Mangrove merupakan sabuk hijau menjadi pemecah gelombang tsunami di pulau Sulawesi, khususnya di kota Makassar, karena kerapatan akar-akarnya menjadi kekuatan yang mampu menyangga terjangan gelombang tsunami.
Ketika sabuk hijau tadi rusak, maka musibah akan datang menghantui. Demi keutuhan sabuk hijau terbentang di pulau Sulawesi ada baiknya berbagai stakeholders dan komunitas lingkungan hidup untuk giat menanam dan menjaga Mangrove dari tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab. Keutuhan Mangrove sebagai ‘sabuk hijau’ di daerah pesisir akan meminimalisir kerusakan ketika diterjang hempasan gelombang laut.
Mangrove merupakan suatu ekosistem pada wilayah intertidal atau pada wilayah pasang surut dengan interaksi yang kuat antara laut, payau, sungai dan terestrial.
Interaksi ini menjadikan ekosistem mangrove mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi baik berupa flora maupun fauna. Jadi dapat diketahui bahwa ekosistem mangrove adalah ekosistem yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga selalu tergenang air. Setiap ekosistem pastinya memiliki ciri-ciri tersendiri, baik ekosistem yang ada di darat maupun yang di laut.
Karakteristik yang dimiliki ekosistem mangrove tentunya didominasi oleh tanaman mangrove yang merupakan jenis tanaman yang hidup pada daerah pesisir dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan memilki akar yang mencuat ke permukaan. Bentuk akar tersebut merupakan salah satu adaptasi mangrove, akar nafas pada mangrove merupakan perpanjangan dari akar utama. Beberapa jenis akar nafas pada mangrove, yakni akar paku. Akar paku ini merupakan perpanjangan akar utama yang meruncing keluar ke permukaan menyerupai paku, akar paku ini terdapat pada mangrove Avicennia sp.
Sedangkan akar lutut memilki ciri sedikit menggulung diatas permukaan tanah. Akar lutut ini pada jenis Bruguierra sp.
Selanjutnya akar tunjang, memilki ciri bentuk akar yang keluar dari batang utama diatas permukaan tanah. Akar tunjang ini terdapat pada mangrove jenis Rhizopora sp.
Berikutnya, akar papan cirinya bentuk akarnya pipih dan berkelok dan memanjang diatas permukaan tanah. Akar ini melekat pada Mangrove jenis Xylocarpus sp.
Karakteristik ekosistem lain dari mangrove hidup di daerah payau. Daerah merupaka pertemuan antara air asin dan air tawar atau disebut dengan daerah pesisir. Kemudian sangat dipengaruhi pasang surut air laut, berada di daerah berlumpur dan jenis tanaman yang toleran terhadap kadar garam atau bersalinitas, lalu memiliki zona yang berlapis. Dalam ekosistem mangrove terdapat zona-zona yang dibedakan menurut letak dan jenis mangrove yang ada di dalamnya. Hal ini dikarenakan setiap jenis mangrove memilki ciri yang berbeda dan memilki manfaat tersendiri. Ciri berikutnya memilki fauna yang ada di dalamnha yang di dominasi dengan fauna bentik atau yang dominan di tanah.
Adapun lokasi sebaran ekosistem mangrove. Hutan mangrove berkembang di bagian tropis dunia, di Amerika terbentang dari utara ke selatan, dari florida di bagian utara turun ke tepi laut Argentina dibagian Amerika Selatan. Tidak hanya itu, ada di sejauh barat serta timur tepi laut Afrika serta terpencar hingga ke anak daratan India sampai Ryuku di Jepang.
Lebih jauh ke selatan hutan mangrove ada di New Zealand serta membentuk kawasan Indo-Malaya. Perlu diketahui bersama di Indonesia sendiri merupakan negeri dengan jumlah Mangrove paling banyak di dunia, sekitar 3 juta mangrove berkembang di sejauh garis tepi laut indonesia, jumlah ini terbanyak setara dengan 23% dari seluruh ekosistem mangrove di dunia.
Hutan Mangrove banyak ditemui di banyak daerah di Indonesia antara lain di sumatera terdapat di kampung Nipah kabupaten Serdang Begadai Sumatera Utara. Di Bali terdapat di bagian selatan Bali di teluk Benoa Kabupaten Badung seluas 1.300 hektar. Di pulau Jawa terdapat di Muara Angke dan Pantai Indah Kapuk di Jakarta, Muara Gembong di Bekasi, Kulonprogo di Jogjakarta dan Wonorejo di Surabaya.
Di pulau Kalimantan terdapat di Balikpapan dan Pulau Tarakan. Di Sulawesi terdapat di Desa Bahowo Sulawesi Utara, selanjutnya Hutan Mangrove Tongke-Tongke
seluas 173,5 hektar ini terletak di Kabupaten Sinjai, kemudian Hutan Mangrove Lantebung.
Luas keseluruhan hutan mangrove di Lantebung mencapai 1.800 ha, Vegetasi mangrove didominasi oleh Rhizopora mucronata (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007). Potensi ekosistem mangrove di daerah ini yang cukup besar memberikan peluang yang besar pula terhadap terciptanya berbagai bentuk pemanfaatan mangrove secara ekonomi.
Bentuk-bentuk pemanfaatan secara ekonomi tersebut misalnya usaha pertambakan, pertanian, pemukiman, pariwisata, dan penangkapan ikan. Bentuk-bentuk pemanfaatan di atas masih menempatkan sumber daya alam (terutama ekosistem mangrove) di wilayah pesisir sebagai pilar utama pengembangan wilayah di kawasan ini.
Selain Lantebung, Makassar juga memiliki Hutan Mangrove Untia terletak di Kelurahan Untia yang mempunyai luas hanya sekitar 289 ha dengan jumlah penduduk 417 jiwa/ha dan terletak pada ketinggian 1 meter di atas permukaan laut. Karena lokasinya yang berada di pesisir, Kecamatan Untia disebut juga perkampungan nelayan.
Mangrove memiliki manfaat seperti; menjaga kualitas air, penyerap emisi karbondioksida, menghasilkan oksigen, edukasi dan ekowisata, mencegah intrusi air dan abrasi, habitat bagi para makhluk hidup. Dan masih banyak lagi ditemui keberadaan hutan Mangrove wilayah di Indonesia.
Flora yang terdapat di Ekosistem yang terdapat di hutan Mangrove, tentu Mangrove itu sendiri, selain itu ditemukan tanaman ketapang, nyamplung, akasia, nipah, pohon asem, lamtoro.
Beberapa jenis Fauna menggantungkan hidupnya di kawasan mangrove, yaitu beberapa spesies kepiting bakau, kepiting laga, kepiting oranye, kepiting ungu pemanjat. Kemudian berbagai jenis udang dan kalomang mangrove. Monyet, serangga, kelelawar, burung, ikan dan mollusca. Oleh karena itu, keberadaan mangrove harus dilestarikan.
Sumber: diolah dari pelbagai sumber internet.