Oleh: Sabrie Mustamin
Kalaupun air laut menjadi tinta pena, itu pun tidak cukup untuk dipakai menuliskan kasih dan cinta seorang ibu kepada anaknya. Ungkapan kata dan kalimat tidak mampu untuk melukiskan kasih dan cinta seorang ibu. Bahkan, jika ada pilihan antara hidup dan mati, ibu akan memilih mati duluan daripada melihat dan menyaksikan anaknya mati.
Kasih tak terlukiskan, dan syair para pujangga pun tak mampu mengungkapkannya. Hanya ada satu kata kasihnya, yaitu melebihi kasih dan cintanya kepada dirinya sendiri.
Terimah kasihku yang tak terhingga kepada ibuku, perempuan tangguh yang tidak pernah mengeluh dan selalu bersabar dalam semua keadaan. Doa-doaku senantiasa menyertai hari-hariku, semoga engkau bahagia disisi-Nya.
Ibu yang sabar, tabah, dan berani itulah sosok ibu yang melahirkanku ke dunia. Sejak kecil, aku selalu dilindungi dari semua gangguan dari mana pun datangnya. Suatu ketika, kakak perempuanku melapor ada yang menggangguku. Ibu seketika marah besar dan memberi tamparan keras kepada orang itu.
Di samping melindungiku, ibu juga mengajarkan adab dan sopan santun. Setiap ada kesempatan, Ibu selalu perpesan kepada kami anak-anaknya dengan bahasa Bugis, “Ade mitu nariassekki tau, narekko dena gaga ademu tannianotu tau.” Kurang lebih artinya, “Manusia hanya dapat dilihat dari adabnya, jika tidak punya adab bukan lagi manusia.”
Jadi bagi Ibu, adab yang membuat kita jadi manusia. Jika manusia kehilangan adab, sejatinya kita bukan lagi manusia.
Itulah pesan Ibu yang kupegang dari dulu, sekarang, dan insyaAllah sampai akhir. Bagiku, pesan itulah yang menjadi warisan termahal yang kupelihara, kujaga, dan kupupuk dalam menjalani kehidupan. Alhamdulillah, pesan Ibu itu laksana kain layar perahu pinisi yang mengantarkanku mengarungi gelombang kehidupan hingga saat ini. []
*Anggota DPRD Kabupaten Kolala Utara dan penggiat literasi menulis.
Luar biasa Cinta IBU…
Rabbi ghefirli wawali dayya war hamhuma kama rabbayani shagira…