Oleh: Gugun Gunardi*

Pengantar

Lirik Lagu
Halo-halo Bandung
Gubahan:
Ismail Marzuki

Halo-hali Bandung
Ibu Kota Periangan
Halo-halo Bandung
Kota kenang-kenangan
Sudah lama beta tidak berjumpa dengan kau
Sekarang telah menjadi lautan api mari bung rebut kembali.

Lagu “Halo-halo Bandung”, lagu yang sudah sangat dikenal di telingan kita. Sejak di sekolah SD kelas 1, tahun 1964 lagu inilah dilatihkan kepada kami yang bersekolah di Tatar Sunda, terutama di Bandung untuk memulai pelajaran. Dengan birahma musik yang mars, menghentak, membuat semangat para pelajar, tergugah untuk mencintai Kota Bandung yang pernah menjadi lautan api, serta semangat perjuangan yang tergores di dalam lirik lagu “Halo-halo Bandung” tersebut.

Sang Pencipta, menciptakan lagu ini tentu ada maksudnya. Selain ingin mengulas sejarah Bandung yang pernah mengalami situasi seperti tergambar di dalam lirik lagu, juga bisa jadi dimaksudkan untuk membangkitkan semangat perjuangan bagi para generasi penerus bangsa Indonesia, dari gangguang pihak lain terhadap negeri seribu pulau ini.

Saat berbaris untuk olah raga gerak jalan, hampir dipastikan lagu yang satu ini dinyanyikan bersama. Menghentak mengikutu irama langkah peserta gerak jalan, bersemangat, enak didengar, mudah dinyanyikan, bernuansa perjuangan.

Pembahasan

Baru-baru ini beredar lagu yang birahma musiknya sama dengan lagu “Halo-halo Bandung”, dan sudah beredar luas di kanal youtube, yaitu lagu “Halo Kualalumpur”, dengan lirik lagu yang disusun sesuai kebutuhannya untuk apa? Kita tidak tahu arahnya, hanya yang jelas birahma musiknya sama persis dengan lagu “Halo-halo Bandung”, lirik lagu “Halo Kuakalumpur” tersebut sebagai berikut:

Hello Kuala Lumpur
Ibu kota keriangan,
Hello Kuala Lumpur
Kota Kenang-kenangan,
Sudah lama aku
Tidak berjumpa denganmu,
Sekarang sudah semakin maju,
Aku suka sekali.

Kalau melihat lirik lagu tersebut, hanya sekedar bercerita tentang sebuah kota yang bernama “Kualalumpur”, tidak ada pesan lain selain pesan tersebut. Apalagi pesan sejarah, dan atau pesan perjuangan yang disampaikan lewat lagu tersebut tidak ada sama sekali.

Sangat berbeda dengan lagu “Halo-halo Bandung” yang kental dengan nuansa kesejarahan, serta membawa pesan perjuangan bagi para pelantun lagu tersebut ketika dinyanyikan bersana-sama. Lagu tersebut membangkitkan semangat juang, serta menggambarkan apa yang terjadi dengan kota Bandung di masa lalu. Hal tersebut tentu saja memberikan informasi yang positif kepada para penyanyi yang menyimak makna lirik lagu tersebut secara mendalam.

Lagu “Halo Kualalumpur”, dengan lirik seperti di atas, bisa jadi tidak ada yang perlu dipermasalahkan, jika saja ritme musiknya tidak sama dengan ritme musik lagu “Halo-halo Bandung”. Berhubung, ritme musik “Halo Kualalumpur”, sama persis dengan ritme musik “Halo-halo Bandung”, maka bagi siapapun yang kenal baik dengan lagu “Halo-halo Bandung”, mendengar selintas pun lagu “Halo Kualalumpur”, akan langsung menuduh bahwa lagu tersebut menjiplak dari lagu “Halo-halo Bandung”, ciptaan Ismail Maezuki. Sebab, lagu “Halo-halo Bandung”, sudah menjadi milik Bangsa Indonesia, dan suka dunyanyikan oleh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Entah siapa yang menjiplak lagu “Halo-halo Bandung menjadi lagu “Halo Kualalumpur”, apapun tujuannya, telah melanggar Hak Kekayaan Intelektual, yang merupakan milik Bangsa Indonesia.

Tentu saja bagi yang memahami mengenai hak kekayaan intelektual, mereka akan menghormati keberadaan atas penciptaan lagu “Halo-halo Bandung”. Akan tetapi, bagi mereka yang tidak memahami mengenai hak kekayaan intelektual, dengan sengaja akan mengabakannya.

Penutup

Beberapa kali sudah karya anak Bangsa Indonesia diklaim oleh bangsa lain. Tercapat, Seni Reog Ponorogo pernah diakui sebagai milik dari karya seni negara tetangga kita. Kemudian, keris yang sekarang sudah diakui menjadi warisan dunia oleh UNESCO, juga pernah diklaim milik mereka. Demikian pun Batik, pernah diklaim juga oleh mereka. Berikutnya, baju Kebaya yang betul-betul milik bangsa kita, sekarang menjadi milik bersama Indonesia dan Malaysia.

Memang ada bentuk karya seni yang tidak dapat mereka klaim, seperti Angklung, yang diakui oleh UNESCO sebagai warisan bangsa Indonesia. Tetapi banyak sekali warisan budaya-seni bangsa Indonesia, yang rawan diklaim dan dijiplak oleh bangsa lain, jika tidak segera dibuat hak cipta dan hak kekayaan intelektualnya.

Indonesia adalah negeri seribu pulau, negeri beribu bahasa, dan negeri beribu budaya-seni. Agar kekayaan bahasa dan budaya-seni yang kita miliki, tidak diambil oleh bangsa lain, maka kita bersama harus menjaganya, melestarikannya, memeliharanya, serta dari sekarang dibuat hak kekayaan intelektualnya, agar tidak diambil bangsa lain.

*Dosen Tetap Fakultas Sastra Universitas Al Ghifari.

(Visited 52 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.