Oleh: Gugun Gunardi*

Pada saat penulis duduk di bangku kelas 4 SD, kemahiran membaca penulis semakin berkembang. Pada saat itulah kemampuan kognitif penulis mulai meningkat. Mungkin karena kemampuan membaca penulis semakin membaik, maka penulis pun menjadi haus akan bahan bacaan. Selain bahan bacaan, mata ajar sekolah yang dibaca penulis bertambah dengan bacaan majalah “Langensari” yang penerbitannya digagas oleh alm kakakku R.H. Wigandi Wangsaatmadja (kami memanggilnya Kang Ayi).

Selain menggagas penerbitan majalah “Langensari”, alm juga membuka Taman Bacaan “Teja” di rumahnya. Beragam buku bacaan tersedia di taman bacaan yang didirikannya. Mulai dari buku bergambar, cerita tentang “Perang Bharata Yudha”, “Mahabarata”, dan komik lain yang bersifat pendidikan, “Cerita 25 Nabi” dsb. Begitu pun buku roman berbahasa Sunda tersedia di taman bacaan itu.

Penulis sering berkunjung ke rumahnya untuk membaca buku roman berbahasa Sunda yang penulis sukai. Ada buku berbahasa Sunda yang sampai saat ini masih sesekali penulis baca, yaitu buku cerita misteri “Diwadalkeun ka Siluman” karya Ki Umbara dan “Onom Jeung Rawa Lakbok” karya Danadibrata, serta novel “Pipisahan” karya R.A.F.

Buku lain dari cerita petualangan yang tersedia di taman bacaan yang didirikan alm. adalah buku karangan Dr. Karl May, yang pengarangnya sendiri berperan sebagai tokoh Old Saterhand. Buku-buku karangan Dr. Karl May, umumnya berceritera petualangan dia di Benua Amerika yang pada saat itu masih dihuni oleh banyak suku tradisionil Indian. Ceritera favorit karangan Dr. Karl May berjudul “Winetau Kepala Suku Apache”. Ada juga buku bacaan yang dikarang oleh Ko Ping Ho, tapi penulis kurang suka membaca buku itu karena serinya terlalu panjang, sehingga berpuluh-puluh buku serinya harus dibaca.

Di antara buku-buku bacaan tersebut, dihadirkan pula buku-buku terjemahan yang sangat berguna untuk dibaca, sebagai buku sedikit berbau pendidikan politik, yaitu “Upuk Baru” yang ditulis oleh Milo Vanjilas. Buku lain tentang petualang Kahar Muzakar sebagai pentolan NII, yaitu “Meniti Karier Mengikuti Jalan Kiri” ditulis oleh Bahar Mataliu, namun buku-buku tersebut baru boleh dibaca penulis setelah penulis lulus SMA. Termasuk buku “Bendera Revolusi” karangan proklamator kita Ir. Soekarno, baru boleh dibaca ketika penulis telah duduk di bangku kuliah tingkat 2.

Hobi membaca buku alm kakakku yang satu ini (Kang Ayi), terus-terusan ditularkan kepada penulis. Ketika penulis sudah diangkat menjadi dosen di FASA Unpad, penulis mulai mengoleksi berbagai buku tentang kebudayaan dan agama Islam. Buku tentang politik, penulis kurang suka. Kalaupun ada buku tentang politik hanya alakadarnya saja, agar jangan sampai tertinggal oleh berita perkembangan politik.

Hobi mengoleksi buku dan membaca buku, betul-betul menjadi bagian keseharian penulis, yang beliau tularkan. Pelan tapi pasti kebiasaan menulispun alm tularkan pula kepada penulis. Beberapa kali semasa penulis masih kuliah, alm menugaskan kepada penulis untuk menulis tentang berbagai aspek dan keunikan di dalam bahasa Sunda. Tulisan-tulisan karyaku tersebut, alm terbitkan di Majalah Pendidikan PGRI. Dari situlah awal penulis menyukai membuat karya tulis.

Menurut alm “Memang kita tidak bisa hidup dari karya tulis, tapi tulisan yang terus kita lahirkan, akan menghidupkan penulisnya”. Filosofi tersebut sangat… sangat… penulis rasakan. Dengan banyak tulisan yang tertampung di Google Chrome dengan akun “gugun gunardi”, ternyata ada juga yang membaca tulisanku, dan ujungnya mengundang penulis untuk menjadi narasumber. Bisa jadi, ketertarikan Rektor Universitas Al Ghifari untuk merekrut penulis menjadi pengajar tetap di lembaga tersebut, bukan saja karena persahabatan, tapi mungkin kemauan penulis untuk terus menulis. Terbukti sekarang diberi tugas untuk mengelola Unfari Press sebagai Nakhodanya.

Sebetulnya alm kakakku Kang Ayi mewarisi talenta seni dari orang tuaku. Bapakku penggesek rebab dan pemetik kecapi yang cukup andal. Begitu pun Ibuku orangnya suka menyinden, meskipun tidak terkenal. Alm kakakku adalah seorang koreografer, tercatat tari ulin-ulinan sebagai hasil karyanya, dan karya besar alm adalah sebagai sutradara Ramayana Versi Jawa Barat, yang dipagelarkan pada tahun 1971 di Pandaan Mataran. Namanya pun “Wigandi Wangsaatmadja” tercatat dalam “Ensiklodia Sunda”, yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2021 oleh Toyota Foundation, dan dikomandoi oleh Prof. Dr. Ayip Rosidi.

Memang tulisanku belum sebaik para master penulis di Tatar Sunda, seperti Prof. Dr. Ayip Rosidi, Dr. Yayat Hendayana, Drs. H. Taufik Faturochman, Kang Tatang Sumarsono, Tèh Pipiet Senja. Tetapi karya tulisku yang tersimpang di Google Chrome, memudahkan para mahasiswaku untuk mencari materi mata kuliah yang penulis bina, manakala mereka mendapatkan tugas dari penulis.

Yang lebih memberi arti manakala tulisanku diterbitkan, adalah perasaan bahagia yang dirasakan penulis, apalagi kalau ada yang mengomen tulisanku. Tandanya mereka tertarik untuk membaca tulisanku. Menanyakan sesuatu masalah yang ada di dalam tulisanku, senang sekali rasanya.

Sekarang, setelah penulis pensiun dari Unpad, aktivitasku selain mengajar di Universitas Al Ghifari, adalah menulis, dan menulis apa saja yang terlintas dalam pikiran, selalu dituangkan dalam karya tulis. Kadang-kadang sesekali membuat video mix untuk di posting di chanell youtube “AG Studio, dan Pajajaran” milik penulis.

Terima kasih Kakakku dan Guru menulisku “R.H. Wigandi Wangsaatmadja” (Kang Ayi), yang telah mewariskan ilmunya sehingga sampai saat ini, meskipun penulis sudah pensiun dari Unpad, penulis masih tetap beraktivitas, masih eksis, masih tetap mengajar, dan selalu ada kegiatan.

Semoga Kang Ayi mendapatkan tempat terindah di Surga Alloh.

Aamiin Yaa Rabbal Alamiin.

*Penulis: Dosen tetap FASA Universitas Al Ghifari Bandung.

(Visited 89 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: