Timor Leste meraih kemerdekaannya dengan tinta darah merah para martir yang mengorbankan dirinya pada nusa dan bangsa kecil ini, dari kolonial Portugis 450 tahun, Jepang 2,5 tahun, Indonesia 24 tahun, telah menelang ribuan korban jiwa.

Namun untuk menutupi pintu akhir pendudukan Indonesia di negara kecil Timor Leste, yang barusan mendengar hasil hembusan angin segar kemerdekaan dari PBB yang mengadakan referendum pada tanggal 30 agustus 1999, dan mengumunkan hasilnya pada tanggal 4 september 1999.

Para milisi besi merah putih yang meronta akibat ketidakpuasan pada hasilnya, yang menunjukkan 78,5% memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia, dengan sadisnya menghabiskan nyawa para relawan yang membawa obat-obatan dan makanan bagi para pengungsi Lospalos, yang sedang menunggu kapal di pantai COM menuju Kupang. Namun sekembalinya dari sana dan balik lagi ke Baucau di tengah jalan para milisi menembak mereka di Apikuru (lubang ikan) Lautém dan mendorong mobilnya ke dalam sungai.

Para korban sebanyak 8 orang diantaranya adalah, Sr. Erminia Cazzaniga,FdCC (Italia), Sr. Celeste Pinto de Carvalho,FdCC (Uatucarbau-Viqueque), Fr.Jacinto Xavier (Baucau), Fr.Valerio (Lospalos), Fr.Fernando Oliveira (Luro-Lospalos), Cristovão Rudy Freitas Barreto, (acolito-Baucau), Titi Sandora Cornelio Lopes (Pairara-Lautém) dan Agus Mulyawan (wartawan-Indonesia).

Momen ini terjadi pada tanggal 25 september 1999, jam 7 malam, dan kini telah berselang 25 tahun, merayakan hari raya peraknya, dengan seminar dan merayakan misa di Paroki Kristu Raja Lautém. Para Milisi dan Militer Pro Indonesia telah membunuh mereka di Apikru-Lautém, dengan menutup pintu keganasan invasi Indonesia selama 24 tahun di Timor-Leste.

Pada kejadian inipun para pro integrasi Indonesia telah membunuh juga seorang pemuda bernama Izino Freitas Amaral yang mereka tangkap di tempat itu dan membuangnya bersama para suster dan frater yang telah ditembak mati dan dibuang ke sungai. Selain itu sebelumnya telah menembak mati seorang pemuda bernama Benedito Marques Cabral, dan jasadnya dibuang di belakang salah satu Sekolah Dasar dekat Apikuru-Lautém.

Itulah sekelompok orang martir yang mengorbankan dirinya demi kemerdekaan Timor Leste, dari para diktator yang ganas berkuasa selama 24 tahun di Timor Leste, merekalah martir terakhir, sebagai penutup pintu dari ratusan dan ribuan korban yang telah berpulang kerumah bapa di surga, demi pembebasan tanah air Timor Leste dari kekejian, penindasan, selama kekuasaan rezim Soeharto.

Dengan kematian kalian, sebagai pupuk yang telah menyuburkan tanah air kecil Timor Leste, hingga kini subur dan berkembang biak dan telah memenuhi kembali negeri buaya setengah pulau ini. Doa kami selalu menyertai kalian, semoga arwah kalian dapat diterima di sisi Tuhan, dan tenang di alam sana.

Kami yang masih hidup dan mengembara di bumi persada ini, agar dapat mengisi kemerdekaan ini dengan berakhlak baik, belajar demi membangun kembali puing-puing yang telah runtuh akibat dari perbuatan mereka. Menjadi sebuah negara kecil yang toleran di muka bumi, bekerja sama dengan negara-negara lain, berekonsiliasi dengan para penguasa  yang telah melukai hati para penghuni negeri ini, agar menjadi tetangga bersaudara, yang berlaku adil, makmur dan sentosa layaknya negara-negara lain di dunia yang telah lama mengengam kemedekaannya.

Lospalos, 25 setember 2024

By prof. Edosantos’24

(Visited 15 times, 2 visits today)
Avatar photo

By Aldo Jlm

Elemen KPKers-Lospalos,Timor Leste, Penulis, Editor & Kontributor Bengkel Narasi sejak 2021 hingga kini telah menyumbangkan lebih dari 100 tulisan ke BN, berupa cerpen, puisi, opini, dan berita, dari negeri Buaya ke negeri Pancasila, dengan motonya 3S-Santai, Serius dan Sukses. Sebagai penulis, pianis dan guru, selalu bergumul dengan literasi dunia keabadian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.