Pipiet Senja
Ngopay pamungkas di kontrakan 10 bulan. Belum berakhir tempo kontraknya, dijual oleh yang empunya kontrakan.
Sementara rumah KPR Butet belum layak huni. Baru bisa dihuni akhir November.
Butet memutuskan cari kontrakan sementara. “Kasihan, Mama seperti diteror lihat yang punya kontrakan minta kita pindah,” ujarnya sambil mengusap-usap punggungku.
“Maafkan Butet yang belum bisa membahagiakan Mama, sandang pangan yang mapan,” lanjutnya.
Kutahan air bening yang berjejalan di sudut-sudut mataku. Justru aku merasa bersalah, sebagai ibu yang lemah. Kulihat teman-teman sebaya mewariskan rumah, harta untuk anak cucu.
Sedangkan diriku ini, duh, bolak-balik terus ke rumah sakit. Merepotkan anak terus, sebentar-sebentar minta dikirim dana buat berobat. Tak semua dikover BPJS, Bro.
Seriuus, sedih aku tuh, Tuhan!
Catatan dukalara atau cinta ini, masih terus berlangsung.
Bayangkan, pindah kontrakan 4 kali dalam dua tahun ini.
Bayangkan juga, bagaimana riweuh, paciweuhna ieu nini-nini tos bau kubur teh.
“Sigana engke mun pindahan deui teh ka Kampung Akherat Manini Qania mah, eung?” gumamku sendirian, saat menutup kardus buku dengan lakban.
Mana sambil wara-wiri ke rumah sakit pula. Ikutan pindah rumah sakitnya.
Ya Allah, tetap harus bersyukur. Masih bisa jalan sendiri jualan buku, ke pengajian emak-emak, bikin sarapan, angkag ingkig ka warung.
Bersyukur karena masih punya sahabat berhati mulia. Mereka yang dengan mudah mengirimkan tali kasihnya.
Ada yang memang kenal baik pernah jumpa. Namun ada juga yang baru kenal melalui medsos.
Semoga pahala Surga dan rezeki sahabatku semakin berlimpah, penuh keberkahan.
Sudah dulu curcolannya, ya, Betsie. Kembali urusan ngepak sambil nunggu bala bantuan.
Tag Ahmad Hilal
Sri Rahayu Wilujeng
Artha Julie Nava
Itje T Setiawati
Heni Handayani
Nebeng Saribanon
Maya Rasyid
Banyak lagi yang tak bisa kusebutkan satu satu.