Manusia sebagai citra Allah, dengan aneka aktivitas yang dikerjakannya setiap saat dikala ia masih bernafas, menjalankan titah Tuhan di muka bumi ini. Manusia juga sebagai manusia sosial yang harus beriteraksi dengan sesamanya, flora dan fauna yang mendiami dunia ini. Karena ia bukan sebatang kara di muka bumi ini, namun masih banyak ciptaan Tuhan lainnya yakni flora dan fauna di sekitarnya.
Untuk beriteraksi dengan makhluk hidup di sekitarnya ia memerlukan bahasa sebagai salah satu isyarat untuk beriteraksi dengan yang lainnya. Ada tiga macam bahasa yakni, “bahasa isyarat, bahasa lisan dan bahasa tulisan”.
*Bahasa isyarat adalah bahasa yang diterima menggunakan alat visual (mata) dan diproduksi menggunakan gestur (seluruh anggota tubuh manusia). *Bahasa lisan adalah, bahasa yang diterima oleh alat auditoris dan diproduksi menggunakan alat artikulatoris yang lebih konkret dan luwes. *Bahasa tulisan adalah bahasa yang lebih abstrak dan padat, dalam sistem kebahasaan, keabstrakan dan kepadatan dapat dilihat melalui sistem leksis, kepadatan leksikal, sistem klausa, sistem kelompok nomina, sistem gramatika, serta penggunaan aspek kohesi tertentu. Dari bahasa yang ketiga inilah yang kita sebut sebagai bahasa literasi yang berfungsi untuk merekam setiap peristiwa di sekitarnya dan mengarsipkannya dalam dunia keabadian.
Suatu daerah/wilayah mempunyai bahasa daerah tertentu, dengan budayanya sendiri, yang berbeda dengan satu daerah dan daerah lainnya. Dari suku, budaya, hingga suatu bangsa mempunyai identitas tersendiri yang merupakan ciri khasnya sendiri, yang menunjukkan bahwa dirinya berbeda dengan yang lainnya.
Seperti negara besar Indonesia, yang kaya akan bahasa dan budaya yang beraneka ragam, namun hanya mengenal satu bahasa pemersatu yaitu bahasa Indonesia, untuk menunjukkan identitas bangsa Indonesia itu sendiri.
Begitu pula dengan negara kecil setengah pulau yang disebut Timor-Leste, juga memiliki puluhan bahasa daerah dan budaya yang berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya, namun hanya mengenal satu bahasa pemersatu yaitu bahasa Tetun sebagai identitas nasional yang menunjukkan dirinya bahwa adalah Timor-Leste.
Dalam Konstitusi Republik Demokratik Timor Leste (KRDTL) artigu/pasal 13 mencetuskan tentang bahasa ofisial/resmi dan bahasa nasional. Di situ menjelaskan bahwa, konstitusi mengadopsi dua bahasa yakni Tetum dan Portugis. Tetum yang menunjukkan identitas bangsa Timor Leste, namun Portuguis adalah bahasa administrasi, mengingat perbendaharaan kata bahasa Tetun masih banyak yang kurang dan mendapat banyak input dari portugis, sehingga kadang kala orang menyebutnya sebagai Tetum-Portugis atau Tetum Prasa.
Masih ada lagi Tetum lainnya yang disebut Tetum Terik, tetapi belum disempurnakan dan banyak masyarakat orang Timor yang belum familiar dengannya, karena hanya segelintir orang menggunakannya seperti di daerah Viqueque dan Suai. Ada lagi Tetum INL (Instituto Nasional Linguistik) yang dikembangkan oleh UNTL tapi hanya dalam literasi saja di kamus, namun belum diaplikasikannya di public. Namun Tetum-Dili/Prasa banyak orang yang sudah menggunakannya dalam pergaulan sehari-hari, sehingga memudahkan orang untuk mengertinya.
Melirik pada kedua bahasa resmi Timor Leste, yakni Tetum dan Portugis. Kebanyakan masyarakat dalam pergaulannya sehari-hari menggunakan bahasa Tetum dan bahasa daerahnya masing-masing. Bahasa Portugis belum begitu familiar dengan masyarakat Timor Leste karena, tata bahasanya yang rumit, dan banyak aturannya, sehingga banyak orang yang belum menggunakannya dalam bahasa pergaulan sehari-hari, layaknya bahasa Tetum. Ia hanya berfungsi sebagai bahasa administrasi perkantoran dan di dunia pendidikan serta bahasa literasi.
Di dunia pendidikan pun, hanya universitas negeri yang dikelola oleh pemerintah yakni UNTL yang menggunakannya, namun universitas swasta lainnya seperti UNDIL, UNPAZ, malah memilih bahasa Tetum, Indonesia dan Inggris. Karena melihat dari keuntungan ekonomisnya ketiga bahasa ini lebih banyak menyerap tenaga kerja sehingga kebanyakan anak muda memilih ini, untuk mencari perkerjaan dengan mudah, misalnya; mencari pekerjaan di SEFOPE (Sentru Formasaun Profesional Empregu) atau “Pusat Pelatihan Tenaga Kerja Profesional”, lalu terjun ke ladang kerja di Korea, dan Australia, serta melanjutkan studinya ke Indonesia, Malaysia, Australia dan negara-negara tetangga lainnya yang lebih dekat.
Dibandingkan dengan bahasa Portugis yang sulit dan mahal harganya karena jaraknya ke Eropa dan Amerika (Brazil) yang jauh, membutuhkan biaya yang mahal, sehingga hal ini hanya untuk orang-orang elit saja dan orang-orang yang mendapat bewasiswa dari pemerintahlah yang megaksesnya, namun bagi masyarakat biasa tidak mampu dalam hal finansial, untuk membiayai sekolahnya hingga tuntas, dan tenaga kerja pun sangat minim. Yang bisa mengakses ini adalah orang-orang yang sekolah di sekolah portugis yakni sekolah CAFE (Centro de Aprendizagem Formação Escolar) atau “Pusat Pembelajaran dan Pelatihan Sekolah”, itulah yang mampu menyerap bahasa portugis dengan baik di sekolah, dan di perkantoran pemerintahan.
Bahasa merupakan suatu identitas kultur suatu daerah, negara dan bangsa itu sendiri, sebagai alat komunikasi dan alat pemersatu bangsa dari negara itu sendiri untuk mempertahankan kebudayanya. Bukan menggantinya dengan kultur asing yang tidak identik dengan kultur kita. Bahasa juga dapat menghidupi budaya tersebut dengan perekonomian dan finansial yang memadai, dilihat dari aspek-aspek yang telah dpaparkan di atas bahwa, bahasa menunjukkan identitas bangsa itu sendiri.