Ghinda Aprilia
Awal bergabung di group BN (Bengkel Narasi) aku minder. Bagaimana tidak? Membernya rata-rata guru, PNS, dengan titel minim S1,S2. Haha lebih minder lagi saat webinar narasumbernya kebanyakan Profesor. Aku merasa mungkin salah room dimasukan ke group ini. Hebatnya di BN meninggalkan semua predikat menjadi pembelajar. Di BN tanpa sekat, tanpa syarat, menganut azas “Managemen Satu Rasa..”
Boro-boro pingin menulis, aku hanya ngintip tulisan member lain. Tetapi bapak RIM (Ruslan Ismail Mage) selalu mensupport aku untuk menulis. Tidak pede untuk setor tulisan, ilmu minim tulisan masih diraba-raba. Bismillaah memberanikan diri memulai dari artikel, pengalaman pribadi. Lama-lama malah kayak kecanduan. Malas membaca, tetapi dengan menulis mau tidak aku harus membaca, jika sebelumnya di Jiso (Toilet) aku bawa hp, kini aku membawa buku.
Tiba saatnya yang dinantikan webinar BN yang kali ini peluncuran buku “101 Pemikiran dan Pengalaman PNS SONTOLOYO karya salah satu anggotanya, yaitu bapak Sumardi. Saat menjelang pilpres kata Sontoloyo aku pakai untuk komentar di status teman-teman yang sekiranya lucu, atau kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat. Kaget juga ketika Sontoloyo ini malah dijadikan sebuah judul buku.
Aku tidak mengenal beliau lebih dekat, begitu juga dengan anggota BN lainnya, tetapi dari judul bukunya, aku menilai penulis termasuk orang yang kritis. Dan kekritisannya beliau angkat ke dalam sebuah buku.
Di mataku beliau termasuk orang yang sangat berani, bagaimana tidak? Sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) beliau berani mengatan kebenaran yang terjadi sesungguhnya. Haha menurut kaca mata awamku beliau tidak takut dijebloskan ke Terali Besi, sebagaimana sedang marak-maraknya saat ini ketika seorang ustadz berani mengkritik atau mengatakan kebenaran langsung diciduk tanpa kompromi, bahkan kesalahan-kesalahan itu dicari.
Ini pertanyaan singkat dari aku, kenapa judul buku itu Sontoloyo? “Saya mencoba menyuarakan kebenaran dan keadilan itupun saya mencoba menyuarakan kebenaran dan keadilan itupun saya bungkus dengan kalimat yang bernada menyindir, dan memposisikan bahwa saya orang bodoh. Nah sesungguhnya saya itulah Sontoloyo dari kacamata orang-orang yang saya sindir. Dibungkus dg kalimat yg bernada menyindir, dan memposisikan bahwa saya orang bodoh. Nah sesungguhnya saya itulah Sontoloyo dari kacamata orang-orang yang sindir.
Sebagai rasa penasaranku, ini pertanyaan berikutnya “Apa yang mendorong untuk menulis buku Sontoloyo?”
Ada 3 alasan beliau :
“Saya itu orang pemerintah atau tepatnya sebagai PNS. Nah, saya melihat bahwa pemerintah itu sendiri.”
1. Dalam banyak hal tidak konsisten.
2. Tindakannya bukan dlm rangka untuk tujuan bernegara dan untuk rakyat tetapi lebih ke kelompok dan partai dan orang-orang tertentu.
3. Banyak pelanggaran yg dilakukan oleh penguasa dalam arti luas.
Penulis mengangkat tulisan ini dari pengalaman dan pemikiran beliau. Alhamdulillah hari ini 29 Agustus buku ini sudah sampai ke Negeri Beton.
Tulisannya sangat menarik, tidak bertele-tele, dari judul ke judul tidak panjang, langsung ke pointnya. Sehingga membuat pembacanya tidak bosan untuk membacanya.
Terperangah mataku melihat judul tulisan, ” Pasar Imajiner Jabatan.” Sudah bisa aku tebak beliau menulis tentang carut-marut jual beli jabatan atau menyogok supaya lolos menjadi ASN. Kesan monohok di buku ini,” Pasar majiner jabatan ibarat (maaf) kentut: ada baunya, tetapi tidak dapat diraba atau terlihat wujudnya.
Di halaman lain aku angkat kedua jempolku, beliau menyinggung soal kedatangan beberapa tenaga kerja asing dari China ke Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta menjadi salah satu komparasi, mengapa ini tidak boleh, itu boleh. Penerbangan di pesawat tidak ada penerapan jarak tempat duduk. Sementara pada kesempatan yang sama terdapat kebijakan untuk menjaga jarak di tempat ibadah.
Penasarankan isi bukunya? Semangat membaca, semoga next lahir Sontoloyo-sontoloyo berikutnya.