Oleh: Fani Oscalia
Ketika seseorang memiliki sebuah validasi sebagai kelas atas, secara alami ia lebih mudah dihargai dan mendapatkan pujian dari orang-orang sekitar. Sebaliknya, kita kurang dihargai jika tidak memiliki prestasi, gelar, dan status sosial yang tinggi. Dari dulu hingga sekarang tak sedikit orang hanya menghormati kita ketika punya jabatan tinggi dan berjejer gelar akademik saja.
Kenapa orang selalu berusaha untuk mendapatkan pengakuan? Jika dilihat dari beberapa sisi, orang-orang cenderung lebih mendahulukan mereka yang memiliki reputasi sosial yang luas, punya harta yang melimpah, serta pangkat dan jabatan tinggi.
Dibandingkan dengan orang biasa-biasa saja, beberapa kali kerap diabaikan karena tidak memiliki reputasi apa-apa. Ini sudah menjadi kebiasaan yang sudah mendarah daging dari zaman dahulu, di mana mereka yang punya pangkat dan jabatan tinggi selalu dikedepankan atau didahulukan dalam urusan apa pun. Karena itu, tak heran semua orang sangat berambisi untuk menjadi kaya, punya jabatan tinggi agar mudah menjalani semua keinginan mereka.
Pada zaman semakin modern ini, semua orang berlomba-lomba untuk selalu berada di atas dan mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Apa lagi biaya hidup semakin meningkat dan harga kebutuhan pokok semakin mahal. Ada yang memperoleh secara haram dengan cara korupsi, mencuri dan menipu demi cepat kaya.
Apalagi terhadap keadilan yang saat ini hanya berlaku bagi orang-orang punya banyak uang dan jabatan tinggi. Berbeda dengan orang kelas bawah, selalu dalam posisi yang terpinggirkan.
Sesungguhnya semua itu, baik kekayaan, jabatan, pangkat, dan gelar akademik, hanya perhiasan dunia. Bahkan sebagian orang bijak mengiyakan kalau semua yang ada di dunia hanya tipuan yang akan menjerumuskan pemiliknya. Itulah sebabnya Imam Safi’i mengatakan, “Jika ada seorang yang ingin menjual dunia ini kepadaku dengan nilai harga sekeping roti, niscaya aku tidak akan membelinya”. Itulah maksud judul tulisan ini, menikmati tipuan gemerlap dunia.
Masih ada segelintir orang yg tdk menginginkan reputasi, harta yg melimpah,
serta pangkat dan jabatan yang tinggi.
dia lebih memilih hidup sederhana ketimbang memilih hal yg bersipat duniawi
karna itu adalah ujian terberat yg Allah berikan kepada hambanya .
pertanyaannya mampukah kita berlaku adil & bijaksana , semua tergantung pada orang yg menjalaninya
Terimakasih atas komentarnya kak. Iya benar sekali kak, itu semua tergantung dan kembali ke diri kita sendiri yang menjalaninya.