Oleh: Muhammad Sadar*

Planet bumi yang dihuni umat manusia saat ini telah mengalami berbagai transformasi kosmik di alam semesta, baik sebelum penciptaan makhluk maupun setelah manusia mendiaminya. Mungkin ribuan bahkan jutaan tahun yang lampau berbagai peristiwa alam yang terjadi secara destruktif maupun bencana ekologis lainnya membuat rupa bumi seperti kondisinya masa kini. Perkembangan peradaban manusia dengan penemuan teknologi proses produksi kebutuhan manusia membuat kapasitas bumi merosot. Berbagai intervensi dan tekanan lingkungan sehingga daya dukungnya mulai menurun.
Dinamika populasi manusia seakan mendominasi ruang hidup bumi yang berdampak terhadap kebutuhan primer umat manusia.

Masyarakat dunia mulai menyadari isu kemerosotan kualitas lingkungan hidup sejak KTT Bumi di Stockholm tahun 1972. Dua puluh tahun berikutnya, pada KTT Bumi di Rio de Jeneiro 1992, dunia mengakui bahwa kemerosotan kualitas lingkungan hidup itu berkaitan erat dengan kegiatan pembangunan yang tidak berkelanjutan.

Sejak saat itu, isu lingkungan menjadi agenda global hingga KTT Bumi di Johannesburg. Pada KTT tersebut membahas tantangan-tantangan baru dan menggelorakan kembali komitmen-komitmen politik pemerintahan di dunia dalam proses pembangunan berkelanjutan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2004).

Ketika pembangunan harus berlanjut, maka ada tiga pilar pembangunan yang diidentifikasi masyarakat dunia mutlak penting ditangani, yaitu: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan perlindungan lingkungan hidup. Sementara itu, tingkat kemiskinan yang ada perlu diturunkan. Demikian juga pola produksi dan konsumsi yang bertentangan dengan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan harus diubah, sedangkan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang merupakan basis pembangunan ekonomi dan sosial tidak bisa tidak harus dikelola secara bertanggung jawab.

Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan meliputi:

  1. Penurunan tingkat kemiskinan;
  2. Kepemerintahan yang baik dan masyarakat madani;
  3. Pendidikan, kesehatan, dan tata ruang;
  4. Sumber daya air, energi, dan sumber daya mineral;
  5. Pertanian dan keanekaragaman hayati;
  6. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
  7. Produksi dan konsumsi; dan
  8. Pendanaan dan kelembagaan.

Khusus di sektor pertanian, disinyalir sebagai salah satu sektor yang paling berkontribusi terhadap pemanasan global atau peningkatan efek gas rumah kaca dengan tidak menafikan sektor lain seperti emisi gas buang sistem transportasi, limbah ternak dan industri, pabrik maupun perlakuan sektor manufaktur serta jasa lainnya.

Mengutip beberapa hasil kajian bahwa gas metana yang daya efek gas rumah kacanya 25 kali karbondioksida berperan 20 % dalam efek gas rumah kaca global,10 % dari peran itu berasal dari usaha tani padi. Gas metana dihasilkan oleh pembusukan anaerobik bahan organik pada lahan pertanian padi yang digenangi air.

Teknologi penghematan air dengan model pengairan berselang dan pengeringan silih berganti atau dikenal AWD ( Alternate Wetting and Drying ) bisa menurunkan emisi gas metana sekitar 60-90%. Namun sebaliknya, sistem AWD menyebabkan kenaikan emisi gas oksida nitrit yang efek rumah kacanya 300 kali lebih kuat dari karbondioksida. Komponen ini dihasilkan oleh kombinasi ekses nitrogen dalam tanah di lahan yang tidak jenuh. Solusi untuk mengurangi emisinya adalah melakukan penghematan air dengan manajemen hara sehingga sisa nitrogen bisa dikurangi.

Sudah mafhum diketahui bahwa jika terjadi peningkatan kadar CO2 di atmosfer akan berakibat buruk terhadap lapisan ozon. Degradasi lapisan ozon di atmosfer menyebabkan kekuatan filterisasi ultraviolet matahari ke bumi menjadi berkurang sehingga paparan sinar tersebut akan langsung menuju bumi yang berdampak terhadap kesehatan manusia.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi terperangkapnya emisi gas CO2 di bumi adalah mengurangi deforestrasi (land clearing bakar lahan) melalui cara mengganti atau menumbuhkan kembali vegetasi alami di bumi. Penanaman pohon merupakan langkah tepat sebagai tindakan penyadaran kolektif untuk merehabilitasi lahan yang telah dikuras tegakan pohonnya.

Pada tingkat lokal Kabupaten Barru, Senin 22 April 2024, sebagai momentum Hari Bumi Sedunia dilaksanakan event Gerakan Tanam Pohon Serentak yang dipimpin oleh Bupati Barru. Dengan pelibatan segenap OPD dan dihadiri oleh jajaran Forkopimda Barru serta partisipasi masyarakat, Bapak Bupati Barru Ir. H. Suardi Saleh, M.Si. secara simbolis menanam pohon jenis Tabebuya. Gerakan ini serentak dilakukan di level kecamatan hingga desa dengan aktivasi berbagai lapisan masyarakat, camat, lurah, kepala desa, ASN, TNI/POLRI, guru, pramuka, kelompok tani, mahasiswa, dan ormas lainnya.

Aksi penanaman pohon dilakukan secara serentak di wilayah Kabupaten Barru dengan berbagai jenis pohon dan komoditas pertanian antara lain kelapa, kopi ,durian, sukun, dan mahoni. Aksi tanam pohon serentak bertujuan untuk menghijaukan kembali lahan-lahan yang kurang produktif agar bisa kembali optimal serta kehadiran vegetasi baru tersebut mampu berproses dan berfungsi sebagai industri karbon alami.

Isu pengembangan pertanian rendah karbon saat ini menjadi sebuah tren kecendrungan dalam mengatasi peningkatan efek gas rumah kaca dari sektor pertanian. Penerapan agriculture low carbon bisa dilakukan dalam rekomendasi penggunaan varietas padi rendah karbon. Penelitian terakhir telah menemukan beberapa varietas unggul baru padi berpotensi rendah karbon untuk kelanjutan budidaya dengan berbagai tingkat emisinya.

Menurut Wihardjaka & Sarwoto (2014), varietas Inpari 17 dan Inpari 18 merupakan kultivar padi yang berdaya hasil tinggi dan rendah emisi metana dengan indeks emisi metana masing-masing 0,01 kilogram CH4 per kilogram gabah. Varietas lain yang tergolong rendah emisi gas metannya adalah varietas IR 64,Situ Bagendit, Ciherang, Inpari 20, Inpari 14, dan Inpari 15. Sedangkan menurut Finsa Dwi Arisandi dkk (2018), padi dengan emisi gas metana rendah memiliki karakter penciri biomassa sedikit, luas rongga aerenkima akar sempit, dan morfologi ketegaran batang dan daun yang lemah. Varietas Inpari 13 dan Mekongga mengemisikan gas CH4 tergolong rendah. Semua varietas unggul baru tersebut bisa digunakan dalam teknologi budidaya padi sebagai penerapan pertanian rendah karbon untuk mengatasi efek gas rumah kaca yang ditimbulkan dari pertanaman padi di lapangan.

Penulis berkehendak me-refresh kembali secara garis besar “PRINSIP-PRINSIP PIAGAM BUMI” Den Haag, 29 Juni 2000, antara lain:

I. Menghormati Bumi dan Memelihara Komunitas Kehidupan.

  1. Menghormati bumi dan keanekaragaman kehidupan di dalamnya;
  2. Memelihara komunitas kehidupan dengan pengertian,kasih sayang dan cinta;
  3. Membangun masyarakat demokratis yang adil, berperan aktif,
    berkelanjutan, dan damai; dan
  4. Mengamankan kekayaan dan keindahan bumi untuk generasi sekarang dan mendatang.

II. Keutuhan Ekologi

5. Melindungi dan memulihkan keutuhan sistem ekologis bumi, khususnya keanekaragaman hayati dan proses-proses alami yang menunjang kehidupan;

6. Mencegah kerusakan sebagai cara terbaik dalam melindungi lingkungan dan bila pengetahuan terbatas diterapkan pendekatan kehati-hatian secara dini;

7. Mengadopsi pola produksi, konsumsi, dan reproduksi yang menjaga kemampuan regenerasi bumi, hak-hak asasi manusia dan kesejahteraan masyarakat; dan

8. Meningkatkan studi tentang keberlanjutan ekologi serta memajukan pertukaran yang terbuka dan penerapan secara meluas pengetahuan yang diperoleh dari studi tersebut.

III. Keadilan Sosial dan Ekonomi

9. Memberantas kemiskinan sebagai keharusan etika, sosial dan lingkungan;

10. Menjamin bahwa seluruh aktivitas dan pranata ekonomi di segala tingkatan akan mendukung pengembangan manusia secara adil dan berkelanjutan;

11. Menegaskan kesetaraan dan keadilan gender sebagai prasyarat pembangunan berkelanjutan dan menjamin akses universal terjadap pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kesempatan ekonomi; dan

12. Menjunjung tinggi hak untuk semua, tanpa perbedaan demi terwujudnya lingkungan alam dan sosial yang mendukung martabat manusia, kesehatan fisik dan kesejahteraan spritual dengan perhatian khusus bagi hak-hak masyarakat adat dan kelompok minoritas.

IV. Demokrasi,Tanpa Kekerasan dan Perdamaian.

13. Memperkuat lembaga-lembaga demokrasi di setiap tingkatan dan mengharuskan transparansi dan pertanggunggugatan pada setiap kepemerintahan, partisipasi terbuka dalam pengambilan keputusan, dan akses terhadap keadilan.

14. Mengintegrasikan ke dalam pendidikan formal dan pembelajaran seumur hidup, pengetahuan, nilai- nilai dan keadilan yang dibutuhkan untuk hidup yang berkesinambungan;

15. Memperlakukan semua makhluk hidup dengan rasa hormat dan pengertian; dan

16. Memajukan budaya toleransi, antikekerasan, dan perdamaian.

Piagam Bumi sebagai dokumen hidup yang mengandung nilai-nilai universal kemanusiaan, kesetaraan dan keadilan serta menjadi pilar pedoman dalam deklarasi kesepakatan pembangunan global yang disahkan PBB 25 September 2015 sebagai agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs). Ada 8 poin goals SDGs, yaitu:
G1 Dunia tanpa kemiskinan;
G2 Dunia tanpa kelaparan;
G3 Hidup sehat dan sejahtera;
G4 Pendidikan berkualitas;
G5 Kesetaraan gender;
G6 Air bersih dan sanitasi layak;
G7 Energi bersih dan terjangkau; dan
G8 Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi.

Selain goals tersebut, SDGs menganut 5 prinsip dasar yang menyeimbangkan dimensi ekonomi,
sosial dan lingkungan, dikenal 5 P, yaitu: People, Planet,Prosperity, Peace, and Partnership (Panel SDGs, 2015).

Bumi telah memberi semuanya kepada kita, maka peliharalah, rawatlah, dan lindungilah bumi untuk kebutuhan generasi yang akan datang, karena generasi masa kini, bumi diamanahi dari generasi yang lalu. Selamatkanlah bumi dari eksploitasi lingkungan berlebihan. Lindungilah bumi dari cemaran limbah B3, radioaktif, dan pengaruh perubahan iklim. Implementasikan hierarki sampah melalui proses reduce , reuse, dan recycle serta pengendalian-penguatan sertifikasi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

Sungguh sangat paripurna, tepat dan tegas peringatan Allah Swt 14 abad yang silam dalam
QS. Al-Araf: 56,”Dan janganlah kamu membuat kerusakan di Bumi,sesudah Allah memperbaikinya…
dan QS. Ar-Rum: 41, “Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia,supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Allah Swt mengunci wacana tersebut dengan firman-Nya dalam QS. Ar-Rahman, “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Satu kata pesan, Save the Earth!

Barru, 22 April 2024

*Warga Bengkel Narasi Indonesia, Jakarta.

(Visited 174 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.