Oleh: Ruslan Ismail Mage*
Hujan deras dan terik sinar matahari tidak menghalangi langkah para pemburu rida Allah mengantar orang-orang yang dimuliakan, dihormati, dicintai, disayangi menuju lantai delapan Rumah Sakit Melia Cibubur. Lantai delapan adalah tempat para pasien hemodialisis (HD) menjalani perawatan rutin dua kali seminggu.
Bagi orang yang berkunjung ke lantai delapan bisa jadi hanya menganggap ruang hemodialisis, tapi bagiku lantai delapan adalah ladang pengabdian bagi anak, cucu, istri, suami, ayah, yang secara rutin menemani orang terkasihnya sebagai bukti bakti tanpa batas, tanpa syarat, selain ingin mendapatkan rida Allah Swt.
Banyak sisi kehidupan yang menggugah jiwa di lantai delapan. Satu di antaranya yang merangsang naluri jurnalistikku adalah dua orang bersaudara bernama familiar Ari dan Adi yang selalu melukis pemandangan terindah di langit-langit jiawaku. Bagiku, keduanya saling berlomba mencium pintu surga, keduanya saling bercanda di taman-taman surgawi di samping sang ayah yang rutin berbaring kurang lebih lima jam dua kali seminggu sebagai pasien hemodialisis.
Tidak ada air muka kejenuhan di wajahnya, tidak ada isyarat suara kelelahan dari napasnya. Sebaliknya, canda tawa berdua diberikan untuk menghibur hati dan mendamaikan perasaan sang ayah. Keduanya nampak memahami secara medis pasien hemodialisis wajib dijaga suasana kebatinannya tetap gembira.
Ari, sang kakak sudah rutin menemani, merawat, dan menjaga sang ayah menjalani hemodialisis sejak tahun 2009 ketika masih mahasiswa hingga sekarang. Sementara Ari, sang adik, sejak tahun 2012 ketika sudah kuliah rutin silih berganti menemani sang ayah melakukan hemodialisis hingga sekarang.
Mengatur Waktu
Kedua bersaudara itu kini sudah memiliki keluarga bahagia dengan anak-anak lucu yang masih kecil. Biasanya sekali atau dua kali seminggu sepakat silih bergantian menemani sang ayah. Tergantung ada tidaknya pekerjaan yang urgen. biasa juga menyesuaikan peraturan plat kendaraan ganjil dan genap. Tentu untuk kepentingan menemani sang ayah, plat kendaraan sengaja dibedakan ada ganjil dan genap.
Antara mereka berdua harus ada salah satunya menemani sang ayah. Kalau pun ada pekerjaan yang harus diselesaikan bersamaan waktu jaga sang ayah, solusinya bisa diselesaikan secara online di rumah sakit. Prinsip keduanya harus secara fisik salah satunya hadir menemani di samping. Namun tidak jarang mereka berdua bersama mengantar, jelas Adi sambil menggendong sang ayah dari kursi roda naik ke pembaringan.
Sebuah pemandangan yang begitu indah jika kedua bersaudara ini datang bersamaan menemani sang ayah. Sebagaimana hari Sabtu siang bertepatan hari kemerdekaan 17 Agustus 2024. Waktu makan siang, nampak Ari begitu tulus menyuapi sang ayah, sementara Adi sejenak pergi membeli minuman yang diminta sang ayah. Ya Allah ya Rabb, pemandangan bakti anak begitu indah yang Engkau sajikan di depanku.
Contoh Bakti Tanpa Syarat
Saking indahnya pemandangan itu, tanpa terasa ada butiran-butiran kristal yang menyeruak di sudut mataku ingin membentuk anak sungai di pipiku yang sudah mulai keriput dimakan usia. Aku menarik napas untuk menjaga butiran kristal itu tidak jatuh.
Apa gerangan yang membuat keduanya begitu syahdu merawai sang ayah? Selalu ada dorongan dari dalam, jelas Ari sambil mengusap dadanya. Adi kemudian menambahkan, mereka tulus dan ikhlas menemani orang tua karena sadar ini adalah perintah dari Tuhan. Subhanallah, Masya Allah. Aku membisu, tidak ada lagi bahasa verbal yang bisa kuucap, selain bahasa nonverbal yang diwakili sudut mataku yang basah.
tiba-tiba aku teringat sejarah bakti suci dua orang anak kepada ibunya tanpa batas tanpa syarat selain mengharap rida Allah Swt. Dalam hikayat, tersebutlah Salman Al-Farisi dan Uwais Al-Qorni di zaman Rasulullah yang keduanya menjadi contoh bagaimana pengabdian dan bakti seorang anak kepada orang tuanya.
Salman Al-Farisi dan Uwais Al-Qorni adalah dua orang pemuda miskin yang menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk menjaga dan merawat ibunya yang sudah lumpuh sakit-sakitan. Dalam merawat ibunya keduanya tidak pernah mengeluh, selain hanya sekali mengeluh kepada Tuhannya, “Ya Allah ya Rabb, walau pun sudah bekerja keras siang dan malam baru cukup untuk tidak kelaparan esok harinya, lalu bagaimana mungkin bisa mewujudkan mimpi ibu yang sedang lumpuh untuk mencium baitullah?”
Untuk mewujudkan mimpi ibu mereka, keduanya menempuh cara yang sama. Bakti ke ibu yang tanpa batas, membuat keduanya menggendong ibunya yang lumpuh menuju tanah suci Mekkah. Perjalanan yang mungkin ratusan mil jauhnya dimulai. Salman Al-Farisi dan Uwais Al-Qorni mulai menyulam waktu di tengah hamparan gurung pasir. Teriknya panas matahari tidak membuat surut langkahnya, telapak kaki yang memerah terkelupas menginjak pasir panas tidak akan memupus mimpi ibu mereka.
Perjalanan yang paling membahagiakan bagi Salman Al-Farisi, karena di samping bisa mewujudkan mimpi ibunya mencium baitullah, ia juga bisa bertemu dengan Rasulullah. Mengetahui Salman Al-Farisi berjalan kaki menggendong ibunya dari kampung halamannya, Rasulullah meneteskan air mata. “Sungguh mulia engkau saudaraku,” kata Rasulullah, “Namun, kebaikan apa pun yang engkau lakukan belum sebanding dengan apa yang dilakukan ibumu.”
Sementara Uwais Al-Qorni, sampai pulang dari tanah suci Mekkah bersama ibunya tidak sempat bertemu dengan Rasulullah. Uwais Al-Qorni hanya mampu memupuk rindunya bertemu Rasulullah, karena tidak ingin lagi melakukan perjalanan panjang meninggalkan ibunya sendirian di kampung.
Walaupun Uwais Al-Qorni tidak pernah bertemu Rasulullah, tetapi namanya sangat dikenal di langit. Saking terkenalnya Uwais Al-Qorni di langit membuat Rasulullah berseru kepada para sahabat, “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan Uwais Al-Qorni, mintalah doa dan istigfarnya. Dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.” (HR. Ahmad)
Tidak bermaksud membandingkan Salman Alfarisi dan Uwais Al-Qorni dengan Ari dan Adi. Namun yang pasti, Ari dan Adi berusaha mengikuti jejak Salman Alfarisi dan Uwais Al-Qorni untuk totalitas berbakti kepada orang tua. Inilah yang dimaksud judul tulisan ini, bertemu Salman Alfarisi dan Uwais Al-Qorni di lantai delapan. Semoga pengabdian dan bakti menemani orang-orang terkasih menjalani perawatan hemodialisis menjadi jalan sutra menuju taman-taman surgawi.
*Akademisi, inspirator dan penggerak, penulis buku motivasi.