Oleh: Yeldi Azwir*
 
“Ibu, berikan doa untukku, kuatkan jiwaku, bawalah harapanku dalam setiap sujudmu.” Itulah permohonan tulus dari seorang anak kepada ibunya yang sudah menua, tetapi tetap sehat dan tidak pikun. Tanpa diundang, sebutir kristal menetes di sudut mataku, beriring badanku menggigil, rasa dipeluk ibu kandung yang sudah lama meninggalkanku. Al-fatihah tanpa henti untukmu, ibuku yang kini berbaring indah di sisi-Mu, ya Rabb.

Sembari menunggu permintaannya dikabulkan oleh wakil Tuhannya di bumi, sang anak yang sedang berproses menjadi pemimpin ”besar” itu terlihat seperti anak kecil menunggu dengan tawadu dan penuh harap. Bersikap dengan khusyuk berasa ibunya tidak akan mengabulkan permintaannya. Betapa tidak, anak yang santun dan sangat memahami karakter ibunya itu, tidak mungkin ibunya tidak mengabulkan harapannya.

Mendengar permintaan itu, terlihat wajahnya sang ibu seperti akan menangis penuh keharuan, seperti napas akan berhenti, dada terasa penuh dan sesak seiring dengan gemulai tangan lusuh dan sudah kelihatan keriput itu sedikit demi sedikit terangkat, sejajar dengan tempat makan dan minum, penghilang dahaga, tempat penghilang sedu dan tangis yang pernah lebih kurang dua tahun disapihnya.

Diawali dengan suaranya yang cegukan penuh khusyuk seperti menahan tangis dengan bibir gemetaran, sedikit lidah terangkat bermohon kepada Tuhannya agar dilepaskan dari segala godaan setan yang terkutuk. Sepertinya orang tua itu sangat yakin kalau sedang bersama Allah Tuhannya dengan membaca ‘Bismillaahirrahmaanirrahiim‘ diiringi dengan lafaz yang jelas beliau beristigfar “Aku bermohon ampun kepada-Mu Yaa Allah,” terus dibarengi dengan membaca Al-Fatihah.

Aku semakin menggigil. Air mataku berurai membasahi pipi saat sang anak bermohon dengan penuh harap “Ihdinashiraathal mustaqiim,“ tunjukilah kami jalan yang lurus. Hatiku langsung bergetar berucap Aamiin ya Allaah, Aamiin ya Rabb.

Begitulah untaian doa-doa terlafaz dari mulutnya yang fasih itu, laksana peluru-peluru dahsyat meluncur sangat cepat seperti akan menghancurkan musuh-musuhnya. “Kami lemah, ya Allah. Berilah kami kekuatan. Jangan ada bagi kami kezaliman dan kemunafikan. Kami kecil, ya Allaah. Engkaulah yang Maha Besar. Jadikanlah harapan kami untuk mewujudkan ‘”‘Baldatun thayyibatun wa Rabbun Gafuur’. Jadikanlah negeri ini baik sebaik-baiknya dan ampunilah kami.” Satu kalimat doanya yang membuat aku rasa terhenti bernapas. “Ya Allaah, jangan tinggalkan kami sekejap pun.“ Aamiin yaa Rabbal aalamiin.

Sambil berebut cium, meraba badan, dan tepukan yang berulang di pundak anaknya, serasa seperti Rasulullah Saw yang menepuk bahu Mu’adz Bin Jabal yang hendak menjadi Gubernur di Yaman saat itu. Begitu haru aku memperhatikan ibu dan anaknya. Dengan pelukan erat dan penuh sayang, sejenak ibu seperti berbisik pada anaknya, “Jaga dirimu, Nak. Bismillah, berangkatlah, Nak!”

Terlepas pelukan itu, seiring anaknya hendak berjalan, sang ibu masih menengadahkan tangan ke haribaan Tuhannya. Seperti ada doa khusus dan sangat rahasia dari seorang ibu untuk anaknya. Rida ibu di atas rida Tuhan. Berjalanlah, Nak, dan jaga dirimu.

Ketahuilah wahai saudaraku! Darah dagingmu adalah darah daging ibumu, hidup ataupun mati ibumu pasti berharap jagalah darah dagingnya. Berjalanlah di permukaan bumi jaga daging ibu, uruslah urusanmu jaga darah ibu, selesaikanlah pekerjaan, wujudkan cita-citamu tapi jangan kecewakan ibu. Jadilah engkau raja atau presiden di negerimu hanya dengan satu jalan “Shirathal Mustaqim“. Tempuhlah jalan itu, engkau akan sampai di istana itu.

Wahai saudaraku, Anies Rasyid Baswedan yang akan menjadi presiden negeri ini. Ingatlah pesan ibumu, “Nak, jagalah dirimu,“ karena dalam dirimu ada darah daging ibumu. Sesungguhnya itulah pesan Allah untuk semua anak manusia yang disampaikan melalui lisan ayah ibumu. Itulah Shirathal Mustaqim. []
 
*Guru penulis di Pesisir Selatan

(Visited 115 times, 1 visits today)
One thought on “Shirathal Mustaqim Jalan Menuju Istana Presiden”
  1. Subhanallah,
    Terimakasih BN yang telah menukilkan narasiku…
    Kepada Bang RIM inspirator dan guru menulisku, ku ucapkan terimakasih semoga Allah selalu menuntunmu dengan rahmat-Nya.
    Aamiin. – YA.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.