila tersebut ke dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan ini selanjutnya menjadi pedoman penyelenggaraan bernegara. Sebagai nilai dasar bernegara, nilai Pancasila diwujudkan menjadi norma hidup bernegara.


E. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara


1.Definisi Ideologi
Definisi ideologi dapat dilakukan melalui pendekatan bahasa (etimologis) dan istilah. Secara etimologis, ideologi berasal dari bahasa Yunani yaitu eidos dan logos. Eidos berarti gagasan dan logos berarti berbicara (ilmu). Maka secara etimologis ideologi adalah berbicara tentang gagasan, atau ilmu yang mempelajari tentang gagasan.

Gagasan yang dimaksud di sini adalah gagasan yang murni ada dan menjadi landasan atau pedoman dalam kehidupan masyarakat yang ada atau berdomisili dalam wilayah negara di mana mereka berada.


Secara istilah, ideologi memiliki beragam makna. Dalam beberapa kamus atau referensi, dapat terlihat bahwa definisi ideologi ada beberapa macam. Keanekaragaman definisi ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang keahlian dan fungsi lembaga yang memberi definisi tersebut.

a. Definisi menurut BP-7 Pusat (kini telah dilikuidasi)
Ideologi adalah ajaran, doktrin, teori yang diyakini kebenarannya yang disusun secara sistematis dan diberi petunjuk pelaksanaan dalam menanggapi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara.


b. Definisi yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Maswadi Rauf, ahli Ilmu Politik Universitas Indonesia
Ideologi adalah rangkaian (kumpulan) nilai yang disepakati bersama untuk menjadi landasan atau pedoman dalam mencapai tujuan atau kesejahteraan bersama.


Berdasarkan definisi Ideologi Pancasila di atas, dapat disimpulkan bahwa Pancasila adalah kumpulan nilai atau norma yang meliputi sila-sila Pancasila sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, alinea IV yang telah ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945.


Pada dasarnya, Indonesia menganut ideologi yang terbuka. Pengertian Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan ideologi yang lain. Hal ini mengandung arti bahwa Pancasila dapat berinteraksi dengan ideologi-ideologi lainnya. Artinya, ideologi Pancasila dapat mengikuti perkembangan yang terjadi pada negara lain yang memiliki ideologi yang berbeda dengan Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Hal ini disebabkan karena ideologi Pancasila memiliki nilai-nilai yang meliputi nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis seperti yang sudah disebutkan dalam penjelasan sebelumnya.


2. Fungsi dan Peranan Pancasila
Keberadaan Pancasila telah terbukti mampu mempersatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari perpecahan. Dengan konsep Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila menjadi nilai rujukan kebersamaan atas beragam budaya dan etnis dari Sabang sampai Merauke.

Dari kenyataan inilah maka fungsi dan peranan Pancasila meliputi:
a. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia
b. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia
c. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
d. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia
e. Pancasila sebagai perjanjian luhur Indonesia
f. Pancasila sebagai pandangan hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia
g. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
h. Pancasila sebagai moral pembangunan
i. Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila

3 Karakteristik Identitas Nasional


1.3.1. Pengertian Identitas Nasional


Pengertian identitas nasional pada hakikatnya adalah ”manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa (nation) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya” (Wibisono Koento, 2005).


Identitas berasal dari kata identity yang berarti ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Dalam terminologi antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan, kelompok, komunitas, atau negara sendiri.


Kata ”nasional” dalam identitas nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, bahasa; maupun nonfisik seperti: keinginan, cita-cita, dan tujuan. Istilah identitas nasional atau identitas bangsa melahirkan tindakan kelompok (collective action) yang diberi atribut nasional.


Nilai-nilai budaya yang berada dalam sebagian besar masyarakat dalam suatu negara dan tercermin di dalam identitas nasional bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang terbuka dan cenderung terus-menerus berkembang karena hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya.

Implikasinya adalah bahwa identitas nasional merupakan sesuatu yang terbuka untuk diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.


1.3.2 Parameter Identitas Nasional
Parameter identitas nasional adalah suatu ukuran atau patokan yang dapat digunakan untuk menyatakan sesuatu adalah menjadi ciri khas suatu bangsa. Sesuatu yang diukur adalah unsur suatu identitas seperti kebudayaan yang menyangkut norma, bahasa, adat istiadat dan teknologi, sesuatu yang alami atau ciri yang sudah terbentuk seperti geografis.


Sesuatu yang terjadi dalam suatu masyarakat dan menjadi ciri atau identitas nasional biasanya mempunyai indikator sebagai berikut:


1. Identitas nasional menggambarkan pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas masyarakat sehari-harinya. Identitas ini menyangkut adat-istiadat, tata kelakuan, dan kebiasaan. Ramah tamah, hormat kepada orang tua, dan gotong royong merupakan salah satu identitas nasional yang bersumber dari adat-istiadat dan tata kelakuan.


2. Lambang-lambang yang merupakan ciri dari bangsa dan secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi bangsa. Lambang-lambang negara ini biasanya dinyatakan dalam undang-undang, seperti Garuda Pancasila, bendera, bahasa, dan lagu kebangsaan.


3. Alat-alat pelengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan seperti bangunan, teknologi, dan peralatan manusia. Identitas yang berasal dari alat perlengkapan ini seperti bangunan yang merupakan tempat ibadah (borobudur, prambanan, masjid, dan gereja), peralatan manusia (pakaian adat, teknologi bercocok tanam), dan teknologi (pesawat terbang, kapal laut, dan lain-lain).


4. Tujuan yang ingin dicapai suatu bangsa. Identitas yang bersumber dari tujuan ini bersifat dinamis dan tidak tetap seperti budaya unggul, prestasi dalam bidang tertentu, seperti di Indonesia dikenal dengan bulu tangkis.


Bagi bangsa Indonesia, pengertian parameter identitas nasional tidak merujuk hanya pada individu (adat-istiadat dan tata laku), tetapi berlaku pula pada suatu kelompok Indonesia sebagai suatu bangsa yang majemuk, maka kemajemukan itu merupakan unsur-unsur atau parameter pembentuk identitas yang melekat dan diikat oleh kesamaan-

kesamaan yang terdapat pada segenap warganya. Unsur-unsur pembentuk identitas nasional Indonesia berdasarkan ukuran parameter sosiologis adalah sebagai berikut:


1. Suku Bangsa
Suku bangsa adalah golongan sosial yang khusus dan bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Indonesia dikenal bangsa dengan banyak suku bangsa, dan menurut statistik hampir mencapai 300 suku bangsa.

Setiap suku mempunyai adat-istiadat, tata kelakuan, dan norma yang berbeda, namun demikian beragam suku ini mampu mengintegrasikan dalam suatu negara Indonesia untuk mencapai tujuan yaitu masyarakat yang adil dan makmur.


2. Kebudayaan

menurut ilmu sosiologis termasuk kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, dan adat-istiadat. Kebudayaan sebagai parameter identitas nasional bukanlah sesuatu yang bersifat individual. Apa yang dilakukan sebagai kebiasaan pribadi bukanlah suatu kebudayaan.

Kebudayaan harus merupakan milik bersama dalam suatu kelompok, artinya para warganya memiliki bersama sejumlah pola-pola berpikir dan berkelakuan yang didapat dan dikembangkan melalui proses belajar. Hal-hal yang dimiliki bersama ini harus menjadi sesuatu yang khas dan unik, yang akan tetap memperlihatkan diri di antara berbagai kebiasaan-kebiasaan pribadi yang sangat variatif.


3. Bahasa identitas nasional yang bersumber dari salah satu lambang suatu negara. merupakan satu keistimewaan manusia, khususnya dalam kaitan dengan hidup bersama dalam masyarakat adalah adanya bahasa. manusia memiliki simbol yang menjadikan suatu perkataan mampu melambangkan arti apa pun, sekalipun hal atau barang yang dilambangkan artinya oleh suatu kata tidak hadir di situ.


Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis namun bahasa Melayu dahulu dikenal sebagai bahasa penghubung berbagai etnis yang mendiami kepulauan nusantara.

Selain menjadi bahasa komunikasi di antara suku-suku di nusantara, bahasa Melayu juga menempati posisi bahasa transaksi perdagangan internasional di kawasan kepulauan nusantara yang digunakan oleh berbagai suku bangsa Indonesia dengan pedagang asing. Pada tahun 1928 Bahasa Melayu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun tersebut, bahasa Melayu ditetapkan menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia. Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional.


4. Kondisi Geografis
Kondisi geografis merupakan identitas yang bersifat alamiah. Kedudukan geografis wilayah negara menunjukkan tentang lokasi negara dalam kerangka ruang, tempat, dan waktu, sehingga untuk waktu tertentu menjadi jelas batas-batas wilayahnya di atas bumi. Letak geografis tersebut menentukan corak dan tata susunan ke dalam dan akan dapat diketahui pula situasi dan kondisi lingkungannya. Bangsa akan mendapat pengaruh dari kedudukan geografis wilayah negaranya. Letak geografis ini menjadi khas dimiliki oleh sebuah negara yang dapat membedakannya dengan negara lain.


1.3.3 Unsur-unsur Pembentuk Identitas Nasional


Identitas nasional Indonesia pada saat ini terbentuk dari enam unsur yaitu sejarah perkembangan bangsa Indonesia, kebudayaan bangsa Indonesia, suku bangsa, agama, dan budaya unggul. Namun demikian, unsur-unsur ini tidak statis dan akan berkembang sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia.


1. Unsur Sejarah
Bangsa Indonesia mengalami kehidupan dalam beberapa situasi dan kondisi sosial yang berbeda sesuai perubahan jaman. Bangsa Indonesia secara ekonomis dan politik pernah mencapai era kejayaan di wilayah Asia Tenggara. Kejayaan dalam bidang ekonomi bangsa Indonesia pada era pemerintahan kerajaan Majapahit dan Sriwijaya, rakyat mengalami kehidupan ekonomi yang sejahtera, sedangkan dalam bidang politik memiliki kekuasaan negara hingga seluruh wilayah nusantara yang meliputi wilayah jajahan Belanda (sekarang wilayah NKRI) hingga wilayah negara Filipina, Singapura, Malaysia, bahkan sebagian wilayah Thailand. Namun, kejayaan ini mengalami keruntuhan akibat menghilangnya jiwa kebersamaan (persatuan dan kesatuan) di antara bangsa dalam pemerintahan Majapahit dan Sriwijaya tersebut.


Keruntuhan pemerintahan Majapahit dan Sriwijaya ini berimplikasi pada terciptanya pemerintahan kerajaan di masing-masing daerah di seluruh wilayah Indonesia. Sistem pemerintahan kerajaan ini menyebabkan bangsa Indonesia menjadi makin lemah untuk menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan dari negara lain yang ingin mencari sumber energi baru bagi negaranya. Ketidakmampuan bangsa Indonesia ini pada akhirnya menyebabkan bangsa Indonesia jatuh ke tangan negara-negara kolonial (penjajah).

Sebagaimana kita ketahui negara yang menjajah bangsa Indonesia adalah Belanda, Portugis, dan Jepang. Ketiganya masing-masing menjajah kita selama 350, 400, dan 3,5 tahun.
Dampak langsung dari adanya penjajah ini adalah bangsa Indonesia mengalami kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, perpecahan, dan kehilangan sumber daya alam akibat eksploitasi yang tidak bertanggung jawab oleh penjajah untuk dibawa ke negaranya.


Realitas perjalanan sejarah bangsa tersebut mendorong bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa pejuang yang pantang menyerah dalam melawan penjajah untuk meraih dan mempertahankan kembali harga diri, martabatnya sebagai bangsa, selain itu, dipertahankan semua potensi sumber daya alam yang ada agar tidak terus-menerus dieksplorasi dan dieksploitasi yang akhirnya dapat menghancurkan kehidupan bangsa Indonesia di masa datang.

Perjuangan bangsa Indonesia ini tidak berhenti masalah yang tersebut di atas, melainkan berlanjut pada perjuangan meraih dan mempertahankan kemerdakaan bangsa dari penjajah. Perjuangan demi perjuangan bangsa Indonesia di atas pada akhirnya menjadi suatu nilai yang mengkristal dalam jiwa bangsa Indonesia bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa pejuang.

Sekaligus semangat juang yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tersebut menjadi kebanggaan sebagai identitas nasional bagi bangsa Indonesia yang membedakan dengan bangsa lain di ASEAN dan dunia pada umumnya. Sejarah telah memberikan identitas nasional bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa pejuang.

2. Kebudayaan
Aspek kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional adalah meliputi tiga unsur, yaitu akal budi, peradaban (civility), dan pengetahuan (knowledge).
a. Akal budi
Akal budi adalah sikap dan perilaku yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dalam interaksinya antara sesama (horizontal) maupun antara pimpinan dengan staf, anak dengan orang tua (vertikal), atau sebaliknya. Bentuk sikap dan perilaku sebagaimana yang tersebut di atas, adalah hormat-menghormati antarsesama, sopan santun dalam sikap dan tutur kata, dan hormat pada orang tua.


b. Peradaban (civility)
Peradaban yang menjadi identitas nasional bangsa Indonesia adalah dapat dilihat dari beberapa aspek yang meliputi aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan hankam.

Identitas nasional dalam masing-masing aspek yang dimaksud adalah:
(1) Ideologi adalah sila-sila dalam Pancasila
(2) Politik adalah demokrasi langsung dalam pemilu langsung presiden dan wakil presiden serta kepala daerah tingkat I dan II kabupaten/kota,
(3) Ekonomi adalah usaha kecil dan koperasi
(4) Sosial adalah semangat gotong royong, sikap ramah tamah, murah senyum, dan setia kawan
(5) Hankam adalah sistem keamanan lingkungan (siskamling), sistem perang gerilya, dan teknologi kentongan dalam memberikan informasi bahaya, dan sebagainya


c. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi:
(1) Prestasi anak bangsa dalam bidang olahraga bulutangkis dunia
(2) Karya anak bangsa dalam bidang teknologi pesawat terbang, yaitu pembuatan pesawat terbang CN 235, di IPTN Bandung, Jawa Barat.
(3) Karya anak bangsa dalam bidang teknologi kapal laut, yaitu pembuatan kapal laut Phinisi
(4) Prestasi anak bangsa dalam menjuarai lomba olimpiade fisika dan kimia, dan sebagainya
3. Budaya Unggul
Budaya unggul adalah semangat dan kultur kita untuk mencapai kemajuan dengan cara ”kita harus bisa, kita harus berbuat terbaik, kalau orang lain bisa, mengapa kita tidak bisa”.

Dalam UUD 1945, menyatakan bahwa bangsa Indonesia berjuang dan mengembangkan dirinya sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat, bersatu, maju, makmur, serta adil atau berkesejahteraan. Untuk mencapai kualitas hidup demikian, nilai kemanusiaan, demokrasi dan keadilan dijadikan landasan ideologis yang secara ideal dan normatif diwujudkan secara konsisten, konsekuen, dinamis, kreatif, dan bukan indoktriner.


4. Suku Bangsa
Identitas nasional dalam aspek suku bangsa adalah adanya suku bangsa yang majemuk. Majemuk atau aneka ragamnya suku bangsa dimaksud adalah terlihat dari jumlah suku bangsa lebih kurang 300 suku bangsa dengan bahasa dan dialek yag berbeda. Populasinya pada tahun 2007 adalah 225 juta jiwa. Dari jumlah tersebut diperkirakan separuhnya adalah suku bangsa etnis Jawa.

Sisanya adalah suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia di luar Jawa, seperti suku Makassar-Bugis (3,68%), Batak (2,04%), Bali (1,88%), Aceh (1,4%), dan suku-suku lainnya. Sedangkan suku bangsa atau etnis Tionghoa hanya berjumlah 2,8% tetapi menyebar ke seluruh wilayah Indonesia dan mayoritas mereka bermukim di perkotaan.


5. Agama
Identitas nasional dalam aspek agama adalah masyarakat agamis dan memiliki hubungan antarumat seagama dan antarumat beragama yang rukun. Di samping itu, menurut UU no.16/1969, negara Indonesia mengakui multiagama yang dianut oleh bangsanya, yaitu Islam, Katholik, Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu.

Pada era Orde Baru, agama Kong Hu Cu tidak diakui sebagai agama resmi negara Indonesia, tetapi sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan. Islam adalah agama mayoritas bangsa Indonesia.


Indonesia merupakan negara multiagama, karena itu Indonesia dikatakan negara yang rawan disintegrasi bangsa. Untuk itu menurut Magnis Suseno, salah satu jalan untuk mengurangi risiko konflik antaragama perlu diciptakan tradisi saling menghormati antara umat agama yang ada. Menghormati berarti mengakui secara positif dalam agama dan kepercayaan orang lain juga mampu belajar satu sama lain.


6. Bahasa
salah satu atribut bangsa di samping sebagai identitas nasional. Bahasa Indonesia dikenal sebagai bahasa melayu yang merupakan bahasa penghubung (lingua franca) berbagai etnis yang mendiami kepulauan nusantara. Bahasa melayu ini pada tahun 1928 ditetapkan oleh pemuda dari berbagai suku bangsa Indonesia dalam peristiwa Sumpah Pemuda sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia.

1.4 Proses Berbangsa dan Bernegara


1.4.1 Hakikat Bangsa
Konsep bangsa memiliki dua pengertian (Badri Yatim, 1999), yaitu bangsa dalam pengertian sosiologis antropologis dan bangsa dalam pengertian politis.


A. Bangsa dalam Arti Sosiologis Antropologis
Bangsa dalam pengertian sosiologis antropologis adalah persekutuan hidup masyarakat yang berdiri sendiri yang masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, dan adat istiadat. Jadi, mereka menjadi satu bangsa karena disatukan oleh kesamaan ras, budaya, keyakinan, bahasa, dan sebagainya. Ikatan demikian disebut ikatan primordial. Persekutuan hidup masyarakat semacam ini dalam suatu negara dapat merupakan persekutuan hidup yang mayoritas dan dapat pula persekutuan hidup minoritas.


Suatu negara dapat terdiri dari beberapa bangsa. Misalnya Amerika Serikat terdiri dari bangsa Negro, bangsa Indian, bangsa Cina, bangsa Yahudi, dan lain-lainnya, yang dahulunya merupakan kaum pendatang. Sri Lanka terdiri dari bangsa Sinhala dan bangsa Tamil.

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai bangsa yang tersebar dari Aceh sampai Irian Jaya, seperti Batak, Minangkabau, Sunda, Dayak, Banjar, dan sebagainya.
Sebuah bangsa dapat pula tersebar di beberapa negara. Misalnya bangsa Arab tersebar di berbagai negara di sekitar Timur Tengah. Bangsa Yahudi terdapat di beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat.


B. Bangsa dalam Arti Politis
Bangsa dalam pengertian politik adalah suatu masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk pada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam. Jadi, meeeka diikat oleh kekuasaan politik, yaitu negara.
Jadi, bangsa dalam arti politik adalah bangsa yang sudah bernegara dan mengakui serta tunduk pada kekuasaan dari negara yang bersangkutan.

Setelah mereka bernegara, terciptalah bangsa. Misalnya, kemunculan bangsa Indonesia (arti politis) setelah terciptanya negara Indonesia.


Bangsa dalam arti sosiologis antropologis sekarang ini lebih dikenal dengan istilah etnis, suku, atau suku bangsa. Ini untuk membedakan dengan bangsa yang sudah beralih dalam arti politis. Namun, kita masih mendengar istilah bangsa dalam arti sosiologis antropologis untuk menunjuk pada persekutuan hidup tersebut. Misalnya bangsa Moro, bangsa Yahudi, bangsa Kurdi, dan bangsa Tamil.

Bangsa Indonesia (dalam arti politis) memiliki banyak bangsa (dalam arti sosiologis antropologis) seperti suku bangsa Batak, Minangkabau, Jawa, Betawi, Madura, Dayak, Asmat, Dani, dan lain-lain. Indonesia dikenal sebagai bangsa yang heterogen karena ada banyak bangsa di dalamnya.

1.4.2 Proses Pembentukan Bangsa-Negara


Secara umum dikenal adanya dua proses pembentukan bangsa-negara, yaitu model ortodoks dan model mutakhir (Ramlan Surbakti, 1999).


Pertama, model ortodoks yaitu bermula dari adanya suatu bangsa terlebih dahulu, untuk kemudian bangsa membentuk satu negara tersendiri. Contoh, bangsa Yahudi berupaya mendirikan negara Israel untuk satu bangsa Yahudi. Setelah bangsa-negara ini terbentuk maka rezim politik (penguasa) dirumuskan berdasarkan konstitusi negara yang selanjutnya dikembangkan oleh partisipasi warga negara dalam kehidupan politik bangsa-negara yang bersangkutan.


Kedua, model mutakhir yaitu berawal dari adanya negara terlebih dahulu yang terbentuk melalui proses tersendiri, sedangkan penduduk negara merupakan sekumpulan suku bangsa dan ras. Contohnya adalah kemunculan negara Amerika Serikat pada tahun 1776.


Kedua model ini berbeda dalam empat hal:


1. Ada tidaknya perubahan unsur dalam masyarakat. Model ortodoks tidak mengalami perubahan unsur karena satu bangsa membentuk satu negara. Model mutakhir mengalami perubahan unsur karena dari banyak kelompok suku bangsa menjadi satu bangsa.


2. Lamanya waktu yang diperlukan dalam proses pembentukan bangsa-negara. Model ortodoks membutuhkan waktu yang singkat saja, yaitu hanya membentuk struktur pemerintahan, bukan pembentukan identitas kultural baru. Model mutakhir memerlukan waktu yang lama karena harus mencapai kesepakatan tentang identitas kultural yang baru.


3. Kesadaran politik masyarakat pada model ortodoks muncul setelah terbentuknya bangsa-negara, sedangkan dalam model mutakhir, kesadaran politik warga muncul mendahului bahkan menjadi kondisi awal terbentuknya bangsa-negara.


4. Derajat partisipasi politik dan rezim politik. Pada model ortodoks, partisipasi politik dan rezim politik dianggap sebagai bagian terpisah dari proses integrasi nasional. Pada model mutakhir, partisipasi politik dan rezim politik merupakan hal yang tak terpisahkan dari proses integrasi nasional.


1.4.3. Hakikat Negara
A. Arti Negara
Menurut (KKBI) negara mempunyai dua pengertian berikut :
Pertama, negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyatnya.


Kedua, negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.


Sedangkan pengertian negara menurut pendapat para ahli, antara lain sebagai berikut :
1. Negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu (Georg Jellinek).


2. Negara adalah organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri (Kranenburg).


3. Negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat (Roger F. Soultau).


4. Negara adalah organisasi kekuasaan masyarakat yang mempunyai daerah tertentu di mana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sovereign (Soenarko).


5. Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal (George Wilhelm Fredrich Hegel).


6. Negara ialah suatu organisasi masyarakat atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama (R. Djokosoetono).
7. Negara adalah suatu persekutuan keluarga dengan segala kepentingannya yang dipimpin oleh akal dari suatu kuasa yang berdaulat (Jean Bodin).


8. Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warganya ketaatan pada perundangan melalui penguasaan kontrol dari kekuasaan yang sah (Miriam Budiardjo).


B. Unsur-unsur Negara
Dari beberapa pendapat mengenai negara tersebut, dapat disimpulkan bahwa negara adalah organisasi yang di dalamnya harus ada rakyat, wilayah yang permanen dan pemerintah yang berdaulat (baik ke dalam maupun ke luar).

Hal di atas disebut unsur-unsur negara, seperti dijelaskan di bawah ini:
1. Rakyat, yaitu orang-orang yang bertempat tinggal di wilayah itu, tunduk pada kekuasaan negara dan mendukung negara yang bersangkutan.


2. Daerah yang menjadi kekuasaan negara serta menjadi tempat tinggal bagi rakyat negara. Wilayah juga menjadi sumber kehidupan rakyat negara. Wilayah negara mencakup wilayah darat, laut, dan udara.


3. Pemerintah yang berdaulat, yaitu adanya penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan menyelenggarakan pemerintahan di negara tersebut. Pemerintah tersebut memilih kedaulatan baik ke dalam maupun ke luar. Kedaulatan ke dalam berarti negara memiliki kekuasaan untuk ditaati oleh rakyatnya. Kedaulatan ke luar artinya negara mampu mempertahankan diri dari serangan negara lain.


Unsur-unsur di atas; unsur rakyat, wilayah, dan pemerintah yang berkedaulatan merupakan unsur konstitutif atau unsur pembentuk, yang harus terpenuhi agar terbentuk negara.

Selain ada unsur rakyat, wilayah dan pemerintah yang berdaulat, ada unsur pengakuan dari negara lain. Pengakuan dari negara lain merupakan unsur deklaratif. Unsur deklaratif adalah unsur yang sifatnya menyatakan, bukan unsur yang mutlak.


Sebagai organisasi kekuasaan, negara memiliki sifat memaksa, monopoli, dan mencakup semua.
1. Memaksa, artinya memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakan ketertiban dengan memakai kekerasan fisik secara legal.


2. Monopoli, artinya memiliki hak menetapkan tujuan bersama masyarakat. Negara memiliki hak untuk melarang sesuatu yang bertentangan dan menganjurkan sesuatu yang dibutuhkan masyarakat.


3. Mencakup semua, artinya semua peraturan dan kebijakan negara berlaku untuk semua orang tanpa kecuali.


C. Teori Terjadinya Negara


1. Proses Terjadinya Negara secara Teoritis
Para ahli politik dan hukum tatanegara telah membuat teoretisasi tentang terjadinya negara. Artinya, proses terjadinya negara yang dimaksud di sini merupakan hasil pemikiran para ahli tersebut, bukan berdasarkan kenyataan faktualnya.


Beberapa teori terjadinya negara adalah sebagai berikut:


a. Teori Hukum Alam
Teori hukum alam merupakan hasil pemikiran yang paling awal, yaitu masa Plato dan Aristoteles. Menurut teori ini, terjadinya negara adalah sesuatu yang alamiah. Bahwa segala sesuatu itu berjalan menurut hukum alam, yaitu mulai dari lahir, berkembang, mencapai puncaknya, laut, dan akhirnya mati. Negara terjadi secara alamiah, bersumber dari manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki kecenderungan berkumpul dan saling berhubungan untuk mencapai kebutuhan hidupnya.


b. Teori Ketuhanan
Teori ini muncul setelah lahirnya agama-agama besar di dunia, yaitu Islam dan Kristen. Dengna demikian, teori ini dipengaruhi oleh paham keagamaan. Menurut teori ketuhanan, terjadinya negara adalah kehendak Tuhan, didasari kepercayaan bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan dan terjadi atas kehendak Tuhan.

Munculnya paham teori ini karena orang yang beragama yakin bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa (paham monoteisme) dan Dewa-Dewa (paham politeisme) yang menciptakan alam semesta dan segala isinya termasuk negara. Tuhan memiliki kekuasaan mutlak di dunia. Negara dianggap penjelmaan kekuasaan dari Tuhan. Para Raja atau penguasa negara merupakan titisan Tuhan atau wakil Tuhan yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan menyelenggarakan pemerintahan. Penganjur teori ini antara lain: Freiderich Julius Stahl, Thomas Aquinas, dan Agustinus.


c. Teori Perjanjian
Teori perjanjian muncul sebagai reaksi atas teori hukum alam dan kedaulatan Tuhan. Mereka menganggap kedua teori tersebut belum mampu menjelaskan dengan baik bagaimana terjadinya negara. Teori ini dilahirkan oleh pemikir-pemikir Eropa menjelang abad Pencerahan. Mereka adalah Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rousseau, dan Montesquieu.


Menurut teori perjanjian, negara terjadi sebagai hasil perjanjian antarmanusia individu. Manusia berada dalam dua keadaan, yaitu keadaan sebelum bernegara dan keadaan setelah bernegara. Negara pada dasarnya adalah wujud perjanjian dari masyarakat sebelum bernegara tersebut untuk kemudian menjadi masyarakat bernegara.


Pendapat lain dikemukakan oleh G. Jellinek, yaitu terjadinya negara dapat dilihat secara primer dan sekunder. Perkembangan negara secara primer membicarakan tentang bagaimana pertumbuhan negara mulai dari persekutuan atau kelompok masyarakat yang sederhana berkembang menjadi negara yang modern.

Menurut Jellinek, terjadinya negara secara primer melalui empat tahapan, yaitu:
a. Persekutuan masyarakat,
b. Kerajaan,
c. Negara, dan
d. Negara demokrasi.


Perkembangan negara secara sekunder membicarakan tentang bagaimana terbentuknya negara baru yang dihubungkan dengan masalah pengakuan. Jadi, yang terpenting adalah muncul tidaknya negara baru tersebut adalah karena ada tidaknya pengakuan dari negara lain.


2. Proses Terjadinya Negara di Zaman Modern
Menurut pandangan ini dalam kenyataannya, terjadinya negara bukan disebabkan oleh teori-teori seperti di atas.

Negara-negara di dunia ini terbentuk karena melalui beberapa proses, seperti:


a. Penaklukan atau occupatie, yaitu suatu daerah yang tidak dipertuan, kemudian diambil alih dan didirikan negara di wilayah itu. Misal, Liberia adalah daerah kosong yang dijadikan negara oleh para budak Negro yang telah dimerdekakan orang Amerika. Liberia dimerdekakan pada tahun 1847.


b. Peleburan atau fusi, yaitu suatu penggabungan dua atau lebih negara menjadi negara baru. Misal, Jerman Barat dan Jerman Timur bergabung menjadi negara Jerman.


c. Pemecahan, yaitu terbentuknya negara-negara baru akibat terpecahnya negara lama sehingga negara sebelumnya menjadi tidak ada lagi. Contohnya Yugoslavia terpecah menjadi negara Serbia, Bosnia, dan Montenegro. Uni Sovyet terpecah menjadi banyak negara baru. Cekoslovakia terpecah menjadi negara Ceko dan Slovakia.


d. Pemisahan diri, yaitu memisahnya suatu bagian wilayah negara kemudian terbentuk negara baru. Pemisahan berbeda dengan pemecahan di mana negara lama masih ada. Misalnya India kemudian terpecah menjadi India, Pakistan, dan Bangladesh.


e. Perjuangan atau revolusi, merupakan hasil dari rakyat suatu wilayah yang umumnya dijajah negara lain kemudian memerdekakan diri. Contohnya adalah Indonesia yang melakukan perjuangan revolusi sehingga mampu membentuk negara merdeka. Kebanyakan kemerdekaan yang diperoleh negara Asia Afrika setelah Perang Dunia II adalah hasil perjuangan rakyatnya.


f. Penyerahan/pemberian adalah pemberian kemerdekaan kepada suatu koloni oleh negara lain yang umumnya adalah bekas jajahannya. Inggris dan Perancis yang memiliki wilayah jajahan di Afrika, banyak memberikan kemerdekaan kepada bangsa di daerah tersebut. Contoh: Kongo dimerdekakan oleh Perancis.


g. Pendudukan, terjadi terhadap wilayah yang ada penduduknya, tetapi tidak berpemerintahan. Misalnya Australia merupakan daerah baru yang ditemukan Inggris meskipun di sana terdapat suku Aborigin. Daerah Australia selanjutnya dibuat koloni-koloni di mana penduduknya didatangkan dari dataran Eropa. Australia dimerdekakan tahun 1901.


D. Fungsi dan Tujuan Negara

Fungsi negara dapat dikatakan sebagai tugas daripada negara. Negara sebagai organisasi kekuasaan dibentuk untuk menjalankan tugas-tugas tertentu.


Di bawah ini adalah fungsi negara menurut beberapa ahli, antara lain sebagai berikut:
1. John Locke, seorang sarjana Inggris, membagi fungsi negara menjadi tiga fungsi, yaitu:
a. Fungsi Legislatif, untuk membuat peraturan,
b. Fungsi Eksekutif, untuk melaksanakan peraturan,
c. Fungsi Federatif, untuk mengurusi urusan luar negeri dan urusan perang dan damai.


2. Montesquieu membagi fungsi negara sebagai berikut:
a. Fungsi Legislatif, membuat undang-undang
b. Fungsi Eksekutif, melaksanakan undang-undang
c. Fungsi Yudikatif, untuk mengawasi agar semua peraturan ditaati (fungsi mengadili), yang populer dengan nama Trias Politika.


3. Van Vollen Hoven, seorang sarjana dari Belanda menyatakan fungsi negara dibagi dalam:
a. Regeling, membuat peraturan;
b. Bestuur, menyelenggarakan pemerintahan;
c. Rechtspraak, fungsi mengadili;
d. Politie, fungsi ketertiban dan keamanan.
Ajaran Van Vollen Hoven tersebut terkenal dengan Catur Praja.


4. Goodnow menyatakan, fungsi negara secara prinsipil dibagi menjadi dua bagian:
a. Policy Making, yaitu kebijaksanaan negara untuk waktu tertentu, untuk seluruh masyarakat.
b. Policy Executing, yaitu kebijaksanaan yang harus dilaksanakan untuk tercapainya policy making.
Ajaran Goodnow ini terkenal dengan sebutan Dwipraja (dichotomy).


5. Miriam Budiardjo, menuliskan fungsi pokok negara sebagai berikut:


a. Melaksanakan penertiban untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat. Dapat dikatakan bahwa negara bertindak sebagai stabilisator.


b. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Fungsi ini dijalankan dengan melaksanakan pembangunan di segala bidang.


c. Pertahanan. Hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dair luar. Untuk ini negara dilengkapi dengan alat-alat pertahanan.


d. Menegakkan keadilan. Hal ini dilaksanakan melalui badan-badan peradilan.


Keseluruhan fungsi negara tersebut diselenggarakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan negara yang telah ditetapkan bersama.


Adapun tujuan suatu negara berbeda-beda. Di bawah ini adalah beberapa tujuan negara menurut para ahli:
1. Roger H. Soultau menyatakan bahwa tujuan negara adalah memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin.


2. Harold J. Laski menyatakan bahwa tujuan negara adalah menciptakan keadaan di mana rakyatnya dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal.


3. Plato menyatakan bahwa tujuan negara adalah memajukan kesusilaan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.


4. Thomas Aquino dan Agustinus menyatakan bahwa tujuan negara adalah untuk mencapai penghidupan dan kehidupan aman dan tenteram dengan taat kepada dan di bawah pimpinan Tuhan. Pemimpin negara menjalankan kekuasaan hanyalah berdasarkan kekuasaan Tuhan yang diberikan kepadanya.


E. Klasifikasi Negara


Klasifikasi negara dapat dilihat berdasarkan beberapa indikator, seperti jumlah orang yang berkuasa, bentuk negara, dan asas pemerintahan.
1. Jumlah orang yang berkuasa dan orientasi kekuasaan
Jumlah orang yang berkuasa dapat berjumlah satu orang, sekelompok orang, atau banyak orang.

Sedangkan orientasi kekuasaan dapat berorientasi kepada kepentingan pihak yang berkuasa (disebut bentuk negatif), atau berorientasi demi kepentingan umum (disebut bentuk positif).
Berdasarkan jumlah orang yang berkuasa dan orientasi kekuasaan, terdapat enam bentuk klasifikasi negara.

Jumlah penguasa Bentuk positif Bentuk negatif
Satu orang Monarki Tirani
Sekelompok orang Aristokrasi Oligarki
Banyak orang Demokrasi Monokrasi

2. Bentuk negara ditinjau dari sisi konsep dan teori modern terbagi menjadi dua, yaitu:


a. Negara Kesatuan, yaitu negara yang merdeka dan berdaulat, dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Dalam pelaksanaannya, negara kesatuan terbagi dua, yaitu:
• Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, di mana seluruh persoalan yang berkaitan dengan negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat.
• Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, di mana kepala daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri atau dikenal dengan otonomi daerah atau swatantra.


b. Negara Serikat (Federasi), yaitu bentuk negara yang merupakan gabungan dari beberapa negara bagian dari negara serikat. Kekuasaan asli dalam negara federasi merupakan negara bagian, karena ia berhubungan langsung dengan rakyatnya. Sementara, negara federasi bertugas untuk menjalankan hubungan luar negeri, pertahanan negara, keuangan, dan urusan pos.


3. Asas penyelenggaraan kekuasaan, yaitu berbagai tipe negara menurut kondisinya, seperti:


a. Menurut ekonomi: negara agraris, negara industri, negara berkembang, negara sedang berkembang, dan negara belum berkembang. Selain itu, dikenal juga negara-negara utara dan negara-negara selatan (negara utara: negara maju/kaya, negara selatan: negara sedang berkembang/miskin).


b. Menurut politik: negara demokratis, negara otoriter, negara totaliter, negara satu partai, negara multipartai, dan sebagainya.


c. Menurut sistem pemerintahan: sistem pemerintahan presidentil, parlementer, junta militer, dan sebagainya.


d. Menurut ideologi bangsa: negara sosialis, negara liberal, negara komunis, negara fasis, negara agama, dan sebagainya.


F. Elemen Kekuatan Negara


Kekuatan suatu negara tergantung pada beberapa elemen seperti sumber daya manusia, sumber daya alam, kekuatan militer, dan teritorial negara tersebut.


1. Sumber Daya Manusia (SDM)
Kekuatan negara tergantung pada jumlah penduduk, tingkat pendidikan warga, nilai budaya masyarakat, dan kondisi kesehatan masyarakat. Semakin banyak jumlah penduduk, semakin berkualitas SDM, dan semakin tinggi tingkat kesehatan, maka negara akan semakin maju dan kuat.


2. Teritorial Negara
Kekuatan negara juga tergantung seberapa luas wilayah negara, yang terdiri atas darat, laut, dan udara, letak geografis dan situasi negara tetangga. Semakin luas dan strategis, maka negara tersebut akan semakin kuat.


3. Sumber Daya Alam
Kekuatan negara tergantung pada kondisi alam atau material buminya, berupa kandungan mineral, kesuburan, kekayaan laut, dan hutan. Semakin tinggi kekayaan alam, maka negara tersebut semakin kuat, negara yang kaya akan minyak, agroindustri, dan manufaktur akan menjadi negara yang tangguh.


4. Kapasitas Pertanian dan Industri
Sektor pertanian mempengaruhi kekuatan negara, karena pertanian memasok kebutuhan pokok seperti beras, sayur mayur, dan lauk pauk. Tingkat budaya, usaha warga negara dalam bidang pertanian, industri dan perdagangan yang maju, menjamin kecukupan pangan atau swasembada pangan sehingga negara menjadi kuat.


5. Kekuatan Militer dan Mobilitasnya
Kekuatan militer dan mobilitasnya sangat menentukan kekuatan negara, negara yang mempunyai jumlah anggota militer, dan kualitas personel dan peralatan yang baik akan meningkatkan kemampuan militer dalam mempertahankan kedaulatan negara.


6. Elemen Kekuatan yang Tidak Berwujud
Segala faktor yang mendukung kedaulatan negara, berupa kepribadian dan kepemimpinan, efisiensi birokrasi, persatuan bangsa, dukungan internasional, reputasi bangsa (nasionalisme), dan sebagainya.


1.4.4 Proses Berbangsa dan Bernegara Indonesia


Sebagai warga negara Indonesia, kita perlu mengetahui proses terjadinya pembentukan negara ini, sehingga dapat menambah kecintaan kita pada tanah air ini.


Para pendiri negara Indonesia (the founding fathers) menyadari bahwa negara Indonesia yang hendak didirikan haruslah mampu berada di atas semua kelompok dan golongan yang beragam. Hal yang diharapkan adalah keinginan hidup bersatu sebagai satu keluarga bangsa karena adanya persamaan nasib, cita-cita, dan karena berasal dalam ikatan wilayah atau wilayah yang sama.

Kesadaran demikian melahirkan paham nasionalisme, paham kebangsaan, yang pada gilirannya melahirkan semangat untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Selanjutnya nasionalisme memunculkan semangat untuk mendirikan negara bangsa dalam merealisasikan cita-cita, yaitu merdeka dan tercapainya masyarakat yang adil dan makmur.


Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang penting bagi pembentukan bangsa Indonesia antara lain:
1. Adanya persamaan nasib, yaitu penderitaan bersama di bawah penjajahan bangsa asing lebih kurang selama 350 tahun.


2. Adanya keinginan bersama untuk merdeka, melepaskan diri dari belenggu penjajahan.


3. Adanya kesatuan tempat tinggal, yaitu wilayah nusantara yang membentang dari Sabang sampai Merauke.


4. Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan suatu bangsa.
Negara Indonesia tidak terjadi begitu saja.

Kemerdekaan Indonesia diraih dengan perjuangan dan pengorbanan, bukan pemberian. Terjadinya negara Indonesia merupakan proses atau rangkaian tahap yang berkesinambungan. Rangkaian tahap perkembangan tersebut digambarkan sesuai dengan keempat alinea dalam pembukaan UUD 1945.

Secara teoretis, perkembangan negara Indonesia terjadi sebagai berikut:


1. Terjadinya negara tidak sekadar dimulai dari proklamasi, tetapi adanya pengakuan akan hak setiap bangsa untuk memerdekakan dirinya. Bangsa Indonesia memiliki tekad kuat untuk menghapus segala penindasan dan penjajahan suatu bangsa atas bangsa lain. Inilah yang menjadi sumber motivasi perjuangan (Alinea I Pembukaan UUD 1945).


2. Adanya perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan. Perjuangan panjang bangsa Indonesia menghasilkan proklamasi. Proklamasi barulah mengantarkan ke pintu gerbang kemerdekaan. Jadi, dengan proklamasi tidaklah selesai kita bernegara. Negara yang kita cita-citakan adalah menuju pada keadaan merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur (Alinea II Pembukaan UUD 1945).


3. Terjadinya negara Indonesia adalah kehendak bersama seluruh bangsa Indonesia, sebagai suatu keinginan luhur bersama. Di samping itu adalah kehendak dan atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Ini membuktikan bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius dan mengakui adanya motivasi spiritual (Alinea III Pembukaan UUD 1945).


4. Negara Indonesia perlu menyusun alat-alat kelengkapan negara yang meliputi tujuan negara, bentuk negara, sistem pemerintahan negara, UUD negara, dan dasar negara.

Dengan demikian, semakin sempurna proses terjadinya negara Indonesia (Alinea IV Pembukaan UUD 1945). Oleh karena itu, berdasarkan kenyataan yang ada, terjadinya negara Indonesia bukan melalui pendudukan, pemisahan, penggabungan, pemecahan, atau penyerahan.

Bukti menunjukkan bahwa negara Indonesia terbentuk melalui proses perjuangan (revolusi). Dokumentasi proses perjuangan dan pengorbanan dalam pembentukan negara ini tertata rapi dalam unsur produk hukum negara ini, yaitu Pembukaan UUD 1945.

—————

Rangkuman

1. Filsafat adalah alat untuk mencapai atau mencari kebenaran sejati. Namun perlu diingat bahwa tidak selamanya filsafat digunakan untuk mencapai kebenaran.
2. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan negara Indonesia
3. Pengertian Pancasila sebagai filsafat pada hakikatnya adalah suatu nilai
4. Nilai adalah suatu penghargaan atau suatu kualitas terhadap suatu hal yang menjadi dasar penentu tingkah laku manusia, karena suatu hal itu berguna (useful), keyakinan (belief), memuaskan (satisfying), menarik (interesting), menguntungkan (profitable), dan menyenangkan (pleasant).
5. Pancasila adalah kumpulan nilai atau norma yang meliputi sila-sila Pancasila sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, alinea IV yang telah ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
6. Bangsa dalam pengertian sosiologis antropologis adalah persekutuan hidup masyarakat yang berdiri sendiri yang masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, dan adat istiadat.
7. Bangsa dalam pengertian politik adalah suatu masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk pada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam. Jadi, meeeka diikat oleh kekuasaan politik, yaitu negara.
8. Unsur-unsur negara adalah: rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat

REFERENSI SUNTING :

**https://rinastkip-wordpress-com.cdn.ampproject.org/v/s/rinastkip.wordpress.com/2012/12/19/bahan-kuliah-filsafat-pancasila

Catatan kuliah ini diberdayakan buat mahasiswa yang memprogramkan Mata Kuliah Filsafat Pancasila, semoga bermanfaat.

Dr.Sudirman, S. Pd., M. Si.

Dosen Filsafat Pancasila

(Visited 787 times, 1 visits today)
Avatar photo

By Sudirman Muhammadiyah

Dr. Sudirman, S. Pd., M. Si. Dosen|Peneliti|Penulis| penggiat media sosial| HARTA|TAHTA|BUKU|

19 thoughts on “Catatan Kuliah : Filsafat Pancasila”
  1. Pancasila sebagai ideologi Negara ,,
    Wajib dan penting dijaga perinividu dan kobarkan dlm sanubari kita supaya indonesia bersatu bermartabat beriman berkeadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia…….AKU RINDU PANCASILA

  2. Ilmu Filsafat mempunya kegunaan adalah sbb
    1. Melatih diri untuk berfikir kritis dan runtuk dan menyusun hasil pikiran tersebut secara sistematik.
    2. Menambah pandangan dan cakrawala yang lebih luas agar tidak berfikir dan bersifat sempit dan tertutup.
    3. Melatih diri melakukan penelitian, pengkajian dan memutuskan atau mengambil kesimpulan mengenai suatu hal secara mendalam dan komprehensif.
    4. Menjadikan diri bersifat dinamis dan terbuka dalam menghadapi berbagai problem.
    5. Membuat diri menjadi manusia yang penuh toleran dan tenggang rasa.
    Terima kasih pak setelah sy membaca sy sedikit mendapatkan gambaran ttg dari ilmu filsafat

  3. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan negara Indonesia.

    Materinya lengkap dan mudah di pahami mi, Terima kasih Pak🙏🏻

  4. salah satu guna ilmu filsafata adalah Melatih diri untuk berfikir kritis dan menyusun hasil pikiran tersebut secara sistematik. Secara umum ilmu filsafat sangat penting di pakai di kehidupan sehari hari. apa lagi seorang mahasiswa yang di tuntut untuk berpikir kritis ( tidak mudah menerima suatu kebenaran)

  5. Alhamdulilah setelah kami membaca materi ini sy sd mendapatkan gambaran atau memahami sedikit terkait ttg ilmu Filsarat .
    Salah satu guna ilmu filssfat adalsh
    Melatih utk berfikir kritis dan sistematis, bersifat toleran dan tenggang rasa
    .

  6. Perkembangan negara Indonesia terjadi sbb:
    1.terjadinya negara tidak sekedar di mulai dari proklamasi,tetapi adanya pengakuan akan hak bangsa untuk memerdekakan dirinya
    2.adanya perjuangan bangsa Indonesia untuk melawan penjajahan
    3.terjadinya negara Indonesia adalah kehendak bersama seluruh bangsa Indonesia, sebagai keinginan luhur bersama
    4.negara Indonesia perlu menyusun alat-alat kelengkapan negara yang meliputi tujuan negara, sistem pemerintahan negara UUD dan dasar negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.