Oleh: Muhammad Sadar*
Indonesia merupakan negara agraris dengan keaneragaman hayati serta tingkat populasi penduduk terbesar keempat di dunia. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan sumber pangan terutama karbohidrat yang berasal dari padi dan jagung sebagai makanan pokok, pemerintah terus berupaya melakukan berbagai kebijakan dan program pangan berkelanjutan.
Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi selain padi. Jagung sebagai komoditi strategis nasional selain sebagai bahan pangan, jagung juga dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan bahan baku industri makanan dan bio etanol.
Jagung dalam bahasa latin disebut Zea mays sebenarnya merupakan tanaman purba yang berasal dari Amerika Latin (Meksiko, Guatemala, dan Honduras). Tanaman jagung didomestikasi sekitar 8.000 tahun yang lampau oleh bangsa Indian, merupakan keturunan jagung liar teosinte. Melalui proses evolusi, adaptasi, migrasi, rekombinasi gen-gen,dan kegiatan petani menanamnya sambil melakukan seleksi massa, akhirnya menjadi tanaman jagung seperti sekarang ini.
Petani telah membudidayakan jagung selama berabad-abad dan merupakan penyeleksi utama.
Mulai abad ke-20 pemulia telah memperbaiki bentuk morfologi jagung melalui perbaikan genetik,
sehingga keturunan teosinte telah berubah menjadi jagung modern yang berkembang ke seluruh pelosok dunia (King and Edmeades,1977).
Kini, jagung telah menjadi tanaman kosmopolitan dan merupakan komoditas pangan terpenting ketiga dunia setelah padi dan gandum. Perkembangan jagung di Indonesia mengalami pasang surut karena perubahan penggunaannya dan harga yang tidak stabil. Hingga tahun 1970, jagung digunakan sebagai pangan utama, tujuan penanaman adalah untuk peningkatan bahan pangan. Ketika produksi beras melimpah sejak awal tahun 1980-an, konsumen jagung beralih ke pangan beras, dan jagung berubah fungsi menjadi pakan ternak.
Pada awalnya, industri pakan ternak lebih memilih mengimpor jagung,karena produksi dalam negeri tersebar, volume kecil dan sifatnya musiman. Setelah jagung hibrida diadopsi petani secara luas sejak tahun 2000, maka pasar biji jagung untuk industri pakan mulai berkembang dan didukung oleh perbaikan harga pasar. Proses ini berdampak terhadap alih pemanfaatan lahan dari tanaman kacang-kacangan menjadi peruntukan tanaman jagung.
Kualitas jagung juga mulai terjaga dengan tersedianya alat pengering dan penyimpanan dengan kadar air 12,0 persen (BPS, 2012). Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian (2015) telah menghasilkan 38 varietas unggul jagung termasuk jagung fungsional, 27 varietas di antaranya jenis hibrida dan 11 varietas jenis bersari bebas, dengan potensi hasil biji varietas hibrida 13,0 ton per hektare dan varietas bersari bebas 8,0 ton per hektare. Sentra pengembangan jagung kini terpusat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Lampung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, seluruh daratan Sulawesi, NTB, dan NTT.
Jagung dapat dibudidayakan mulai dari dataran rendah sampai dataran sedang atau pada ketinggian 0-800 meter di atas permukaan laut atau pada wilayah tropis. Jagung adalah golongan tanaman C4 yang memerlukan intensitas radiasi surya dan suhu tinggi, transpirasi dan curah hujan rendah dengan pencahayaan musiman tinggi serta struktur tanah yang gembur. Sifat fisiologis dan anatomis yang dimiliki jagung sebagai tanaman C4 merupakan dasar perakitan varietas unggul untuk dilakukan seleksi pada cekaman biotik dan abiotik dengan daya adaptasi yang tinggi dibanding komoditas pangan lainnya.
Dewasa ini, faktor iklim, terutama penyebaran curah hujan yang tidak menentu mengakibatkan ketersediaan kelembaban tanah tidak stabil, sehingga berbagai komoditas tanaman pangan termasuk jagung, produktivitasnya tidak maksimal (Sumarno et al., 2008). Upaya peningkatan produksi jagung nasional selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang tinggi dengan permintaan terus meningkat,juga untuk mengisi peluang pasar dunia karena kebutuhan jagung dunia dan regional besar. Industri yang membutuhkan jagung sebagai bahan baku tidak hanya terbatas pada industri unggas dan pakan ternak, namun semakin berkembang industri lainnya yang berbahan baku jagung.
Beberapa upaya yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi jagung antara lain:
1. Memperluas areal tanam melalui kegiatan ekstensifikasi, diversifikasi, peningkatan indeks pertanaman, dan penambahan periode panen;
2. Meningkatkan produktivitas dengan cara penggunaan benih unggul bermutu, memaksimalkan populasi melalui jarak tanam, pemupukan intensif, dan pengamanan produksi melalui teknik perlindungan tanaman dari organisme pengganggu tumbuhan;
3. Menekan senjang hasil dan menurunkan losses dengan penggunaan alsin panen mekanis dan alat pengering/dryer dan silo penyimpanan; dan
4. Mempertahankan stabilitas produksi dengan mengatur pola tanam on-off season.
Menurut Zubachtirodin (2008), tanaman jagung memiliki kemampuan adaptasi yang luas dan relatif mudah dibudidayakan pada lingkungan fisik dan sosial ekonomi yang sangat beragam. Jagung dapat ditanam pada lahan kering, lahan sawah, lebak, dan pasang surut dengan berbagai jenis tanah dan tipe iklim menurut klasifikasi Oldeman. Pengembangan jagung di lahan sawah pada musim kemarau sangat strategis, karena:
- Dapat mengurangi/mengatasi defisit pasokan jagung yang umumnya terjadi pada musim kemarau;
- Kualitas jagung pada pertanaman musim kemarau tergolong tinggi;
- Petani jagung musim kemarau akan memperoleh pendapatan yang lebih baik karena harga relatif tinggi.
Pasar komoditas jagung sangat terbuka luas, baik pada tingkat lokal, domestik maupun global dan merupakan peluang bagi Indonesia yang memiliki potensi besar untuk peningkatan produksi melalui dua sumber pertumbuhan utama, yaitu peningkatan produktivitas dan dan perluasan areal tanam. Produktivitas jagung nasional saat ini masih rendah antara 4,6-5,3 ton per hektare dari total areal panen yang fluktuatif antara 2,49-2,76 juta hektare (BPS,2023). Angka tersebut masih bisa ditingkatkan mengingat produktivitas jagung ditingkat penelitian sementara telah mencapai di atas 10,0 ton per hektare, tergantung pada kondisi lahan, lingkungan dan teknologi yang diterapkan. Sedangkan areal tanam dapat diperluas baik pada lahan kering maupun lahan sawah.
Menurut Syafaat (2005), pemanfaatan sumber daya lahan hanya sekitar 32,3 persen dari potensi yang ada,
sementara kesenjangan produktivitas antara hasil penelitian dan hasil petani masih cukup lebar yaitu sekitar 35,6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa masih terbuka peluang yang besar untuk penggunaan faktor produksi total melalui sumber pertumbuhan tersebut.
Usahatani dan penumbuhan jagung terus diupayakan pada berbagai agro-ekosistem yang beragam mulai dari lingkungan berproduktivitas tinggi (lahan subur) sampai yang berproduktivitas rendah (lahan sub-optimal dan marjinal). Untuk itu diperlukan penyediaan teknologi produksi jagung yang variatif dan spesifik lokasi. Penerapan teknologi budidaya jagung oleh petani saat ini, pada umumnya masih bersifat parsial khususnya bagi wilayah berproduktivitas rendah. Memadukan sejumlah komponen teknologi produksi diharapkan akan meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani jagung.
Keberhasilan perbaikan produktivitas dan pendapatan tersebut pada gilirannya akan memperlancar kegiatan pengembangan areal pertanaman jagung di Indonesia. Berbagai program dan kegiatan jagung yang dikembangkan pemerintah di antaranya Intensifikasi Khusus (Insus) yang berlanjut ke Supra Insus.
Kemudian program peningkatan produksi jagung dengan nama Gema Palagung 2001 (Gerakan Mandiri Padi, Kedelai dan Jagung). Selanjutnya strategi peningkatan produktivitas yang dituangkan dalam
PROKSI MANTAP (Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan). Selain tagline program tersebut juga dilakukan bantuan sarana benih unggul jagung hibrida melalui kegiatan pengembangan dan perbenihan jagung berbasis korporasi. Bahkan pada tahun 2006, tingkat Pemerintahan Regional se-Sulawesi mengembangkan kawasan agribisnis jagung terintegrasi menuju swasembada jagung yang dikenal sebagai Celebes Corn Belt (CCB).
Kinerja jagung nasional berdasarkan catatan BPS pada tahun 2023, luas panen diperkirakan sebesar 2,49 juta hektare, mengalami penurunan 0,28 juta hektare dibandingkan luas panen 2022 seluas 2,76 juta hektare. Sedangkan produksi pipilan kering dengan kadar air 14 persen sebesar 14,46 juta ton,
mengalami penurunan sebanyak 2,07 juta ton atau 12,50 persen dibandingkan tahun 2022 sebanyak 16,53 juta ton. Estimasi tersebut merupakan angka sementara berdasarkan hasil pengamatan kerangka sampel area (KSA)hingga September 2023.
Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture/FAO) merekam pergerakan produksi jagung Indonesia mencapai 22,5 juta ton pada tahun 2020, jumlah tersebut turun 0,38 persen dibandingkan tahun 2019 sebesar 22,58 juta ton. Melihat tren produksi jagung meningkat sejak tahun 2010-2018,
jumlahnya pun mencapai rekor tertinggi sebanyak 30,25 juta ton pada tahun 2018. Hanya saja produksi jagung dalam negeri anjlok 25 persen menjadi 22,59 juta ton pada tahun 2019. Volumenya pun kembali merosot setahun setelahnya tahun 2020.
Perdagangan komoditas jagung tingkat dunia melalui kegiatan ekspor-impor yang berlangsung setiap waktu merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan domestik setiap negara. Neraca perdagangan Indonesia berdasarkan data BPS bahwa pada tahun 2022 impor jagung sebanyak 1,09 juta ton yang mengalami volume kenaikan sebesar 9,86 persen dibandingkan tahun 2019 sebanyak 995.998 ribu ton. Peruntukan jagung impor tersebut sebagai bahan konsumsi manusia sebanyak 817.099 ton dengan nilai 296,33 juta dollar. Pakan ternak sebanyak 264.968 ton dengan nilai 88,22 juta dollar. Negara asal impor jagung terbesar adalah Argentina sebanyak 881.410 ton dan Brasil 107.338 ton.
Jika dibandingkan dengan volume impor, kegiatan ekspor jagung Indonesia ke luar negeri relatif tergolong kecil hanya sebesar 162.033 ton dengan nilai 49,95 juta dollar pada tahun 2022. Secara volume,
ekspor jagung meningkat tajam dari periode 2021 yang tercatat BPS sebanyak 2.539 ton dengan nilai persentase ekspor melejit hingga 1.079 persen dari tahun sebelumnya sebesar 4,24 juta dollar.
Ketika penulis menghadiri seminar nasional tanaman serealia pada Pekan Serealia Nasional I di Balai Penelitian Serealia tahun 2010 disampaikan beberapa rumusan terkait prospek komoditas,
kebijakan penelitian dan usulan langkah akselerasi riset dan pengembangan jagung antara lain:
- Permintaan jagung akan meningkat 86 persen,lebih tinggi dari beras yang hanya meningkat 28 persen. Peningkatan permintaan disebabkan oleh multifungsi jagung sebagai sumber diversifikasi pangan,pakan, sumber energi terbarukan dan bahan keperluan industri(plastik bio-degradable).
Target dan sasaran produksi jagung jagung semestinya dipisahkan sesuai dengan fungsinya; - masalah dan tantangan yang dihadapi dalam peningkatan produksi adalah menyusutnya lahan-lahan subur dan adanya perubahan iklim global yang berdampak pada tanaman. Oleh karena itu, peran riset dan kontribusi teknologi diarahkan untuk meningkatkan produktivitas, mutu dan pendapatan petani;
- arah dalam perakitan varietas menuju pada penciptaan varietas hibrida maupun komposit dengan keunggulan umum umur genjah produktivitas tinggi, toleran cekaman biotik/abiotik serta keunggulan spesifik pulen (kandungan amilosa < 23%), pro-vitamin A dan QPM untuk pangan, stay green untuk pakan. Penciptaan varietas unggul transgenik sebagai varietas adaptif dengan iklim tropis;
- peningkatan investasi pemerintah untuk perbaikan infrastruktur dan riset serta kerjasama- kemitraan antar para pemangku kepentingan.
- Penyusunan scientific based regulasi untuk pengembangan produk genetically modified organism (transgenik).
Zea mays dengan sejarah dan dinamikanya telah berkembang di negara ini bersama dengan sumber daya lahan pertanian yang luas, beriklim tropis,SDM yang melimpah, open market global, serta teknologi budidaya yang tersedia sangat berpotensi mengantarkan negeri mencapai swasembada jagung untuk memperkokoh ketahanan pangan sehingga membuka peluang kemungkinan berperan lebih besar untuk pemenuhan pangan dunia (feed the world).
Barru,25 Desember 2023
* Penguji Perbenihan dan Perbibitan TPHBun Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Barru