Banjir masih menjadi momok yang menakutkan di Indonesia pada umumnya, terkhusus di kota Makassar. Dari tahun ke tahun, bahkan saat tampuk kepemimpinan daerah silih berganti, banjir masih saja menjadi hantu bagi warga Makassar, terkhusus lagi di seputar wilayah Sudiang. Karena itu, ada banyak optimisme-optimisme pemerintah setempat menempuh berbagai langkah strategis dalam mengendalikan banjir.

Namun sayangnya hingga hari, jumat (18/11/2022) kemarin musibah banjir “kiriman” itu masih mewabah, bahkan sampai merusak peralatan elektronik, kendaraan bermotor hingga perabotan rumah tangga, parah..

Dari musibah banjir ini, sudah saatnya Pemerintah Kota Makassar, Pemprov Sulawesi Selatan dapat melakukan naturalisasi kanal-kanal dan drainase di tiap perumahan-perumahan, pembangunan prasarana dan sarana sumber daya air dituntut untuk memperhatikan penataan ruang terbuka hijau, penyediaan sarana prasarana umum, ekologi lingkungan pengelolaan sampah dan kualitas air, ekonomi, serta pemberdayaan masyarakat.

Cukup diakui bahwa cuaca ekstrem dengan intensitas hujan lebat disertai angin kencang beberapa hari terakhir melanda Makassar, mengakibatkan air permukaan naik hingga satu meter dan merendam ratusan rumah pada wilayah rawan banjir di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Pemkot Makassar dan Pemprov Sulawesi Selatan juga harus menambah keberadaan ruang terbuka hijau yang turut menjadi kawasan serapan air hujan. Taman-taman kota baru hendaknya terus diupayakan untuk membebaskan Makassar dari bencana banjir, melihat kondisi sekarang, realistiskah?

Kurangnya daerah tangkapan hujan dan penurunan muka tanah (land subsidence) juga perlu diantisipasi, misalnya dengan membuat drainase vertikal untuk membantu penyerapan air ke tanah dan menampung cadangan air bersih secara masif.

Ada baiknya duduk bareng DPRD Kota dan pihak Provinsi Sulsel brsama para pengembang perumahan serta tokoh-tokoh masyarakat memantau banjir. Bagi pengembang perumahan jangan hanya membangun “membabi buta” tanpa memikirkan tata kota yang berorientasi lingkungan hidup, mengingat banjir yang melanda wilayah Sulsel ini akibat ulah tangan manusia bukan pertama kalinya terjadi

Kemudian perlu paparan sewaktu janji-janji kampanye,  koordinasi dan  evaluasi selama ini sehingga bisa ditindak lanjuti, terutama “cluster daerah Tamalanrea hinga Biringkanaya” sehingga masyarakat tahu dan mengerti kondisi alam di Makassar yang telah disulap menjadi “hutan beton” jika perlu para pengambil kebijakan ini “turun gunung” ke lokasi banjir jangan hanya menunggu laporan, apalagi kalau laporannya “salah-salah.” Bisa-bisa salah minum obat, yang berdampak pada merosotnya elektabilitas, krebilitas, integritas pejabat publik itu sendiri.

(Visited 44 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: