Oleh: HTB

Ketika hendak memulai menulis tentang ibuku, aku bingung harus mulai dari mana awal ceritanya. Terlalu banyak hal mau kutumpahkan yang sudah menumpuk dalam benakku. Kutenangkan diriku, pelan-pelan mulai kukuasai emosiku. Mulailah aku menyusun cerita tentang ibuku. Walaupun pada dasarnya, sulit kurangkai huruf menjadi kata, kata menjadi kalimat, kalimat menjadi alinea, alinea menjadi wacana.

Tak ada kata-kata yang mampu sepenuhnya mengungkapkan rasa cintaku pada ibu. Ibuku, bak seorang malaikat yang turun ke bumi, penuh dengan kelembutan dan kebijaksanaan. Di matanya, aku adalah “bintang” yang bersinar paling terang di langit.

Dari pagi hingga malam, dia selalu ada, memberikan kasih sayang yang tak terbatas. Saat aku jatuh, dia selalu siap untuk mengangkatku. Saat hatiku terluka, pelukannya adalah obat terbaik yang pernah ada. Saat air mataku meleleh, ibu mengelapnya penuh kelembutan. Ibu adalah tempat aku selalu pulang, tempat perlindungan dan ketenangan.

Aku mengingat bagaimana dia dengan lembut menyanyikan lagu “Yabe Lale” sebagai pengantar tidurku. Begitu suaranya yang lembut mengalun dan mendayu-dayu, semua kekhawatiran seakan lenyap. Ketika aku sakit, dia akan begadang di samping tempat tidurku, tanpa kenal lelah, hanya untuk memastikan aku baik-baik saja.

Tidak ada pengorbanan yang terlalu besar baginya. Dia selalu memberikan yang terbaik untukku, bahkan jika itu berarti dia harus mengorbankan kebahagiannya sendiri. Baginya, senyumku adalah segalanya, dan dia akan melakukan segalanya untuk melihatku bahagia.

Aku mencintaimu, ibu, dengan segenap hatiku dan sejemput jiwaku. Terima kasih atas cinta kasih tak terbatasmu, pengorbananmu, dan kebaikanmu. Kau adalah pilar dalam hidupku, kekuatan yang selalu menginspirasi aku untuk menjadi lebih baik. Air mataku tak dapat mencukupi untuk mengungkapkan seberapa berhargamu bagiku.

Kutuliskan sebuah puisi berikut untuk mengobati rasa rinduku padamu, Ibu.

ELEGI RINDU BUAT IBU

Rindu ini mekar lagi pagi ini
Hijau kuncup di awal hari
Desak jiwa hingga sesak napas menanti hadirmu
Sosok Ibu pahlawanku
Wakil Allah di bumi

Pernah kulihat garis-garis halus terlukis di wajahmu
Perlahan namun pasti berubah jadi garis jelas
Satu yang tak pernah berubah
Bara semangatmu kian memerah
Nyala apimu tak pernah redup
Sumbu nyalamu pantang memutih
Nyali gadangmu pantang menciut
Tak pernah sesat akal
Selalu ada solusi tiap kala hadapi rintangan

Baja semangatmu telah disemai di ladang jiwa anak-cucumu
Pantang kalah apatah lagi menyerah
Sekali menghadap arah
Pantang surut langkah putar haluan

Rindu ini meradang kembali
Bekas-bekas lukisan tanganmu tergambar kembali
Walau fisikmu telah lama mengabur
Jiwa raga dan semangatmu takkan tergerus zaman

Ibu, Pahlawanku ………
Ibu, Malaikatku, …..
Terima kasih atas cinta yang pernah kauwariskan
Selaksa sanjung jiwa luhur kautitiskan
Beribu untai kata atas nyali kautitipkan
Rindu ini akan mengkristal selamanya

Padamu Ibu sosok teladanku
Elegi rinduku tak terbendung jarak
Elegi rinduku tak berbatas waktu
Selamanya kurindukan jahitan-jahitan halusmu
Menenum sehelai demi sehelai
benang hingga jadi kain
Kini anak-cucumu menyasar dunia
Langkah-langkah pasti menyusur sudut-sudut dunia
Hingga ujung waktu mengatup mata


Kukunci goresan penaku ini dengan pemeo lawas, bahwa “Kasih Ibu Sepanjang Jalan, Kasih Anak Sepanjang Penggalah” adalah ungkapan yang menggambarkan kedalaman ikatan kasih sayang ibu dan anak. Kasih ibu adalah konstan sepanjang jalan hidup kita, dan kasih anak adalah penggalah yang mendukung ibu dalam perjalanannya. Kedua jenis kasih ini adalah aspek penting dalam membangun hubungan keluarga yang kuat dan berarti. Salam rindu, Ibu. Semoga malaikat di surga menjagamu bersama ayahku tercinta, sebagaima ibu dan ayah menjagaku sewaktu masih kecil dulu.

(Visited 82 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.