Sutono Suto

Judul Buku: 9000 Bintang
Penulis     : Pipiet Senja
Penerbit    : Cakrawala Publishing, Jakarta
Cetakan    : Pertama, Desember 2004
Genre       : Fiksi Islami

Novel 9000 Bintang mengisahkan tokoh bernama Reza Siregar, remaja tampan berusia belasan tahun. Kedua orang tuanya tengah bermasah. Mardo ayahnya selingkuh dengan perempuan lain yang usianya sebaya dengan Zakiyah ( kakak Reza ). Padahal, sang ibu tengah mengidap penyakit lever.

Dengan alasan masa depan, Reza dipaksa tinggal dengan Mardo dan Maria Fransisca ibu tirinya yang kebetulan tinggal dengan Laloan keponakan Maria Fransisca yang judes, angkuh dan sombong. Ditempat tinggal barunya Reza sering di lecehkan, di fitnah oleh Laloan. Sementara Mardo selalu membela Laloan yang sebenarnya bersalah.

Di sekolah, sebagai siswa baru Reza harus menghadapi perlakuan tidak mengenakan dari Edo cs. Meski kondisi dirumah dan di sekolah tidak mengenakan, sekuat mungkin Reza agar tidak gagal  dalam study. Dan usaha keras Reza membuahkan hasil dengan menjadi peringkat ke 3 dari seluruh siswa kelas 1 SMU  saat raport kenaikan kelas dibagikan.

Ketika perjalanan ke kota setelah memperlihatkan nilai gemilang  dan piagam  ke sang mama di kampung, dalam bus yang ditumpangi  ada menuduh Reza sebagai penjambret karena kelicikan penjambret sebenarnya. Tubuh Reza malah dipukul, ditendang, dihajar oleh massa hingga pingsan. Untung Lubenah dan Tuginah menyelamatkan dan merawat Reza. Dan dari sinilah Reza menyaksikan selaksa derita anak manusia.

Tuginah yang terbujuk rayuan hidung belang, Didot yang disodomi bos  preman , Lilis yang diperkosa ayah kandungnya, Ninok si penjambret cilik yang gantung diri gara-gara ditagih SPP dan lain-lain. Dari sinilah Reza sadar bahwa selama ini perang sabil antara dirinya dengan papa dan keluarga mama tirinya tidak seberapa dibanding penderitaan anak-anak dikawasan penghuni Gang Molek.

Kata orang, penulis yang baik adalah penulis yang bisa detail dan lebur dengan karakter yang ditulisnya . Dan ketika saya menyelami novel yang di terbitkan Cakrawala Publishing ini, saya menemukan banyak istilah bahasa prokem yang biasa digunakan remaja masa kini, ada juga istilah – istilah yang biasa digunakan anak-anak remaja penghuni kawasan kumuh khas pinggiran kota yang jcnderung sarkatis.

Seandainya dalam buku tersebut tidak tercantum nama Pipiet Senja, mungkin saya tidak tahu bahwa beliau penulisnya. Maklum sebelum novel 9000 Bintang ini, beberap buku beliau seperti Tembang Lara, Namaku May Sarah, Sutra Ungu, Pilar Kasih, Rembulan Sepasi dan lain-lain kebanyakan menyuarakan ketegaran perempuan, kesabaran menghadapi penderitaan, dan kesedihan yang cenderung melow dan bahasa yang indah.

Saya sedikit kecewa karena seting, plot di Gang Molek hanya muncul d ibab bab akhir novel ini. Tapi sebagaimana Teh Pipiet menulis dengan hati dan semangat tingkat tinggi di antara jadwal transfusi  darahnya, membuat saya terlarut dengan kisah Reza dalam 9000 Bintang.

Entah mengapa setiap saya membaca karya Teh Pipiet, saya selalu teringat  kata pengantar novel Namaku May Sarah, yang pengantarnya ditulis oleh Mbak Helvy Tiana Rosa.

Berikut kutipannya. “Ketika perjuangan May Sarah tuntas anda baca, perjuangan Pipiet Senja  menghadapi Talasemia-nya belum usai. Ia masih menjalani operasi, transfusi darah sambil mengira-ira berapa bukukah yang harus ia tulis untuk membiayai komplikasi sepanjang hidup? Ah, suatu hari, Allah, saya harus setegar perempuan ini. Pungkas HTR.

Ya. Kita, anda, saya memang harus banyak belajar dari beliau, kalau ingin setegar Teh Pipiet Senja.

Edisi Platform

Ya. Kita, anda, saya memang harus banyak belajar dari beliau, kalau ingin setegar Teh Pipiet Senja.

(Visited 156 times, 1 visits today)
Avatar photo

By Pipiet Senja

Pipiet Senja, sastrawati Nasional, menulis sejak 1975. Berbagai genre, terutama tentang perempuan. Ribuan cerpen dan ratusan novel telah ditulis, tetapi yang baru diterbitkan sebagai buku 203. Mentor Literasi untuk santri Askar Kauny. Mentor kelas menulis TKI; Hongkong, Malaysia, Singapore, Mesir, Mekkah dlsbnya. Aktivitas Manini 67 tahun dengan lima cucu ini selain menulis, wara-wiri ke rumah sakit sebagai penyintas Thallasemia. Suka diminta Orasi dan baca puisi, sebab ia pun Aktivis 212. Pesannya:"Menulislah yang baik-baik saja, jangan menyesatkan, sebab kelak tulisan kita akan dimintai tanggung jawab. Salam Literasi."

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: