Oleh: Yeldi Azwir
Julukannya sebagai elang literasi yang tidak pernah berhenti terbang mengangkasa melewati batas kota bahkan negara, bukan sebatas permainan kata dan kalimat. Entah orang tuanya penggemar burung elang, yang pasti anak tunggalnya ini dipanggil Elang di lingkungan keluarganya hingga dewasa. Sehingga tidak salah kalau ada beberapa karakter burung Elang dalam dirinya. Tegas, lugas, mata tajam, cengkeramannya kuat dan siap menerkam kebodohan lalu terbang menyebar kecerdasan keseluruh pelosok negeri.
Elang, begitu panggilan setiap waktu dalam bisikan, dekapan, dan dalam cinta serta kasih sayang orang tua untuk anak semata wayangnya Ruslan Ismail Mage. Anak tunggal yang disayang, anak yang tumbuh dengan kesehatan dan kebutuhan yang cukup dari orang tuanya. Sampai Si Elang tahu dan merasakan bahwa ia anak yang bertumbuh di lingkungan yang cenderung memanjakan, dan berakibat kurang disiplin menjalani pendidikannya.
Selalu diperhatikan kebutuhannya, dan bahkan tidak kurang satu apa pun dibanding dengan teman sebayanya. Jajan yang lebih dari cukup, pakaian yang mengikuti tren mode di masanya, dan yang pasti kendaraan terbaik di eranya. Memang ayah ibunya orang berpunya yang selalu memenuhi kebutuhan anaknya. Ayahnya seorang juragan tembakau sukses di kampungnya kala itu.
Hidup dalam lingkungan keluarga yang bercukupan ini rupanya berdampak buruk bagi cara belajar Si Bocah Elang. Ia lebih suka bermain daripada belajar, ingatannya hanya mencari mangsa teman bermain seperti layaknya permainan anak-anak di desa. Bermain kelereng, karambol, dan sepak bola plastik adalah hobinya. Kegemaran lainnya adalah memancing di anak Sungai Walennae yang mengalir di belakang rumahnya.
Bocah Elang ini bertumbuh dengan kulit agak gelap, karena kebiasaannya main bola plastik sambil mandi di Sungai Walennae. Jika musim kemarau anak-anak sebayanya pasti bergembira, karena akan terbentuk cedara alami lapangan bola di atas pasir akibat air Sungai Walennae lagi surut mengering. Elang pasti memimpin teman-temannya bermain bola di atas hamparan pasir yang sangat luas. Setelah itu bercebur dan mandi-mandi, asik dan tidak boleh diusik sekalipun mata elang tetap meliar melihat pengawal kalau kedapatan bisa dimarahi sang ayah dan siap menjalani hukuman.
Sebagai anak yang disayang, bocah aktif itu ternyata memiliki bodyguard dan inteligen khusus dari ayahnya. Tugasnya mengawasi aktivitas dan kebiasaan bermain yang mencemaskan orang tuanya. Bocah Elang dari kecil sudah terlihat lincah dan ulet, terbukti dengan kepiawaiannya dalam melakoni aktivitas kelompok sebayanya, ia suka usil tapi tidak jahat, suka mengganggu tapi tidak terganggu, menyenangkan teman sebaya, dan kehilangan rona bila teman tidak bersamanya.
Elang larinya kencang, gumpalan di betisnya dengan tubuh padat berisi, dengan tinggi badan yang berimbang, menunjukkan dialah yang paling cepat mengejar bola plastik di pasir ketika itu. Lincah menggiring bola, dan gesit gerakannya berkelebat di antara tubuh lawannya. Dengan kelincahan dan kegesitannya itu tidak salah jika teman-teman menjulukinya dengan gelar si burung elang. (Bersambung)
*Guru penulis Pesisir Selatan
Subhanallah…
Terimakasih BN yang setia memuat tulisanku…
Alhamdulillah… Semoga selalu mengangkasa…. Yd.
Mantap sekali buya yeldi