Oleh: Gugun Gunardi*

Pengantar;

900 mahasiswa tingkat akhir di Universitas Tadulako (Untad), Kota Palu, Sulawesi Tengah terancam drop out (DO), karena batas penyelesaian studi mahasiswa tingkat akhir jenjang sarjana (S1) angkatan 2016 berlaku hanya sampai 30 Juni 2023.

Menurut Rektor Prof Amar, “Ada sekitar 900 mahasiswa angkatan 2016 yang terancam putus kuliah karena masa studi mereka akan berakhir pada 30 Juni 2023,”, Pada tahun-tahun sebelumnya ada kebijakan perpanjangan masa studi hingga Desember. Namun tahun ini belum menerima kebijakan tersebut dari Kemendikbudristek. Kampus memberikan dua opsi kebijakan bagi mahasiswa yang berada di ambang batas masa studinya.

Pertama, mahasiswa yang belum pernah cuti dapat mengambil cuti agar masih memiliki waktu satu semester untuk menyelesaikan studi. Yang kedua, pindah studi akan diberikan apabila keputusan untuk mengambil cuti tidak dimungkinkan.

Rektor menjelaskan bahwa langkah tersebut dilakukan sambil menunggu kebijakan dari pemerintah pusat. “Ada sekitar 400 mahasiswa yang sudah berada pada tahap proposal dan tugas akhir, sementara 500 lainnya masih memiliki mata kuliah.

Berkaca dari kejadian ini, kampus akan memperketat sistem evaluasi pada semester kedua dan keempat dalam pedoman akademik. Dengan kebijakan tersebut, diharapkan mahasiswa tidak terlalu terbebani pada akhir semester, sehingga harus DO.

Pembahasan:

Bagi penulis yang sampai saat ini berprofesi sebagai dosen yang mengajar dari tahun 1983 (sudah 40 tahun mengajar), berita ini sangat memprihatinkan dan mengejutkan. Di lain pihak, perguruan tinggi dipacu untuk dapat mengantarkan mahasiswa lulus tepat waktu, yaitu 7 atau 8 semester. Sementara ini ada mahasiswa yang harus putus studi karena melewati batas waktu studi 14 semester sebanyak 900 orang. Ini bukan main-main. Menurut penulis, ini merupakan musibah bagi dunia pendidikan.

Pengawasan perkembangan akademik mahasiswa seharusnya dilakukan secara berjenjang, mulai dari dosen pembina mata kuliah, dosen wali mahasiswa, ketua Program Studi, Fakultas, dan yang terakhir adalah Universitas. Apabila di tingkat universitas ditemukan permasalahan akademik mahasiswa yang menumpuk hingga 900 mahasiswa, ini menandakan bahwa pengawasan dan pembinaan yang berjenjang tersebut tidak berjalan dengan baik.

Dosen mata kuliah (mk), mempunyai tugas pengawasan wilayah dari mata kuliah yang dibinanya. Ia memiliki otorita memberikan nilai kepada para mahasiswanya, tetapi tentu saja dengan berbagai pertimbangan yang bersifat membina mahasiswa agar memahami, mengetahui, dan menguasai mk yang dibinanya. Pemberian tugas, serta penegasan kehadiran dalam tatap muka harus menjadi perhatian dosen. Maka dosen menjadi sosok terdepan dalam membina dan mengawasi proses belajar mengajar mahasiswa.

Sistem penilaian pun tidak diberlakukan dengan PAP saja. Jika ditemukan di dalam satu kelas tidak mencapai nilai dengan sistem PAP, yang tidak mencapai nilai tertinggi dengan PAP, maka harus dicarikan jalan keluarnya dengan menggunakan sistem penilaian PAN, yang memungkinkan para mahasiswa mendapatkan nilai yang layak. Juga dengan sistem PAN ini sekaligus merupakan evaluasi terhadap PBM yang dilaksanakan dosen pembina mk.

Sistem pengambilan mata kuliah, sudah sejak tahun 1991 diberlakukan sistem kredit semester (sks), yang memungkinkan mahasiswa yang memiliki indeks prestasi baik dapat mengambil kredit mata kuliah lebih banyak. Bagi mahasiswa yang mendapatkan IP lebih besar atau 3,00 ke atas. Maka ia berhak mengambil kredit mata kuliah berikutnya sebanyak 24 sks. Jika IP mahasiswa berkisar 2,5 s.d 2,99, maka ia berhak mengambil 22 sks. Jika IP bekisar antara 2,0 s.d 2,49, ia berhak mengambil 20 sks, dan jika IP yang diperoleh mahasiswa lebih kecil dari 2,0, maka ia hanya diperbolehkan mengambil kredit mk paling banyak 18 sks. Kalau dihitung dengan jumlah sks kebanyakan program studi yang berjumlah 140 sks dan sudah termasuk tugas akhir sebanyak 6 sks. Kemudian jika mahasiswa yang bersangkutan, prestasi akademiknya hanya mencapai IP 2,0, artinya nilainya C semua, dan hanya diperbolehkan mengambil kredit mk sejumlah 18 sks setiap semester, maka dia harus selesai kuliah di semester 8, dengan perhitungan 140 :18 = 7,77. Artinya, ia harus selesai di semester 8. Ini dilakukan oleh mahasiswa yang sangat santai, selesai di semester 8 atau 9, yaitu 4 tahun atau 4,5 tahun. Jadi, jika diberi waktu hingga 14 semester tidak selesai alias DO, tentu harus dievaluasi di wilayah pembinaan akademik mahasiswa. Yaitu di interen prodi dan fakultasnya, juga di wilayah pembinaan kemahasiswaannya.

Tugas Prodi adalah mengawasi dan mengkoordinasikan PBM yang dilaksanakan dosen pembina mk, serta koordinasi dan pengawasan terhadap dosen wali. Proses pembinaan dosen wali terhadap mahasiswa yang menjadi tugas pembinaannya. Minimal menjelang atau saat perwalian untuk menentukan pengambilan sks mahasiswa per semester berdasarkan IP dan IPK yang diperoleh mahasiswa. Pengawasan perkembangan akademik mahasiswa, harus dipantau di semester 2, semester 4, dan semester 6, hingga di semester si mahasiswa sedang menulis tugas akhir, agar tidak kecolongan dalam pengawasan akademik mahasiswa.

Tugas fakultas adalah mengevaluasi tugas-tugas program studi, minimal setiap menghadapi akhir semester, dan setelah pelaksanaan pengisian kartu sks. Menerima laporan dari prodi terkait dengan perkembangan akademik mahasiswa, termasuk mengupayakan mencari jalan keluar bagi mahasiswa yang menghadapi putus studi. Pengawasan berjenjang ini akan sangat membantu untuk menghindari proses putus studi atau DO.

Penutup:

Saat ini jabatan tugas tambahan dosen sebagai Ketua Prodi diberikan dan harus yang sudah menyelesaikan jenjang pendidikan S3. Itu tidak cukup, ia harus dibekali juga skill lainnya untuk tugas membina mahasiswa, yaitu Orientasi Pengembangan Pembina Kemahasiswaan (OPPEK) dan Applied Approach (AA), dan atau Pengembangan Teknik Instruksional (PEKERTI), agar para Kaprodi memiliki skill tambahan untuk melakukan pendekatan dengan mahasiswa, memantau perkembangan akademik mahasiswa, dan mencarikan jalan bagi mahasiswa yang bermasalah.

Jika DO terjadi kepada 2 atau 3 orang, sangat bisa dipahami, meskipun harusnya diupayakan tidak terjadi. Tetapi jika sudah terjadi hingga 900 orang harus DO, itu merupakan musibah bagi dunia pendidikan. Betapa sedih mahasiswa dan orang tua mahasiswa, setelah 7 tahun menjalani kuliah, dan keluar dengan hanya dibekali surat keterangan putus studi atau DO.

*Penulis, Dr. Gugun Gunardi, M.Hum. Dosen Tetap Universitas Al Ghifari Bandung.

(Visited 114 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.