Ini kedua kalinya saya menerbitkan (ulang) novel inspiratif karya Bunda Pipiet Senja, salah seorang penulis profesional Indonesia. Judulnya “Jejak Cinta Sevilla: Kau Bukan Anakku!”. Wow, tragis juga itu subjudulnya?

Sejenak saya berpikir tentang konsep desain sampul novel tersebut. Hmm, tokoh utamanya bernama Garsini Siregar ya? Gadis belia, cerdas, cantik, langsing, jago taekwondo, lalu apa lagi kelebihannya? Oke, awalnya dia selalu berpenampilan tomboi namun kemudian mantap berhijab.

Aku lihat desain sampul novel itu di terbitan pertamanya. Oh tidak, sosok Garsini bukan seperti itu! Lalu, aku amati juga desain sampul novel itu di terbitan keduanya. Oh, apa itu? Seville di Spanyol? Tidak, bukan itu setting tempatnya. Kehabisan ide, aku pun mengirim pesan WhatsApp ke Bunda Pipiet.

“Bun, untuk menghindari kegagalan visualisasi, karena masing-masing orang mungkin punya persepsi sendiri tentang tokoh Garsini, kita hindari menampilkan sosok perempuan pada sampul bukunya.”

“Naskahnya dalam proses difilmkan. Masih nego harga dengan Aditya Gumay.”

“Nah ini dia. Sebaiknya kita hindari visualisasi Garsini, khawatir berbeda jauh dengan sosok di filmnya. Kecuali casting-nya sudah jelas.”

“Iya, jika sudah acc dan dapat pemerannya.”

Saya tidak mengambil kata kunci “cinta” untuk ide grafis. Ini bukan roman picisan, pikir saya. Mantap lah, akhirnya saya ambil konsep grafis dengan memasukkan gambar jejak sepatu. Itu juga yang saya jadikan ikon untuk sedikit mempercantik tata letaknya.

Menyunting naskah Bunda Pipiet itu sangat mudah. Tulisannya sudah rapi, hanya perlu sedikit penyuntingan ringan saja: salah tik atau kata-kata yang masih tidak baku. Selebihnya, bablas seperti halnya nanti para pembalap The ABB FIA Formula E World Championship, Jakarta.

Ada sih hal yang membuat saya sempat bingung dan berakhir dengan tertawa sendiri. Tampaknya, Bunda Pipiet menggunakan fasilitas “Find and Replace” untuk beberapa kata. Aku bingung, apa ini “tercarmilah-carmillah”. Ada lagi “Raihanem” dan “aRaihan”. Alamak, saya tandai saja dulu kata-kata tersebut. Kalau perlu, nanti dikonfirmasi ke Bunda Pipiet.

Setelah menyunting sekian halaman, saya pun tertawa sendiri. Oalah, ternyata Bunda Pipiet mengganti kata “keke” dengan kata “carmilla”. “Terkekeh-kekeh” menjadi “tercarmillah-carmillah”. Kata “Kal” diganti dengan “Raihan”. Pantas saja “akal” menjadi “aRaihan” dan “kalem” menjadi “Raihanem”. Aya-aya wae! Tuh kan, gaya menulis saya sudah terpengaruh oleh gayanya Bunda Pipiet.

“Itulah kenapa penulis tetap memerlukan penyunting,” jawab Bunda Pipiet di pesan WhatsApp.

Oke, sekarang kita bocorkan sedikit ya? Novel ini bercerita tentang pencarian jatidiri seorang dara yang selalu memegang teguh keyakinannya dengan hidup istikamah. Novel ini mengambil latar lintas kota/negara; Depok, Jepang, Perancis, dan Jeddah.

Membawa kepedihan karena pilih kasih ayah, menjadi saksi kekerasan dalam pernikahan orang tuanya, Garsini meninggalkan Indonesia untuk melanjutkan kuliahnya di Jepang. Mimpinya hanya satu: ingin menjadi kebanggaan keluarga besar ayahnya yang selalu melecehkan dirinya dan ibunya.

Jejak langkah Garsini di Negeri Sakura ternyata membawanya ke berbagai komunitas. Mulai dari organisasi kampus, kumpulan para cendekiawan muda, sosialisasi dengan para lansia veteran perang, sampai gerakan bawah tanah imigran Palestina. Karena kesalahpahaman, perjalanan hatinya dengan dokter Raihan yang telah bersemi sejak di tanah air harus putus di tengah jalan. Dia pun mengambil tawaran beasiswa program Magister ke Perancis.

Bagaimana kelanjutan perjuangannya di Negeri Napoleon? Apakah dia berhasil mewujudkan mimpinya? Bagaimana lakon cintanya dengan dokter Raihan, akankah terjalin kembali? Jejak Cinta Sevilla, di sinilah semuanya akan terjawab!

“Wow, sudah masuk bagian terakhir nih. Jadi penasaran ending-nya,” tulis saya di grup WhatsApp Bengkel Narasi. Saya memang sengaja tidak membaca terlebih dahulu naskah novel ini. Ingin surprised saja sambil menyunting dan menata letaknya.

Ending paling sulit bagi sebagian penulis, termasuk saya.

“Tetapi sudah kuduga…” tambah saya.

“Dua pilihan: tragedi atau bahagia,” balas Bunda Pipiet.

“Atau mengambang?” saya menyela. “Biar kayak sinetron Indonesia, ada sambungannya. Tapi nggak kayak sinetron …. (tidak boleh sebut judul) juga, udah ratusan episode tapi ga jelas alurnya,” tambah saya dengan emoticon agak nyinyir.

“Iya sih, kalau sinetron mah lanjutannya sampai anak cucu dari para pemeran utamanya,” timpal Bunda Pipiet.

Aduh, sinetron apa itu yang berjilid-jilid dan pemerannya lintas generasi? “Tersandung” atau “Cinta Parti”? Mbuh, ora urus! Hmm, ini juga nih, gaya bahasa Ghinda Aprilia, penulis buku “Hong Kong, I’m in Hope“.

Oya, novel ini pasti asyik dibaca. Bayangkan, 498 halaman. Kenyang, kan? Eh sebentar, novel ini apakah fiksi atau kisah nyata ya? Saya pikir banyak kesamaan dengan kisah hidup dan keluarganya Bunda Pipiet. Mungkin 50% fiksi dan 50% nyata? Hmm, sabar dulu dong, sedang proses finishing nih. Nanti kalau sudah selesai dicetak, langsung saja pesan novelnya ke Bunda Pipiet ya?

Garsini, maukah kau menjadi istriku? []

(Visited 100 times, 1 visits today)
Avatar photo

By Iyan Apt

Sosiopreneur, Writerpreneur & Book Publisher

2 thoughts on “Spoiler Alert! Novel “Jejak Cinta Sevilla””

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: