Oleh : Muhammad Sadar*

Empat belas abad yang silam; Allah Swt telah memerintahkan manusia untuk menulis sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surah Al-Qalam (1) yang artinya “Demi Pena/Kalam dan apa yang mereka tulis.” Surah ini termasuk golongan surah-surah makkiyah. Surah Al-Qalam tersebut diturunkan sesudah surah Al-‘Alaq sebagai surah pertama yang memerintahkan manusia lebih awal untuk membaca. Literasi menulis tentunya dimulai dengan aktivitas membaca. Membaca dalam arti luas yaitu membaca alam, menganalisis kejadian atau peristiwa, melihat dan mengamati isu-isu aktual yang berkembang, reportase serta membuat resume yang dituangkan dalam sebuah tulisan.

Menurut Muhammad Naquib Al-Attas di IISTAC (The International Institute of Islamic Thought and Civilization), bahwa zaman ini merupakan era ghazwul fikri (perang pemikiran). Suatu era di mana terbitnya berbagai karya tulis dengan ragam aliran mazhab terutama yang paling populer adalah pemikiran liberal oleh kaum orientalis. Oleh karena itu budaya menulis sangat penting dipopulerkan untuk mengcounter hegemoni para pemikir barat yang mampu mempengaruhi peradaban dunia.

Suksesnya literasi menulis tidak serta merta lahir begitu saja. Potensi tersebut diawali oleh ketekunan dan berproses sekian lama yang tentunya melalui kegiatan membaca buku, majalah, artikel, jurnal, dan dukungan referensi lainnya. Sehingga pada saatnya kemampuan diri bisa dieksplorasi untuk mengaktualisasikan diri. Rujukan buku bagi seorang penulis merupakan starting point dan key word untuk mengkomparasikan ide, gagasan dan pandangan. Kitab/buku merupakan bagian dari inspirasi untuk menulis.

Frase Cinta dalam tulisan ini adalah cinta dunia literasi menulis yang akan menemukan paling kurang tiga unsur ghirah kebahagiaan yaitu (1) kebahagiaan spiritualis adalah anugerah kemampuan oleh Tuhan dalam memaksimalkan olah hati untuk mendesain sesuatu yang akan dikerjakan untuk mengambil keputusan. (2) kebahagiaan intelektualis adalah anugerah aktualisasi dan eksistensi diri dalam olah pikir untuk mengambil sikap. (3) kebahagiaan sosiologis adalah anugerah untuk melakukan interaksi dari berbagai kalangan dalam olah rasa untuk mengambil tindakan yang terukur, moderat dan penuh toleransi.

Perpaduan unsur kebahagiaan ini yang didorong dan direkonstruksi kembali oleh kekuatan Cinta, sehingga berlaku idiom yang menyatakan kusempurnakan pesona tulisan berdasarkan olah hati, olah pikir dan olah rasa yang pada gilirannya akan meraih tahta derajat penulis hebat yang akan melahirkan penulis kembali serta karya tulis yang proper dan qualified hingga memantaskan diri sebagai anak bangsa yang berprestasi. (Salam Pena)

*Dutungan Island
Barru,11 Muharram 1445 H

(Visited 120 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.