Gunung Halat, perbatasan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur

Ada anekdot di masyarakat Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Timur (Kaltim), juga Kalimantan Tengah (Kalteng) yang menyebutkan bahwa jika naik bus dari Banjarmasin ke Samarinda, rute bus antar kedua provinsi, penumpang bisa tahu sudah masuk wilayah Kaltim ketika goyangan bus lebih terasa.

Ungkapan ini sebenarnya untuk memberikan paradoks di antara Kalsel dan Kaltim, betapa kesenjangan pembangunan begitu terasa, termasuk infrastruktur jalan yang merupakan kewenangan pemerintah pusat. Pengguna jalan ingin menyampaikan bahwa kondisi jalan di wilayah Kaltim bagian Selatan masih jauh dari harapan. Katanya jalan nasional, tapi kondisi tidak lebih baik dari jalan lingkungan.

Jalan nasional ini membentang dari Barat Daya ke Timur Laut, melewati 2 kabupaten, yaitu Paser dan Penajam Paser Utara (PPU). Jarak dari perbatasan Kalsel-Kaltim, yang orang lokal sebutnya Gunung Halat, menuju pelabuhan feri di PPU adalah 190 kilometer. Jalan ini dulunya cukup memprihatinkan. Selain sempit sehingga menyulitkan kendaraan besar untuk berpapasan, terdapat lubang menganga di sana-sini. Belum lagi jika ada kendaraan alat berat yang mogok atau kecelakaan. Ini bisa menyebabkan macet total berjam-jam.

Antara PPU dan Balikpapan dipisahkan oleh teluk, bisa ditempuh dengan kapal feri selama 1-2 jam, jika membawa kendaraan. Bisa naik speed boat selama 10 menit, atau perahu yang disebut klotok selama 25-30 menit. Klotok ini bisa membawa sepeda motor. Alternatif lain, jika ingin lewat darat, maka harus keliling melewati Ibu Kota Nusantara (IKN).

Sementara untuk sampai di Samarinda, kita masih harus melewati Kota Balikpapan dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Syukurlah, kini sudah ada tol Balikpapan-Samarinda (Balsam). Sebelum itu, Balikpapan ke Samarinda via Bukit Suharto ditempuh dengan waktu 2-3 jam tergantung kecepatan, sekarang hanya dengan waktu 1 jam.

Bandingkan dengan jalan dari Banjarmasin ke perbatasan Kalsel-Kaltim (Gunung Halat) sepanjang 262 kilometer yang bisa ditempuh selama 6 jam. Jalan ini melewati 2 kota, yaitu Banjarmasin, lalu Banjarbaru (ibu kota Kalsel), dan 6 kabupaten, yaitu Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah (HST), Balangan dan Tabalong.

Namun, perbandingan yang kontras antara kedua wilayah itu adalah cerita lama. Alhamdulillah, kondisi yang dirasakan sejak zaman Hindia Belanda, ternyata bisa diakhiri di awal 2020an. Pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Joko Widodo memiliki mimpi untuk ‘mengistimewakan’ Kalimantan Timur. Yang paling nyata adalah membangun IKN, di wilayah PPU dan Kutai Kartanegara (Kukar).

Dampak dari pembangunan IKN ini terasa bagi daerah-daerah di sekitarnya. Selain PPU dan Kukar, beberapa daerah seperti Paser, Kutai Barat, dan Balikpapan ikut mendapatkan pengaruh luar biasa. Termasuk infrastruktur jalan dan jembatan yang dilakukan secara masif dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini, di kawasan IKN dan sekitarnya tidak sulit menemukan jalan lebar dengan kualitas cukup bagus. Tentang volume kendaraan yang lewat, tentu tak sama dengan jalan di Jawa, Sulawesi dan Sumatera yang setiap saat ramai.

Kembali ke topik awal, kini, bahwa penumpang bus dari Banjarmasin menuju Samarinda sudah bisa tidur nyenyak sepanjang perjalanan. Mereka tak lagi seenaknya memberikan nilai subjektif terhadap jalanan di kedua provinsi dengan olok-olokan. Justru sebaliknya, sering tanpa sadar, penumpang tahu-tahu sudah tiba di ujung PPU, saat bus bersiap masuk feri menuju Balikpapan. Di sini penumpang harus bangun karena sebagian besar turun dari bus menuju lantai 2 feri. Ada juga yang memilih tidur di bus.

Lalu bagaimana pula dengan kendaraan jenis city car? Mungkin salah satu makhluk paling berbahagia di muka bumi adalah pengguna jalan ini yang memiliki atau menggunakan kendaraan ukuran mungil. Waktu jalan masih rusak, mobil mini laksana menari di jalan raya. Kadang ke kiri, di lain waktu ke kanan. Kalau menabrak lubang, ada saja bagian mobil yang berubah. Minimal tergores. Kini mobil bisa melenggang-kangkung, sopir dan penumpang tertawa-tawa, atau tidur sambil dengarkan musik.
Dan untuk diketahui, ada perbedaan waktu tempuh yang cukup signifikan di wilayah Paser dan PPU sebelum dan sesudah 2020. Jika jarak 190 kilometer ini sebelumnya memerlukan waktu tempuh sekitar 7-8 jam, kini bisa dengan hanya 4 jam. Bahkan konon kabarnya, ada yang bisa lebih cepat dari itu.

Dan satu hal yang pasti sekarang, kalau mengundang teman-teman dari luar untuk berkunjung ke Paser, tidak lagi malu-maluin, karena jalanan sudah mulus semua. Ini menunjukkan bahwa pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, khususnya pembangunan jalan nasional di Paser dan PPU, Kalimantan Timur, bisa dikatakan tepat guna, tepat penganggaran dan tepat sasaran.
Terima kasih Pak Jokowi. Terima kasih pak Basuki Hadimuljono.

Tabalong-Kalimantan Selatan, 23 November 2024

(Visited 16 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.