Oleh: Gugun Gunardi

Lagu Cinta Monyet
Cipt: Is Hariyanto
Vocal: Tetty Kadi

Alphonsius Is Haryanto, lebih dikenal sebagai Is Haryanto (22 Agustus 1940 – 26 Mei 2009) adalah pemusik dan penulis lagu Indonesia. Bersama dengan band Favourite’s Group (sebagai pemain drum dan kadang-kadang pengisi vokal) ia menyemarakkan blantika musik Indonesia tahun 1970-1980-an. Selain dengan Favourite’s, Is pernah membuat proyek bersama Harry Toos di bawah nama Two Faces.

Maria Tetty Kristanti Kadi (lahir 3 April 1952) adalah seorang pemeran, penyanyi dan politikus Indonesia. Sebelum berkarier di dunia politik, ia dikenal sebagai seorang penyanyi yang meraih masa keemasannya di era 1960-an hingga 1970-an dengan beberapa lagu hit. Lagunya yang paling populer berjudul Sepanjang Jalan Kenangan, turut melambungkan namanya di belantika industri musik Indonesia saat itu. Ia juga sempat bermain dalam beberapa judul film layar lebar. Tiga dari enam anaknya turut mengikuti jejaknya berkarier di industri musik Indonesia dengan membentuk sebuah grup musik beraliran pop, Numata yakni Duhita Panchatantra (Tantra), Simhala Avadana (Mhala) dan Mahavira Wisnu Wardhana (Inu).
Tetty Kadi adalah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Masa jabatan
1 Oktober 2009 – 30 September 2014 Daerah pemilihan Jawa Barat.

Kajian Teori

Kridalaksana (2001) menyatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hirearki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.
Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap.

Henry Guntur Tarigan (dalam Setiawan, 2006:2) mengatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis.

Jadi bisa disimpulkan bahwa analisis wacana adalah suatu kegiatan untuk mengkaji suatu satuan bahasa yang terlengkap untuk menghasilkan pengertian yang mendalam.

Menurut Sumarlam dkk. (dalam buku Analisis Wacana, 2004) analisis wacana ada 2 jenis, yaitu; 1) analisis wacana tekstual, yaitu analisis yang bertumpu pada teks unsur-unsur bahasa yang ada dalam wacana, dan 2) analisis wacana kontekstual yang bertumpu pada analisis prinsip-prinsip.
Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah :

· Prinsip penafsiran personal
Prinsip penafsiran personal berkaitan dengan siapa yang menjadi partisipan di dalam suatu wacana. Dalam hal ini, siapa penutur dan siapa mitra tutur sangat menentukan makna sebuah tuturan. Halliday dan Hasan (dalam Sumarlam, 2004: 98) menyebut penutur dan mitra tutur atau partisipan dengan istilah “pelibat wacana”. Pelibat wacana biasanya menunjuk pada orang-orang yang berperan dalam wacana, kedudukannya, jenis hubungan perannya, ciri fisik dan non-fisik, serta emosi penutur dan mitra tutur.

· Prinsip penafsiran lokasional
Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana.

· Prinsip penafsiran temporal
Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Berdasarkan konteksnya dapat menafsirkan kapan atau berapa lama waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses).

· Prinsip analogi
Pemahaman wacana lirik lagu melalui berbagai prinsip penafsiran dan analogi tentu saja perlu mempertimbangkan faktor-faktor penting yang melatarbelakangi terciptanya lagu tersebut, baik faktor sosial, situasional, kultural, maupun faktor pengetahuan tentang dunia.

Dalam tulisam ini lirik lagu “Cinta Monyet” karya Is Haryanto, akan dianalisis dari sudut pandang wacana kontekstual.

Pembahasan

Lirik lagu “Cinta Monyet” sebagai berikut. Setiap baris lirik sengaja diberi nomor untuk memudahkan analisis.

1) Yang satu lempar pandangan
2) Yang lain balas senyuman
3) Terjadi dalam remaja
4) Tetapi belum cukup umurnya

5) Malu – malu untuk bertegur sapa
6) Ragu – ragu saling bertanya nama
7) Namun jantung hati masing – masing berdebar
8) Seolah cinta terasa mulai mekar

9) Mulailah surat – suratan
10) Berisi penuh pujaan
11) Anehnya tuk menyampaikan
12) Minta tolong pada seorang teman

13) Siang malam tidak dapat tidur
14) Tunggu – tunggu balasan suratnya
15) Tapi bila tak kunjung datang balasannya
16) Esoknya mereka tak bertegur sapa

Intro …

17) Cinta monyet cinta anak ingusan
18) Cinta monyet cinta umur belasan
19) Seakan mati kalau tak jumpa sehari
20) Jila putus cinta ingin bunuh diri.

. Prinsip persona:
Dari lirik yang dipaparkan di atas, dapat dijelaskan sebaga berikut;
Priinsip persona ada di baris; (1) yang satu dan yang lain, (3) remaja, (4) umurnya, (7) masing-masing, (12) seorang teman, (14) suratnya, (15) balasannya, (16) mereka, (17) anak ingusan.

Pada dasarnya persona yang muncul dan diceritakan dalam lagu tersebut adalah persona 3 jamak, yaitu (16) mereka. Akan tetapi persona 3 jamak tersebuat berkait erat dengan dengan persona di (1) yang satu dan yang lain, (3) remaja, (17) anak ingusan. Jadi, mereka itu adalah anak remaja, yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi umurnya belum cukup, sehingga dikatakan sebagai cinta anak ingusan, oleh sebab itu untuk mewujudkan percintaanya membutuhkan orang lain (12) teman.

. Prinsip lokasional:
Prinsip lokasional yang ditemukan pada lirik lagu di atas adalah; (3) dalam remaja. Jadi, apa yang diceritakan dalam lagu tersebut, terjadi dalam lingkungan remaja. Maka, kalau ada yang bercintanya seperti itu, sama dengan bercintanya kaum remaja.

. Prinsip temporal:
Prinsip temporak yang ditemukan adalah; (4) belum cukup umurnya, (13) siang malam, (14) tunggu-tunggu, (16) esoknya, (19) seakan mati, (20) tak jumpa sehari.

Jadi, apa yang dilakukan orang yang belum cukup umurnya, sehingga pikirannya terganggu siang dan malam, mereka saling menunggu apa yang akan terjadi esoknya, dunia ini menjadi terasa sempit bagi mereka, sehingga kalau putus cinta ingin bunuh diri.

. Prinsip analogi:
Pada prinsip analogi, cinta yang terjadi pada anak remaja itu diistilahkan sebagai cinta anak ingusan, atau cinta bocah kecil yang hanya suka-suka saja. Belum tahu arti yang sebenarnya dengan cinta, tidak terpikirkan bahwa dalam cinta itu ada tanggung jawab. Maka, pengarang lagu menganalogikan cinta anak ingusan, atau cinta bocah kecil itu sebagai cinta monyet. Padahal pada kenyataannya monyet kalau bercinta itu mengikuti naluri syahwatnya saja, tidak ada tanggung jawab setelahnya. Begitulah cinta anak ingusan hanya mengikuti desakan syahwat saja, tidak terpikir kelanjutan dari setelah bercinta harus bagaimana.

Penutup

Lagu gubahan Is Haryanto yang dinyanyikan Tetty Kadi ini, kalau melihat susunan frase dan kalimat yang dibuat tidak terlalu sulit untuk dimaknai, bisa jadi penggubah lagu memang sangaja memudahkan gabungan kata dan kalimat yang dibuat agar mudah dipahami oleh khalayak umum.

Pilihan kata atau diksi yang digunakan pun, diksi yang dikenal dalam bahasa sehari-hari. Sehingga penikmat lagu dapat dengan mudah mengambil pelajaran dari lagu tersebut untuk diinfokan kepada anak-anak remaja. Lewat diksi yang dipakai, si penggubah ingin memberikan pembelajaran dengan cara yang santai, tidak susah-susah memaknai. Meskipun lagu ini dirilis pada dekade tahun 70-80 an, tapi sisi pendidikan untuk anak-anak remaja masih relevan.

Pustaka rujukan:
Budi Setiawan. 2006. Analisis Wacana. Surakarta: UNS.
Kridalaksana, 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sumarlam, dkk. 2003. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra.
__. 2004. Analisis Wacana. Bandung: Pakar Raya.

Penulis:
Dosen Tetap Unfari Bandung.

(Visited 126 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.