Oleh: Pusvita Sari*

Alunan musikalisasi sebuah cinta diawali dengan keharmoniannya yang sangat indah jika didengar, seketika merasuki sepasang telinga dan jiwa ketika mendengarnya. Alunan musikalisasi cinta tersebut
seperti obat bius yang disuntikkan kepada pasiennya.

Makin dalam semakin merasuk, semakin lama semakin terlena, hingga aku lupa bahwa sebuah alunan ini hanya pemanis diawalnya saja. Sembari kunikmati, aku merasa jiwa-jiwa ini semakin semu. Aku terheran-heran dan bertengkar dengan isi kepalaku sendiri. Mengapa memulai dengan begitu indah, tetapi di saat telah berjalan sudah begitu berbeda?

Entah telingaku yang telah ditulikan karena tak lagi mau berhati-hati, sehingga terlena oleh biusnya yang begitu sakit. Telah kucoba untuk memahami situasimu. Sudah kucoba memberikan balasan terbaik yang aku bisa.Tetapi mengapa dirimu tak lagi seindah di saat memulai alunan cinta ini? Mengapa tak lagi segigih di saat memulai alunan cinta ini?

Mengapa tak lagi mau memperlihatkan perjuanganmu di saat memulai alunan cinta ini? Mengapa?Mengapa sekarang telah berubah? Seketika menghancurkan lamunan cinta indahku kepadamu, dengan sifat tak pedulimu, sifat cuekmu, seolah-olah tak lagi mau untuk memainkan alunan musikalisasi cinta yang kau ciptakan dahulu?

*Mahasiswi Fa. Ekonomi Universitas Ekasakti

(Visited 38 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.