Hari itu mendung menyelemuti kota Dili. Rasa-rasanya akan turun hujan. Aku masih ada di kantor aku mengabdi tanpa gaji karena tempat ini menfasilitasiku untuk mengembangkan karyaku. Tak terasa sudah dua tahun berlalu. Selain jadi penulis, trainer juga wartawan aku selalu kreatif menjalankan tugas yang mungkin menurut orang berduit namun tak berilmu itu tak berharga, tapi bagiku kegiatanku tanpa gaji adalah sebuah amugerah Tuhan.

Aku menjadi penulis karena aku sadar aku terus haus akan ide untuk ku rangkaikan menjadi kata, kalimat pada akhirnya paragraf dan jadi halaman untuk dipublikasikan secara offline maupun online. Aku pikir kegiatan yang buat orang tak berharga karena mereka berduit namun miskin ilmu pengetahuan. Sedangkan aku justru menulis karena haus akan ilmu jadi ingin mencari ilmu, ingin berbagi ilmu dan ingin dikenang orang berilmu, meskipun tak beduit adalah aku Dev seorang putri mantan ABRI Indonesia yang ingin mewujudkan impiannya menjadi serorang penulis apabila usai menyelesaikan studinya di jenjang pendidikan tinggi di Universitas yang letaknya di kota Yokyakarta yakni UGM.

Namun semua tak bisa aku wujudkan karena terhalang oleh waktu juga takdir yakni kerena situasi 1999. Serasa dunia baru yang merubah ingatanku tanpa harapan dimana aku harus menguburkan khayalan atau impian masa kecilku dengan nama univeristas Gaja Mada juga nama tv kota UGM dengan berakirnya kibaran Bendera Merah Putih negara di mana ayahku mengabdi dan memperoleh gaji hingga mengsuport biaya sekolahku akhirnya memiliki impian itu. Penulis/Wartawan adalah impian masa kecilku. Namun, semua terwujud bukan tak mungkin melainkan butuh motivasi yang kuat. Pada akhirnya ayah meninggal dunia, segala perjuanganku mengalami tantangan bahkan rumah tangga yang ku pilih sampai melanggar perintah ayahpun akhirnya kandas di tengah perjalanan amatir menuju perjuangan.

Segala upaya aku lakukan dalam meraih cita-citaku yakni atas bantuan Ir.Jumari Haryadi adalah hasil ajaran ayah pula. Hingga predikat itu aku raih saat aku benar-benar menemukan motivasi yang kuat. Wartawan & Penulis telah ada di genggamanku.

Mendung menanti hujan. Aku tak sadar kala aku hendak turun dari lift menuju pintu gerbang ternyata di luar telah hujan. Sambil berjalan menuju pintu gerbang. Aku call ke nomor putraku untuk membawa aku ke sebuah Distrik yang dekat dengan ibu kota Dili yakni Liquisa. Putraku pun langsung dari kampus menuju ke arahku karena bedekatan.

Menggunakan pakaian kantor dengan kamera Canon kami langsung menuju Distrik Liquisa. Di perjalanan hujan begitu lebat akhirnya kami berhenti sejenak. Lalu menunggu hujan reda kami pun melanjutkan perjalanan kami. Tiba di lapangan Distrik Liquisa orang sudah pada rame. Aku dan putraku berjalan menuju lokasi kampanye. Ada seorang penggawal calon presiden yang mengenal aku kala kami di hutan. Ia menyapa aku dari atas panggung langsung turun menuju ke arahku dan putraku. Selamat bu Wartawan ujarnya. Thanks kakak jawabku, karena kami sudah akrab sejak dulu. Apa kabar sambil berjabat tangan denganku dan putraku. Lihat saja realnya seperti apa ujarku padanya. Aku pamit ke tenda dulu. Ya lain dulu lain sekarang kata sang pengawal padaku. Ah tidak ada yang berubah kakak sambil terseyum kami berjalan menujuh tenda.

Sampai di tenda sang pengwal akhirnya menuju kembali ke panggung untuk menunggu calon presiden. Tiba-tiba aku mau duduk di tenda, aku melihat ada seorang pengawal calon presiden yang berbadan macho langsung turun dari atas panggung dan berjalan menuju ke arahku. Ia langsung berdiri di hadapanku sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan denganku. Aku bingung siapa gerangan pria ini. Karena wajahnya semua tertutup dengan masker begitu juga dengan tanganya dan berpakian militar lengkap di badannya. Usai berjabah tangan aku terus bingung, ini siapa shii kok kayaknya aku kenal tapi wajahnya berbalut masker. Dia menatap aku dengan bahasa syarat. Hi Dev apa kabar? Hmm aku baik jawabku. Ini putramu ya cakap bangat ujar sang militar tersebut. Ya benar habis suami akukan ganteng aku juga cantik.

Aku pikir siapa orang ini sok akrab. Tiba-tiba aku mentap bola matanya di balik masker, aku penasaran sekali. Aku bertanya siapa anda, ia langsung melepaskan maskernya perlahan-lahan, aku langsung terkejut ampun ini orang, Dav apa kabar. Aku baik bu wartawan. Aku kira siapa Dav tak berkata apa-apa lagi ia terseyum sinis menatap ke arahku. Aku mulai grogi saat aku tahu jika orang itu adalah Dav. Dav kamu baik-baik saja kan? Yaap Dev ujarnya.

Dev lama tak bertemu ya? Ya tapikan sudah bertemu hari ini. Lama ya Dev bertemu lagi usai 24 tahun ujarnya. Ya 1997 hingga hari ini jawabku. Aku anggap semua baik-baik saja. Dav tiba-tiba menarik tangan putraku dan memperkenalkan namanya. Ia menujukkan foto-foto putrinya kepada putraku.

Ah namamu siapa Dav bertanya pada putraku. Aku Clinton, ujar putraku. Kamu cakap, kamu harus nikah sama salah seorang putriku ya. Putraku hanya tersenyum menatapku. Aku hanya kasih tanda melalui bahasa isyarat. Putraku tersenyum sambil melihat foto-foto dari anak-anak Dav. Semoga kamu bisa berjodoh sama salah seorang putri om karena om dan ibumu tak berjodoh ya, ujar Dav.

Mendengar kata-kata itu aku malu pada massa yang duduk di tenda. Aku langsung mencubit perut Dav, stop Dav lupakan semua ok. Dav justru makin bercerita pada putraku, ponakanku ibumu adalah cinta pertamaku dan kami tak berjodoh jadi kamu harus jadi sama putri om ya. Sambil Dav menunjukkan foto-fotonya juga foto-foto putrinya. Hmm aku hanya melihat gaya Dav kala ia berkomunikasi sama putraku hari itu.

Mulut berkomunikasi sama putraku tapi mata terus saja menatap ke arahku. Aku malu pada orang-orang yang ada di tenda. Dav usai berbincang sama putraku ia lalu berdiri dan menceritrakan pada orang- orang yang hadir di situ, ia pacarku pacar pertamaku dulu namun kami tidak berjodoh. Wajahku benar-benar memerah, aduhh gawat ini orang, kataku dalam hati.

Dav please professional saja bicara yang sewajarnya. Aku bicara kenyataan kenapa takut. Stop aku mohon Dav. Perasaan malu beraduk jengkel membuat aku makin jengkel entah mengapa. Orang-orang pada tersenyum menatap kami begitu juga putraku.

Aku mohon Dav stop ya jangan lanjutin omomgan kamu yang berlalu biarlah berlalu itu hanya bagian dari proses kehidupan. Ya lalu tersenyum dan berkata, kamu kira aku telah melupakan semua ya Dev, ujar Dav. Stop kataku. Aku begitu malu sama orang-orang disana yang turut mendengar kisah itu.Tak lama Dav berkata pada putraku, hubungan aku dan ibumu tidak jadi, maka om ingin kamu yang menikah kembali dengan salah satu putri om.

Tergantung kamu pilih yang mana, mereka cantik-cantkk. Aku langsung berkata, apakah hubungan masa kecil itu penting bagimu? Jika penting mengapa kamu tak pernah berjuang untuk aku Dav agar bisa terbukti dan menjadikan sebuah kenyataan di diary kita. Dav tersenyum dan berkta stop aku berbicara dengan fakta kenapa kamu marah Dev. Kamu yang lebih mendahului aku terus ketika aku ungkapin kenyataan kenapa kamu yang marah! Stop Dav aku tidak ingin kamu bahas cerita kisah yang tak seindah kenyataan ini. Apa masalahmu menikah di usia remaja terus menyalahkan aku yang salah coba!

Sudahlah Dav jangan bahas itu lagi, kita bicara hal yang profesional saja ok, tentang karier kamu dan aku. Jika masalah jodoh anak-anak serahkan saja sama Tuhan yang menentukan, apalagi kita yang jodohkan Dav. Tidak, saya mau putramu menikah dengan putriku karena kita tidak berjodoh. Okey asalkan tidak ada belis ujarku. Aku tidak butuh belis Dev biarkan mereka jadian. Sambil terseyum ia berkata setujukan Ponakan. Putraku hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum menatapku.

Tiba-tiba calon presiden tiba di lokasi kampanye, Dav pamit dan naik ke panggung, sambil berkata nanti pulang kabari Ya? Ya baik. Usai kembali ke panggung ia malah berdiri di panggung dan menatapku dengan bahasa tubuh. Hmmm Dav aku sudah lupa tentang kita atau cerita kita. Aku sibuk melakukan pekerjaanku begitupun Dav ketika kampanye berlangsung.

Usai kampanye aku dan putraku pulang lebih awal karena cuaca mendung sore itu di kota Liquisa. Putraku bertanya, Bu jadi om Dav matan ibu ya! Itu cerita masa kecil dan apa yang om ucapin ada benarnya. Om jodohkan putrinya ke aku. Ya jika jodoh, tapi kalau tidak pasti tidak jadi kayak ibu dan om Dav. Lalu turun di lokasi pariwisata Tibar aku dan putraku lagi asyik foto di lokasi wisata tersebut dan kami langsung pulang ke rumah.

bersambung….

(Visited 38 times, 1 visits today)
Avatar photo

By Devinarti Seixas

Penulis dan Pendiri KPKers Timor Leste, dengan mottonya: "Kebijaksanaan bukan untuk mencari kehidupan melainkan untuk memberi kehidupan dan menghidupkan". Telah menyumbangkan lebih dari 100 tulisan berupa; berita, cerpen, novel, puisi dan artikel ke BN sejak 2021 hingga sekarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.