Ketika musim penghujan di bulan November itu datang, tidak semua menyambutnya dengan riang….

Aku bisa melihat cinta yang tertahan, tapi sayang, ketika hujan jatuh memelukmu, apakah kau tahu bahwa aku juga merasakan hal serupa?

Tak ada yang bertahan selamanya dalam kekeringan.

Dan ketika hujan jatuh mencuci bumi, segalanya bisa berubah, sulit untuk digambarkan, di tengah hujan bulan November…

Kemarau sudah menempuh perjalanan panjang, meninggalkan jejak gaharnya api melanda belantara….

Namun cuaca selalu datang dan pergi, dan tak ada yang benar-benar tahu, siapa yang gembira bulan ini, dan siapa yang celaka….

Hadirnya hujan seharusnya berkah, bukan musibah….

Faktanya, hujan mengundang banjir, bukan hujan yang patut disalahkan, tapi mengapa harus ada banjir?…

Padahal, bila hujan datang,
seharusnya bunga bermekaran,
taman berseri dari kering kerontang, tandus dan meradang….

Hewan ternak tak lagi dahaga,
tidak lagi kekurangan air….

Seharusnya tanah yang tandus merekah, menjadi lega, karena lahan yang gersang kini subur, petani hidup makmur dan bahagia….

Tapi…
hal itu tak pernah ada…

Selain khawatir, rasa waswas selalu mampir di lubuk hati terdalam, lantaran tamu tak diundang itu hadir, yakni banjir…

Dan ketika ketakutan mulai reda, sementara bayangan masih tersisa, aku tahu, hujan bisa menanamkan benih-benih cinta, ketika tak ada lagi yang harus disalahkan….

Jadi, jangan khawatir dengan kehujanan, kita masih bisa menemukan cinta di balik musibah…

Karena ketika terbangun dari koma tak ada yang bertahan selamanya, bahkan hujan di bulan November pun akan reda.

Makassar, 3 November 2025

(Visited 28 times, 28 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.