Mengapa banyak orang yang selalu memakai sinonim yang salah pada tempatnya? Padahal di sekolah sudah diajarkan pemakaian Bahasa Indonesia yang baku menurut kamus, tata-bahasa yang baik dan benar menurut EYD, tetapi pemakaiannya di masyarakat masih saja disalahgunakan. Berikut ini sebuah kisah korban sinonim yang dialami oleh seorang anak SD dengan bapaknya.
Suatu hari ada seorang anak yang bernama “Anton” baru duduk di kelas enam (6) SD, bekerja dengan “Bapaknya” di kebun, yang kebetulan ada sebuah jalan pintas yang melewati di kebun mereka. Setiap hari para mahasiswa selalu melewatinya pulang-pergi ke kampus. Pada saat mereka melewatinya, mereka selalu menginjakkan tanaman di kebun si Anton dengan bapaknya.
Maka bapaknya memberi tahu pada anaknya Anton yang baru duduk di kelas 6 itu, untuk menulis sebuah kata larangan di papan lalu menaruhnya di depan kebun mereka, agar para mahasiswa yang melewati kebunnya dapat membacanya lalu mencari jalan lain dan tidak melewati jalan itu lagi, karena mereka sering menginjak tanaman di kebun mereka.
Tapi apa yang ditulis oleh si Anton yang baru duduk di kelas enam ini? Ia menulis sebuah larangan demikian, “DILARANG JANGAN LEWAT DISINI”. Namun para mahasiswa tetap melewatinya. Karena menurut mereka bahwa, kalau dalam rumus matematika “min kali min sama dengan ples” atau (-x-=+), artinya kata negatif yang double berarti positif atau bisa melewatinya. Maka mereka tetap bersikeras untuk melewatinya.
Melihat hal ini, orang tua Anton bertanya pada anaknya, “Kamu tulis apa di papan itu, sehingga mereka tetap melewatinya”? Saya sudah menulis “DILARANG JANGAN LEWAT DISINI”, tetapi mungkin mereka yang tidak menghiraukan atau mereka tidak bisa membacanya, maka tetap lewat disini. Maka bapaknya berencana untuk mengumpulkan batu bersama anaknya Anton di kebun bagian atas, jika para mahasiswa melewati jalan di kebunnya lagi, maka mereka akan melemparinya dengan batu yang dikumpulkannya.
Hari berikutnya Anton dengan bapaknya mulai bersembunyi di kebunnya dan menunggu para mahasiswa. Tak lama kemudian para mahasiswapun melewati jalan di kebun mereka, maka mulailah mereka berdua melakukan aksinya, melempari para mahasiswa dengan batu yang mereka kumpulkan. Para mahasiswa semuanya terluka dan pinsang di kebun itu karena aksi kedua orang bapak dan anaknya Anton. Mereka semua dibawa ke rumah sakit, lalu setelah sembuh mereka semua dimasukkan ke dalam penjara.
Pada saat sidang, hakim yang bingung untuk memutuskan masalah ini, karena sumber masalahnya adalah kata sinonim “DILARANG JANGAN LEWAT DISINI”. Maka hakim memanggil guru besar bahasa Indonesia mereka agar dapat menjelaskan arti kata sinonim tersebut. Akhirnya datanglah si guru besar bahasa Indonesia ke persidangan untuk menjelaskan arti kata sinonim itu bahwa, memang benar kata “DILARANG JANGAN LEWAT DISINI”, itu berarti “BISA LEWAT DISINI”, sesuai dengan rumus matematika bahwa, “(-x-=+)” atau “min kali min sama dengan ples”. Sesuai dengan penjelasan guru besar bahasa Indonesia, maka hakimpun memutuskan dengan mengetukkan palu bahwa, yang bersalah adalah si Anton dengan bapaknya.
Maka berdua dimasukkan ke dalam penjara dan mengobati luka para mahasiswa dengan denda sejumlah uang yang jumlahnya begitu besar, sehingga mereka berdua memutuskan untuk menjual kebun mereka, lalu menyerahkan uangnya kepada para mahasiswa yang terluka akibat perbuatan mereka.
Dengan pelajaran dan pengalaman diatas maka kita harus berhati-hati menggunakan kata-kata sinonim yang tepat dan benar pada tempat dan posisinya, supaya tidak menghakimi kita dan memenjarakan kita, serta merugikan kita. Maka hati-hatilah menggunakan kata-kata sinonim yang tepat, supaya tidak merugikan kita dan mengorbankan kita.
By Prof. Aldo Jlm’22
Edisi 06072022