Oleh: Ruslan Ismail Mage*

Dilansir The Next Web, Selasa 24 April 2018, Indonesia bertengger di urutan ketiga dunia pengguna media sosial Facebook dan Twitter. Petama, India: 270 juta. Kedua, Amerika Serikat: 240 juta. Ketiga, Indonesia: 140 juta. Tiga tahun kemudian survei Hootsuite tahun 2021 menempatkan Indonesia urutan keempat pengguna media sosial terbanyak di dunia setelah Cina 999 juta pengguna, India 639 juta pengguna, Amerika 295 juta pengguna, dan Indonesia 193 juta pengguna. Khusus Indonesia mengutip data Statista 2023 sudah lebih 200 juta pengguna. Bahkan akan terus meningkat dalam kurun waktu 5 tahun mendatang menjadi 236 juta pengguna.

Dari beberapa platform media sosial yang bebas diakses di Indonesia, tercatat lima media sosial dengan pengguna terbanyak 2023. Pertama, WhatsApp. Kedua, Instagram. Ketiga, Facebook. Keempat, TikTok. Kelima, Telegram. Keenam, Twitter. Sementara data Hootsuite Juli 2022 yang memantau jumlah waktu yang dihabiskan orang untuk bermain internet dan medsos, menempatkan Indonesia di urutan sepuluh dunia menghabiskan waktu penggunaan internet selama 8 jam 8 menit sehari.

Dalam konteks komunikasi politik, data di atas menunjukkan media sosial sudah menjadi pilar penting dalam penyampain informasi. Begitu pula dalam kajian pemasaran politik, data tersebut menjustifikasi potensi pasar begitu besar yang bisa digarap secara sistematis dalam media sosial. Tinggal bagaimana aktor politik secara cerdas dibantu tim kreatifnya memanfaatkan peluang pasar itu dengan hadir di situs-situs jejaring sosial seperti disebutkan di atas. Berikut dua contoh politisi yang berhasil menjadi pemenang setelah memaksimalkan kampanyenya media sosial.

Barack Obama

Pada pemilihan presiden tahun 2008, jagad politik Amerika Serikat dikejutkan dengan munculnya seorang calon presiden dari ras kulit hitam yang selama ini tidak pernah diperhitungkan. Kemunculannya bukan sekadar menggetarkan panggung demokrasi terbesar di dunia, tetapi langsung menjadi pemenang dalam kontestasi pemilihan presiden Amerika Serikat. Hampir semua media di dunia menyoroti kemenangannya, hampir semua pemerhati politik dunia, tidak terkecuali Indonesia, tertarik mengikuti proses perjalanannya menaklukkan gedung putih.

Begitulah Barack Obama menghentak warga dunia dan menginspirasi pentingnya strategi hidup dalam mencapai tujuan. Kemenangannya dalam pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2008 menjadi sebuah fenomena baik bagi masyarakat Amerika maupun masyarakat dunia. Perjuangannya menuju gedung putih menjadi perhatian banyak pihak, khususnya pengamat dan pemerhati politik untuk dianalisis. Terlebih Obama, seorang kulit hitam Amerika yang berhasil mematahkan paham-paham White Anglo Saxon yang merupakan syarat untuk menjadi seorang presiden Amerika.

Data wikipedia menjelaskan White Anglo Saxon adalah “Kelompok soaial Protestan berkulit putih keturunan Britania di Amerika Serikat. Pada umumnya kaya raya dan memiliki koneksi bagus. Kelompok ini telah sejak lama mendominasi kehidupan masyarakat, budaya, dan kepemimpinan partai-partai politik besar Amerika”. Namun seorang ras kulit hitam Obama mampu mendobrak dan meluluhlantakkan dominasi paham itu.

Salah satu faktor penyebabkan Obama memenangkan pemilihan presiden Amerika tahun 2008 adalah kecerdasan strategi kampanyenya yang tepat dan berhasil menyingkirkan paham White Anglo Saxon dan perbedaan rasial yang selama ini dipakai untuk memilih seorang presiden Amerika. Strategi cerdas di momen yang tepat adalah kunci utama kemenangannya. Lalu strategi cerdas apa yang dipakai oleh tim kreatif kampanye Obama? Berikut penjelasannya.

Tim kreatif kampanye Obama memahami benar kondisi sosiopsikologis pemilih Amerika yang sedang booming kehadiran media sosial sebagai wadah komunikasi dan informasi antar warga. Menyadari itu, tim kampanyenya memilih orang-orang kreatif yang menguasai teknologi digital untuk merancang Obama masuk ke dunia maya.

Yuswohady, penulis buku best seller “Millennials KILL Everything” (2019) menjelaskan, bahwa langkah cerdas pertama Obama menjalankan strategi kampanyenya adalah ketika menunjuk Chris Hughes, salah satu pendiri Facebook yang sering dijuluki online orginizing guru untuk menjadi ”juru kampanye” di jagat maya internet khususnya melalui media jejaring sosial (social network). Diinspirasi kesuksesan situs jejaring sosial seperti Facebook, MySpace, dan YouTube, Chris merancang My.BarackObama.com (selama kampanye dikenal dengan sebutan seksi ”MyBo”) yang dijadikan epicentrum dari keseluruhan strategi Obama menggaet massa melalui komunitas dunia maya. Melalui situs inilah ”keajaiban Obama” bermula.

Masih menurut Yuswohady, melalui situs ini Obama menghimpun dan memberdayakan para simpatisan dengan memberi mereka web tools dan web enablers untuk membentuk komunitas pemilih lokal, menciptakan event-event dukungan, sampai kepada menggalang dana kampanye melalui situs-situs dan blog-blog pribadi mereka. Melalui situs ini pula Obama menyebarkan video-video pidato politiknya kepada jutaan pemilih Amerika melalui YouTube atau mendistribusikannya secara mobile ke jutaan pengguna Blackberry atau iPhone.

Fantastis, Obama mampu menghimpun komunitas jutaan simpatisan yang dengan sukarela membentuk komunitas-komunitas simpatisan lagi melalui blog-blog atau skun mereka di Facebook, MySpace, Digg, Deli.cio.us, atau Twitter, dan dengan semangat empat-lima mereka ”menjual” Obama ke jutaan pemilih Amerika. Hasilnya Obama memiliki lebih dari 1,7 juta sahabat di Facebook, 510.000 teman di MySpace, dan lebih dari 45.000 pengikut di Twitter. Sementara lawannya, McCain hanya punya 309.000 teman di Facebook dan 88.000 di MySpace.

Ferdinand Marcos, Jr.

Contoh kedua dahsyatnya social media effect dalam pemilu baru saja terjadi 2022 lalu dalam kontestasi pemilihan presiden di Filipina. Adalah Ferdinand Marcos. Jr. atau yang akrab dipanggil Bongbong berhasil unggul dalam Pemilu Presiden (Pilpres) Filipina. Putra dari mantan diktator dan koruptor Ferdinand Marcos ini meraih kemenangan salah satunya karena memaksimalkan media sosial khusunya aplikasi TikTok dalam kampanyenya.

Terlepas dari video yang disebar bernuansa misinformasi karena disinyalir mengaburkan data dan fakta, sebagaimana yang dinyatakan Time bahwa tim kreator Ferdinand Marcos, Jr. banyak misinformasi yang ia sebar kepada 22 ribu pengikutnya di TikTok. Namun yang pasti secara pemasaran politik mampu dan berhasil menghipnotis pemilih milenial di jejaring sosial berbondong-bondong mendukungnya.

Sekitar 72% pemilih dari kalangan milenial dan generasi Z berusia di bawah 40 tahun adalah pendukung Marcos Jr. Salah satu penentu kemenangannya adalah kecerdasan dan kejelian tim kampanyenya membaca potensi pasar gagasan di jejaring sosial. Memilih aplikasi TikTok yang paling banyak penggemarnya di kalangan generasi milenial Filipina sebagai sarana informasi menyebar video berisi pesan-pesan sederhana tetapi bermakna politik. Menurut pengamat politik setempat, keluarga Marcos Jr memaksimalkan jaringannya dan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk kampanye di media sosial secara sistematis dan tertata dengan baik.

Peneliti dari Universitas Harvard, Jonathan Corpus Ong, menjelaskan bahwa algoritma TikTok bisa mempercepat popularitas seseorang dibandingkan Facebook, Twitter, dan Instagram. Hal ini dibuktikan juga oleh pengguna media sosial di Indonesia, bahwa seseorang lebih cepat viral kalau menggunakan aplikasi TikTok. Banyak kasus muncul di permukaan yang menggelitik pihak bertanggung jawab secara tidak langsung dipaksa netizen menyelesaikan masalah setelah viral di TikTok.

Dari dua contoh di atas, para politisi muda Indonesia, khususnya caleg 2024 jangan terlambat memaksimalkan potensi pasar di jejaring sosial yang begitu besar di kalangan generasi milienial. Tinggalkan metode kolonial yang hanya mengandalkan money politic membodohi rakyat. Kontestasi itu sesungguhnya pertarungan kecerdasan menawarkan gagasan dan kreativitas, bukan menawarkan hoaks, kebencian, apalagi fitnah. Menang terhormat, kalah pun terhormat. []

*Akademisi, inspirator dan penggerak, penulis buku-buku politik dan motivasi.

(Visited 25 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.