Agus Waspodo

Ketika menjabat sebagai Menteri Agama pada Kabinet Pembangunan III (1978-83), Letjen (Pur) H. Alamsjah Ratu Perwiranegara memandang secara empatik pada Ummat Islam di Indonesia yang menurut beliau masih berada pada kondisi 3K (Kebodohan, Keterbelakangan, dan Kemiskinan).

Untuk menghapus 3K itu Menteri Alamsjah bekerja sama dengan berbagai instansi kepemerintahan untuk meningkatkan kemampuan dasar pada institusi pendidikan Islam seperti pesantren.

Gayung bersambut, Duta Besar Kerajaan Arab Saudi pada tahun 1981 berencana mendirikan Lembaga Bahasa Arab untuk turut andil meningkatkan kemampuan berbahasa Arab Ummat Islam, khususnya lulusan pesantren, agar bisa sekolah lebih tinggi lagi. Menteri Alamsjah setuju akan rencana ini karena ingin melihat Ummat Islam lebih mengerti tentang ajaran agamanya dengan kemampuan berbahasa Arab yang lebih baik.

Namun ada satu kendala yang datang dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang Sedang dijabat oleh Daoed Joesoef (penyandang dua gelar doktor di bidang Keuangan Internasional dan Ekonomi di Universite Paris I Sorbonne, Perancis). Menteri Daoed Joesoef yang turut mendirikan CSIS (Center for Strategic and International Studies) pada tahun 1971 menolak mengeluarkan izin kepada Kedutaan Besar Arab Saudi.

Kita mengetahui bahwa CSIS ini memberikan masukan kebijakan kepada rezim Orde Baru yang banyak merugikan Ummat Islam.

Menteri Alamsjah menilai keputusan itu tidak adil, karena Menteri Daeod Joesoef telah mengeluarkan izin untuk lembaga bahasa serupa bagi Kedubes negara lain seperti Inggris, Perancis, Spanyol, bahkan Russia, dan Jepang. Bahkan, Kedutaan Arab Saudi sudah mengajukan izin sejak dua tahun, namun tidak kunjung mendapat persetujuan.

Padahal Ummat Islam di Indonesia adalah yang terbesar di dunia, walaupun memang kebutuhan mempelajari bahasa Arab masih terbatas di lingkungan pesantren pada waktu itu.

Pada percakapan telepon, Menteri Alamsjah pada biografinya mencatat sebuah respon subyektif dari Daoed Joesoef sebagai berikut “Tidak ada kursus bahasa Arab saja, Ummat Islam sudah fanatik, apalagi kalau diadakan kursus bahasa Arab!”

Demikian pandangan negatif salah satu pendiri CSIS yang juga pejabat tinggi negara atas Ummat Islam di Indonesia sejak 1981.

Menteri Alamsjah juga mencatat dalam biografinya kontroversi kebijakan Menteri Daeod Joesoef sebelumnya yang melarang sekolah libur pada Bulan Ramadhan.

Menteri Alamsjah justru memandang bahwa dengan meningkatnya kemampuan bahasa Arab maka masyarakat Muslim di Indonesia akan semakin dewasa dalam bersiap karena lebih memahami arti al-Qur’an, hadits, serta berbagai buku agama.

Menurut saya, luar biasa pandangan beliau pada tahun 1980an itu mengaitkan antara kemampuan bahasa dengan kepahaman agama serta toleransi antar ummat beragama.

Menteri Alamsjah berusaha mendekati Menteri Daoed Joesoef dengan baik, namun menurut beliau “Daoed Joesoef rupanya sudah memandang apriori (negatif) kepada Islam.” Setelah dilaporkan kepada Presiden Soeharto, beliau mengajurkan untuk berkoordinasi dengan Menko Kesra (Jend. Soerono Reksodimedjo). Dalam rapat gabungan itu kembali penolakan keras ditunjukkan oleh Daoed Joesoef hingga dibalas keras juga oleh Menteri Alamsjah:

“Bahasa Russia dan Bahasa Cina yang negaranya komunis itu boleh diajarkan, mengapa bahasa yang diperlukan oleh 90 persen rakyat Indonesia tidak boleh, mengapa?”

Ketika mengatakan itu, Daoed Joesoef bahkan menginterupsi, sehingga Menteri Alamsjah melayangkan tangannya ke muka Daoed Joesoef hingga terjatuh kaca matanya; untung tidak terjadi bentrok fisik lebih lanjut. Rapat yang sedianya akan dilanjutkan atas usulan Menkokesra (Jend.) Soerono akhirnya dihentikan atas usul Menlu, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja. Beliau dengan bijaksana mengatakan:”Masalah ini menyangkut soal diplomatik, biarlah diambil alih oleh Departmen Luar Negeri.”

Akhirnya izin operasional Lembaga Bahasa Arab (sekarang dikenal sebagai LIPIA) yang awalnya berkedudukan di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, itu dikeluarkan bukan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana mestinya; justru dikeluarkan oleh Departmen Luar Negeri.

Mudah-mudahan benar lulus dari LIPIA ini orang-orang yang mencerdaskan Ummat Islam serta membawa pada pencerahan, persatuan, dan toleransi di dalam tubuh Ummat Islam itu sendiri hingga ke toleransi antar ummat beragama di Republik Indonesia sesuai semangat yang dibawa dalam pembelaan Menteri Agama H. Alamsjah Ratu Perwiranegara.

Agung Waspodo
Depok, 14 Rabi’ul Awwal 1443 Hijriyah

Bahan dari buku * Perjalanan Hidup Seorang Anak Yatim Piatu H. Alamsjah Ratu Perwiranegara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta: 1995, halaman 268-71

(Visited 47 times, 1 visits today)
Avatar photo

By Pipiet Senja

Pipiet Senja, sastrawati Nasional, menulis sejak 1975. Berbagai genre, terutama tentang perempuan. Ribuan cerpen dan ratusan novel telah ditulis, tetapi yang baru diterbitkan sebagai buku 203. Mentor Literasi untuk santri Askar Kauny. Mentor kelas menulis TKI; Hongkong, Malaysia, Singapore, Mesir, Mekkah dlsbnya. Aktivitas Manini 67 tahun dengan lima cucu ini selain menulis, wara-wiri ke rumah sakit sebagai penyintas Thallasemia. Suka diminta Orasi dan baca puisi, sebab ia pun Aktivis 212. Pesannya:"Menulislah yang baik-baik saja, jangan menyesatkan, sebab kelak tulisan kita akan dimintai tanggung jawab. Salam Literasi."

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: