Pepatah klasik mengatakan bahwa “guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.” Jika ditinjau dari maknanya, maka persepsi  terhadap profesi guru sesuai pepatah ini bermacam-macam. Ada yang menganggap bahwa guru tak perlu dihargai karena ia memang pahlawan yang tidak butuh penghargaan. Namun ada pula yang menganggap bahwa jasa guru sangatlah besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Terlepas anggapan tersebut sebagai  pendapat pribadi atau Institusi, lembaga atau apapun dari tingkat rendah hingga tingkat negara. Hal ini dapat kita lihat dari perlakuan baik dari setiap personal manusia itu sendiri maupun secara kelembagaan, khususnya di negara yang kita cintai ini.

              Guru idealnya memiliki tugas dan tanggung jawab selain sebagai pengajar yang harus mentransferkan ilmunya ke muridnya, juga sekaligus sebagai pendidik yang akan membentuk karakter budi pekerti yang luhur terhadap muridnya yang akan menjadi pelanjut estafet keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara secara berkelanjutan dan berkesinambungan dari generasi ke generasi, yang sangat  diharapkan di hatinya tertanam rasa cinta terhadap tanah air, memiliki kebanggaan sebagai bangsa, berpandangan luas dan jauh ke depan (visioner) untuk senantiasa menggali demi memajukan dan mengembangkan potensi sumber daya bangsanya, baik terhadap SDA terlebih  terhadap SDMnya. Tugas dan tanggung jawab ini sangat besar dan berat untuk dipikul oleh para guru, yang kebanyakan di luar profesi guru tidak menyadarinya, terlihat dari perlakuan sebahagian orang terhadap para guru seakan-akan profesi ini tidak penting sehingga  tidak perlu dihormati dan dihargai.

              Kurangnya penghormatan dan penghargaan terhadap profesi guru, dapat dilihat dari perlakuan orang tua murid itu sendiri ketika anaknya dimarahi apalagi jika dicubit ataupun diperlakukan lebih keras bahkan pemerintah turut andil menerbitkan UU perlindungan anak yang tidak jarang menjerat dan menjerumuskan para guru ke jeruji besi padahal tidak menutup kemungkinan anak itu sendirilah yang  melanggar tata tertib yang diberlakukan di sekolah, padahal marahnya guru bisa jadi hanyalah bentuk rasa sayang terhdap muridnya seperti juga marahnya para orang tua itu sendiri. Bukankah anak adalah tanggung jawab orang tua lebih besar terhada[ anaknya, di mana waktu anak-anak lebih banyak bersama orang tua ketimbang di sekolah. Bahkan ibunya mengandungnya selama sembilan bulan dan melahirkannya, disapi dan  disusui selama kurang lebih dua tahun, tentu org tualah sebagai keluarga pertama dan utama yang menjadi tempat terjadinya prose pendidkan berlangsung, bukan di sekolah. Nanti setelah di usia kurang lebih lima tahun barulah dititipkan di Lembaga pra sekolah TK/PAUD. Tentu pembentukan kjarakter lebih dominan oleh orang tuanya ketimbang guru. Maka tidaklah berlebihan jika saya katakan bahwa perilaku anak-anak di sekolah nerupakan cerminan didikan dari orang tuanya sendiri tetapi kebanyakan yang disalahkan adalah pihak sekolah.

              Guru juga sama seperti manusia lainnya yang juga punya keterbatasan waktu, tenaga, dana, kemampuan mengolah emosi dan keterbatasan lain yang dimilikinya termasuk gaji, terutama bagi guru honorer yang masih rendah jika dibadingkan dengan gaji guru di negara-negara lainnya, termasuk negara tetangga. Tugas dan tanggung jawab  profesi guru baik sebagai ASN maupun yang masih  Honorer jauh lebih berat dari pada profesi lainnya. Kalau ASN kantoran yang jam kerjanya dimulai dari jam 08.00 pagi yang ketika matahari sudah mulai terbit, ia  masih bisa duduk-duduk manis sembari minum teh/kopi tambah kue atau kudapan lainnya. Akan tetapi bagi guru, kebanyakan dari mereka sebelum matahari hari terbit, guru sudah meninggalkan rumahnya yang juga kondisi rumahnya sendiri masih butuh perhatian lebih, harus ditinggalkan rumahnya karena  murid-muridnya sudah  menunggu di sekolah. Perlakuan-perlakuan yang kadang tidak adil terhadap guru, kami sangat kecam karena kami rasakan betapa beratnya menjadi guru yang  berhadapan dengan murid-murid dengan berbagai karakter dengan jumlah yang banyak, tentu ada rasa Lelah yang teramat sangat mendera karena selain harus mengajar seharian penuh ditambah tingkah anak-anak yang beraneka ragam membuat pisik dan psikis kadang terkapar lunglai tapi harus dihalau agar  bisa tetap terlihat tegar dan kuat demi menyemangati mereka yang harus kita jaga pula mentaknya untuk mengantarkan mereka menemukan jalan sutra menuju kehidupannya yng bahagia dan sejahtera yang akan bermanfaat bagi bangsanya di kemudian hari walau kita sendiri yang harus rela berkorban, minimal korban perasaan. Semua keadaan itu saya rasakan dan alami sendiri karena saya juga seorang guru.

             

             

(Visited 14 times, 2 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.