Karya Dev Seixas 1125

Jujur pada fase ini, aku tidak bisa mengendalikan emosiku selama berjam-jam. Hanya bisa bertahan dengan alkohol. Terkadang aku harus bangun hingga pagi.

Tidak tahu segala yang terjadi begitu singkat. Maka pada waktu yang sama aku merasa bahwa aku adalah manusia yang sudah tak ada gunanya.

Ibu kadang emosi memarahi aku. Kakak dan sang suami selalu membantu kami tanpa kenal lelah. Aku justru kehilangan akal pikiran sehat. Mau buat apa juga aku tidak tahu.

Kami semua stress sejak ayah pergi untuk selamanya. Ibu bahkan lebih tersiksa karena ayah meninggalkan jejak hutang yang begitu banyak.

Di pikiran aku, saat ayah sakit aku berharap wanita yang aku cintai yang sudah meninggalkan aku bisa datang dan menjengok ayah tapi nyatanya harapan kosong hingga ayah meninggal.

Saat ayahku meninggal saya berpikir bahwa semarah apapun pasti ia dan keluarganya akan datang. Namun tidak satu pun yang hadir, termasuk ayah dan ibunya saat jenazah ayah hendak dimakamkan.

Setelah itu saya hanya mendengar kabar dari ayah dan ibunya jika ia tidak mau lanjutkan kehidupan bersama dengan saya kerena real bahwa ekonomi kami benar-benar lumpuh total.

Saya hanya dapat mengiklasakan semua dan merelakan kehidupan baru bersahabat dengan alkohol selain putri semata wayang saya kala itu.

Saya tidak mengenal lagi perbedaan antara siang dan malam.. Terus minum arak bersama dengan teman-teman baik dari kalangan biasa maupun militer tiap malam.

Mau hidup dengan apa lagi benar-benar aku telah kehilangan akal. Beban hutang yang ayah tanam sebelum meninggal pun bunga selalu bertumpuk.

Kakakku adalah satu-satunya bersama dengan sang suami, selalu ada buat ibu dan kami adik-adiknya.

Kami benar-benar hancur lebur. Meskipun hidup dengan kondisi demikian aku selalu saja ada di sebelah ibu juga putriku semata wayang.

Seolah semua jalan telah buntu. Nasib baik keluarga kami telah dibawakan oleh almarhumah bidadari surga kami, juga ayah. Kami yang ayah dan sang bidadari tinggalkan harus hidup dalam kehancuran dan keterpurukan.

Saat saya berkaca seolah jiwa saya terpisahkan dengan raga dan sebaiknya bayangan yang berada di balik cermin bukan diri saya.

Terus seperti itu sejak ayah meninggal hingga setahun pun berlalu. Rumah tangga yang di fase kehancuran pun benar-benar telah hancur di depan mata.

Suatu malam aku minum tanpa sadar, ibu marah akhirnya melampiaskan kemarahannya di hadapanku juga putri kecilku. Aku merasa amarah ibu hanya persoalan biasa begitu juga persoalan biasa bagi putriku.

Ibu selalu emosi melihatku yang terus minum tiap malam. Pada akhirnya semua benar-benar secara drastis terjadi di depan mata bahwa kami sudah tak punya apa-apa lagi.

Jujur kehidupan kami benar-benar hancur kala itu. Saya hanya berjuang untuk hidup karena masih di beri kesempatan untuk bernafas tapi selanjutnya mau buat apapun, saya sudah benar-benar tak paham.

Usai setahun kematian ayahpun aku tetap saja tidak bisa balik lagi ke diriku yang dulu. Pikiranku semakin kacau. Terkadang aku menyembunyikan rasa sedihku karena aku tidak ingin ibuku makin stres karena aku. Bahkan tiap hari aku selaiu mabuk tidak karuan.

Hari-hariku selalu saja beradegan dengan botol entah tujuan untuk apa ketika bersahabat dengan botol aku merasa itulah dunia bahagiaku, karena dengan dunia itu mencoba melupakan bayangan ayah dan si bidadari kecilku.

Aku tidak peduli dengan wanita yang hadir dalam hidupku hanya beberapa tahun lalu menghilang begitu saja karena tidak menerima kenyataan hidup aku.

Tidak ada istilah memaksakan kehendakku pada orang lain, karena yang terjadi padaku adalah sebuah kenyataan hidup.

Sejak perjalanan hidup yang aku tempuh, gagal mewujudkan impian membahagiakan ayah ibu juga sanak saudara,saya, merasa harus ikhlaskan semuanya.

Sudah hampir dua tahun, sejak kepergian ayah dan adikku, aku benar-benar lupa akan diriku sendiri. Entah mau berbuat apa lagi ke depan.

Kakakku adalah kakak yang baik hati, selalu ada buatku juga putriku entahlah kapan aku bisa membalas kebaikan kakak dengan sang suami, tentu semua terlintas dalam benakku meskipun tidak terlihat.

Terkadang aku mengira arak adalah satu-satunya, obat yang membuat saya bertahan untuk hidup, bahkan kadang aku pikir, mungkin lebih baik menghilang selamanya dari bumi untuk selamanya.

Lupa mandi, lupa berdandan, lupa makan dan minum secara teratur, seperti sedia kala. Ijazah sarjana dari seberang lautan (Bandung) tak ada fungsinya lagi buatku. Entah mau jadi apa kala itu. Saya benar-benar lupa siapa diri saya sendiri.

bersambung….

(Visited 8 times, 8 visits today)
Avatar photo

By Devinarti Seixas

Penulis dan Pendiri KPKers Timor Leste, dengan mottonya: "Kebijaksanaan bukan untuk mencari kehidupan melainkan untuk memberi kehidupan dan menghidupkan". Telah menyumbangkan lebih dari 100 tulisan berupa; berita, cerpen, novel, puisi dan artikel ke BN sejak 2021 hingga sekarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.