Oleh: Gusnawati Lukman

Bahwa hidup adalah sebuah pilihan, itu mutlak adanya. Tidak ada yang dapat memungkirinya. Apakah kita hanya menjalaninya dengan ikhlas, pasrah akan takdir, ataukah berontak dan bangkit dari setiap permasalahan kehidupan yang melilit? Jawabannya ada pada diri kita. Saat ekspektasi tidak sesuai dengan realitas, terkadang kita kehilangan semangat dan harapan untuk menjalani hidup.

Beruntunglah orang yang jalan hidupnya selalu mulus. Seluruh kebutuhan hidup dan kehidupannya terpenuhi. Semua berjalan lancar, aman, dan terkendali.

Namun, tidak semua jalan hidup itu mulus. Selalu ada pasang surut dalam kehidupan. Kadang, ada aral yang menghadang. Kesulitan-kesulitan hidup pun mulai bermunculan.

Begitu pula halnya jalan kehidupan yang harus dilakoni oleh Ghinda Aprilia. Kisah hidupnya begitu keras. Persoalan hidup menderanya bertubi-tubi. Mulai dari persoalan rumah tangga yang dipicu oleh gagalnya kepala keluarga menjalankan tanggung jawab memenuhi kebutuhan keluarga dan beberapa persoalan keluarga lainnya.

Awalnya, Ghinda berusaha bertahan dan menjalani apa adanya. Namun, semakin lama dia mulai jenuh dan tidak dapat membiarkan keadaan berlarut-larut. Dia harus memilih. Bertahan dengan keadaan yang membuatnya stres sudah tidak mungkin lagi.

Akhirnya, ia pun memutuskan dan membulatkan tekad menjadi seorang tenaga kerja wanita (TKW). Pilihan hidup yang begitu rumit. Berpisah dengan sanak saudara dan anak-anak tercinta yang masih membutuhkan kasih sayang seorang ibu harus ia lakoni.

Ghinda tidak pernah membayangkan jalan hidupnya akan seperti ini.
Menjadi seorang TKW kadang harus berpindah tempat kerja dari satu negara ke negara yang lainnya, dari satu majikan ke majikan yang lainnya.

Dulu, dia hanya mendengar cerita atau suara-suara sumbang dari beberapa teman tentang kehidupan seorang TKW. Pada akhirnya, dia pun menjadi bagian dalam kisah itu.

Pengalaman menjadi seorang TKW memberi pembelajaran yang sangat berarti. Alur hidupnya mulai berubah. Kehidupan keluarganya sedikit demi sedikit mulai meningkat. Ia pun memantaskan diri dengan memperdalam ilmu-ilmu agama dan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Menjadi TKW di “The Lion City” Singapura sampai berpindah ke “Negeri Beton” Hong Kong, kisah hidupnya semakin bermakna. Sosok Ghinda Aprilia mulai aktif di perkumpulan-perkumpulan pekerja migran Indonesia (PMI), melakukan kegiatan-kegiatan amal hingga ngencleng di jalan untuk mewujudkan mimpinya membangun sebuah sekolah (madrasah) di kampungnya.

Cita-cita untuk mencerdaskan anak-anak di kampungnya, sekaligus memberi mereka pendidikan yang layak akhirnya tercapai. Namun, pencapaiannya yang luar biasa dalam mendirikan MI Al Bayan Mandiri tidak membuatnya berbangga hati. Semua adalah kerja ikhlas tanpa mengharap pujian dan balasan dari siapa pun. Prinsipnya, hidup akan lebih bermakna jika kita dapat memberi kebahagiaan kepada sesama.

Ada hal yang paling menarik dari sosok Ghinda Aprilia, yaitu kecintaannya pada literasi, terutama literasi membaca dan menulis. Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang asisten rumah tangga (ART), Dia masih menyempatkan diri menggoreskan pena. Dia tidak membiarkan pena kering.

Bahagia dan bangga bisa menjadi bagian dari keluarga besar komunitas menulis Bengkel Narasi (BN), Ghinda sangat terinspirasi oleh buku-buku dan quotes Bapak Ruslan Ismail Mage (Bang RIM), founder BN.

“Menulis dan membacalah untuk menjadi manusia paripurna.”

“Lebih baik hidup sederhana di pondok bambu yang penuh buku dengan mata pena tajamku, daripada hidup dalam gemerlapnya istana dikelilingi oleh orang-orang yang buta baca dan buta pena.”

Karena ketekunannya belajar menulis, akhirnya Ghinda memberanikan diri untuk muncul ke permukaan dengan menuangkan semua kisah hidupnya, suka duka selama menjadi pekerja migran, tentang kecintaannya pada keluarga, anak-anak tersayang, emaknya, dan sahabat-sahabat seperjuangan dalam bentuk tulisan yang kemudian diposting di situs web Bengkel Narasi. Energi menulis membuat Ghinda merasa terlahir berkali-kali setiap tulisannya diposting dan mendapat apresiasi dari ratusan pembaca yang tersebar di beberapa kota, daerah, negara, bahkan benua.

Di komunitas menulis BN, eksistensi dan konsistensi menulis para anggota bisa dilihat dari jumlah postingan dan keberadaannya di lintasan Top 10 Contributors. Faktanya, nama Ghinda Aprilia selalu eksis di lintasan. Ini juga membuat para mentor selalu memberinya apresiasi yang luar biasa.

Karya-karyanya memiliki penikmat khusus yang selalu terinspirasi oleh kisah-kisah hidup yang dituliskannya. Terhitung sudah hampir 40 tulisan dihasilkannya.

Adalah hal yang luar biasa ketika Ghinda bisa menyeimbangkan dan memberi porsi yang sama, bahkan lebih, di antara kesibukan yang banyak menyita waktu dengan kecintaannya pada literasi. Kemampuannya menulis dengan hati membuat kami di komunitas BN tidak jarang meneteskan air mata membaca tulisannya.

Tulisannya yang berjudul “Suara Hati Seorang TKW” benar-benar menguras air mata, membayangkan Ghinda harus berpisah dengan buah hatinya. Saat sang buah hati sedang tertidur lelap, masih Subuh, ia harus pergi meninggalkannya. Hujan air mata tak bisa dia tahan. Namun, tangisnya tertahan agar tidak ada orang yang mendengarnya.
Sungguh pilu harus berpisah dengan mereka. Semua karena tuntutan ekonomi. Miris, ia harus kuat untuk memperbaiki kualitas hidup keluarga.

Masih banyak catatan batin lainnya yang selalu membuat kami terharu membayangkan bagaimana perjuangan seorang perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga di negeri orang.

Membaca tulisan Bunda Ghinda, begitu panggilan kesayanganku kepadanya, seakan-akan membawaku menjelajah, melanglang buana sampai ke Negeri Beton, Hong Kong. Aku bisa mengetahui berbagai aktivitas dan keseharian para pekerja migran di sana, cerita mereka bersama majikan, bagaimana mereka berjuang di masa pandemi COVID-19, hingga tiba saatnya Pemilu suara-suara mereka begitu diperhitungkan. Mereka bicara politik. Mereka peduli pada masalah- masalah yang terjadi di Indonesia, negaranya tercinta.

Aku merasa larut dalam semua tulisan Bunda Ghinda. Sebagai pecinta literasi, dunia tulis menulis, Bunda Ghinda berprinsip bahwa berkarya harus dengan hati. Di dalamnya melibatkan improvisasi, eksplorasi, eskperimen, pendalaman, penghargaan, dan rasa cinta.
Alhamdulillah, semua kisahnya sudah utuh, tersusun apik dan menarik dalam sebuah buku yang akan selalu menginspirasi pembacanya. Buku yang akan membuat jagat literasi terpana dan berdecak kagum.

Buku “Hong Kong, I’m In Hope: Sayap-Sayap Cinta Ghinda” ini membawa kita menyelami arti dari sebuah perjuangan hidup sosok perempuan kuat, tangguh, humble, dan berkelas. Kecintaannya pada literasi sudah terbukti. Ketekunannya belajar sudah berbuah manis. Mimpi-mimpinya sudah terwujud. Catatan hidupnya sudah abadi dalam sebuah kotak literasi terindah.

Tibalah kita pada sebuah kesimpulan agar jangan pernah sehari pun menyesali hidup. Semua cerita yang termuat dalam kisah hidup pasti ada hikmahnya. Hari-hari baik akan memberi kita kebahagiaan, sementara hari-hari buruk akan memberi kita pengalaman yang berharga.
Selamat kepada Bunda Ghinda Aprilia atas terbitnya buku “Hong Kong, I’m In Hope: Sayap-Sayap Cinta Ghinda”. Kini, tulisan jiwanya sudah melanglang buana menemui sudut-sudut hati para pembaca, para pencinta literasi.

Benar adanya Bang RIM dalam sebuah quote yang diunggahnya di media sosial. “Perselingkuhan yang paling mengasyikkan adalah dengan PENA. Bisa mencapai klimaks berkali-kali di atas panggung LAUNCHING bukunya. Tidak percaya? Silakan mencoba!”

Sebentar lagi, Bunda Ghinda akan merasakannya. Semangat untuk terus berkarya. I’m so proud of you, Bunda!

Wassalam,
Watansoppeng, 13 Mei 2022
Gusnawati

(Visited 65 times, 1 visits today)
2 thoughts on “Prolog Buku” Hong Kong I’m In Hope: Sayap-Sayap Cinta Ghinda””

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: