Setinggi-tinggi pesawat di balik awan
akhirnya pula surut ke darat

sejauh-jauh pesiar kapal berlayar
kembali mencium pantai dermaga

selama-lama merantau tak balik
bosan merasa kampung terkenang

sejauh-jauh ternak gembala
petang hari kembali ke kandang

sepuncak-puncak tahta manusia
tua-renta kembali ke alas

sedalam-dalam cari mutiara
akhirnya ke darat cari udara

sepagi-pagi petani berladang
sore hari kembali berumah

sehitam-hitam kilaunya rambut
uzur membayang memutih jua

sepanjang-panjang umur manusia
ada waktu kembali terbujur

sepandai-pandai tupai melompat
gagal pasti suatu ketika

sekuat-kuat petinju jawara
waktu lama tak berdaya upaya

sesehat-sehat tubuh manusia
sakit mengintai tak kenal waktu

sebodoh-bodoh otak manusia
diasah belajar pintar akhirnya

setumpuk-tumpuk harta terkumpul
terkuras habis kembali melarat

setinggi-tinggi gunung menjulang
kiamat nanti merata bumi

sehebat-hebat akal manusia
hilang ingatan tanpa permisi

secantik-cantik wajah Neng Geulis
usia tak bohong, keriput terukir

semerah-merah warnanya saga
akhirnya pudar tanpa kompromi

seputih-putih salju di Alpen
ternoda debu tanpa sadar

seribut-ribut bising mesin
senyap akhirnya tanpa suara

selebat-lebat hujan mengguyur
ujungnya reda sedia kala

wahai manusia, ………… petolak pinggang setinggi dada
tunjuk sana, tunjuk sini, mata melotot
apa kau banggakan ?
apa kau sombongkan?
apa kau agung-agungkan?

Allahu Akbar, ………..
manusia butiran debu
tiada daya kekal berjaya
ujungnya merata tercekik bumi
tanam ubi selagi pagi
tanam budi sepagi muda
tua bangka petik buahnya
telah tiada abadi terkenang

Makassar, 3 No2021, pk. 13.57 WITA

(Visited 93 times, 4 visits today)
2 thoughts on “Butiran Debu”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.