Narasi ini sebagai bentuk kegelisahan salah seorang warga Makassar yang selalu berjibaku dengan banjir setiap musim penghujan tiba. Bukan tahun kali ini saja banjir melanda Sulawesi Selatan, khususnya di Makassar sejak 10-11 Februari 2025.
Bencana serupa pun hadir di tahun-tahun sebelumnya, tentu kita masih ingat banjir serupa pada 2022 lalu. Kira-kira dimana letak kebenarannya, apakah alih fungsi lahan atau penyebab lainnya sebagai biangkerok hadirnya banjir?.
Alih fungsi lahan, khususnya di kota Makassar, diduga menjadi penyebab bencana banjir ketika datang musim penghujan. Hilangnya bentangan sawah banyak ditimbun untuk pembangunan perumahan, gedung perkantoran, hotel, rel kereta api, ring road menghilangkan kantong-kantong air yang selama ini menjadi lumbung resapan limpahan air hujan.
Bisa kita lihat bersama bahwa alih fungsi lahan persawahan secara besar-besaran terjadi di Kabupaten Maros dan Kabupaten Gowa. Kedua Kabupaten ini dahulunya begitu banyak kita jumpai lahah persawahan, kini kedua daerah ini disulap menjadi “Kawasan Elite” di kota Makassar. Pembangunan kawasan permukiman secara besar-besaran terjadi dalam sepuluh tahun terakhir.
Ironisnya, bentangan persawahan menjadi korban masifnya pembangunan permukiman melenyapkan hamparan persawahan yang selama ini menjadi penghidupan para petani di Kabupaten Meros, Gowa dan sekitarnya, pembangunan Fasilitas umum juga turut andil sebagai penyebab tersumbatnya jalur air menuju laut.
Sepuluh tahun terakhir puluhan hektar persawahan dan rawa-rawa hilang berganti hutan beton.
Benar juga narasi ini, misal kalau tidak membangun rumah mau tinggal dimana, kalau tidak membangun hotel mau pesta dimana. Jikalau tidak membangun gedung pemerintahan, mau bekerja mengais gaji dimana, kalau tidak membangun rumah sakit berobatnya kemana, kalau tidak ada bandara, terminal, stasiun kereta api kalau mau mudik sarananya bagaimana, ini pertanyaan menggelitik tapi juga perlu kebijakan bersama dalam menyikapinya.
Memang diakui dibalik maraknya pembangunan di sebuah kota besar seperti Makassar ini berdampak terhadap lingkungan hidup. Pembangunan kota yang pesat dapat memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan hidup.
Dampak Pembangunan Kota terhadap Lingkungan Hidup
Dampak Pembangunan Kota terhadap Lingkungan Hidup, yakni menimbulkan pencemaran udara, pembangunan kota dapat meningkatkan emisi gas buang dari kendaraan bermotor dan industri, sehingga menyebabkan pencemaran udara.
Berikutnya pembangunan kota dapat meningkatkan limbah cair yang tidak diolah dengan baik, sehingga menyebabkan pencemaran air. Selain itu pembangunan kota dapat menyebabkan penggundulan hutan untuk dijadikan lahan pembangunan, sehingga menyebabkan kehilangan biodiversitas. Pembangunan kota dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca, sehingga menyebabkan perubahan iklim.
Parahnya, pembangunan kota dapat menyebabkan kerusakan tanah akibat penggalian dan pembangunan infrastruktur. Pembangunan kota dapat menyebabkan pengurangan ruang terbuka hijau, sehingga menyebabkan penurunan kualitas udara dan peningkatan suhu kota.
Pembangunan kota dapat berpengaruh terhadap Satwa Liar, seperti kehilangan habitat dan penurunan populasi. Tak heran apabila diperumahan warga sering kita jumpai ular kobra, ular sanca, monyet, buaya serta satwa liar lainnya berkeliaran dalam rumah warga.
Banjir musiman ini menjadi bencana alam sudah datang silih berganti setiap tahunnya, sebab musababnya yang paling relevan mudahnya perizinan pembangunan hotel, permukiman, hotel, rumah sakit, selain itu masih dibutuhkan komitmen dari pemilik kebijakan dalam melakukan pemulihan lingkungan hidup. Entah untuk mengejar PAD atau apalah, yang jelas saya bukan pakar hukum lingkungan hidup untuk membeberkan terlalu mendalam.
Warga Makassar pada umumnya menyadari, tahun ini volume air hujan memang ekstrem. Padahal tahun-tahun sebelumnya terjadi bencana serupa. Namun paling terpenting adalah berkurangnya kantung-kantung air, sebagai tadah laju volume hujan tersebut, sehingga banjirnya melanda kota. Terkesan seperti memelihara bencana.
Nggak etis menyalahkan cuaca, ini sama artinya mengumpat Tuhan. Nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan. Sebab ini fenomena alam tahunan yang pasti akan terjadi ketika musim hujan badai terjadi.
Banjir akan terus ada, sepanjang distribusi air hujan ke laut atau tanah tempat masuknya air tersumbat. Bagaimana bisa air terserap dalam tanah, kalau resapan air semuanya menjadi hotel, fasum serta permukiman yang tidak ramah lingkungan. Bencana banjir tahunan ini potret buruk kualitas lingkungan hidup di Sulawesi Selatan.
Solusi untuk mengurangi Dampak Pembangunan kota
Yah, setidaknya beberapa solusi untuk mengurangi Dampak Pembangunan kota:
- Perencanaan Kota yang Berkelanjutan: Perencanaan kota yang berkelanjutan dapat membantu mengurangi dampak pembangunan kota terhadap lingkungan hidup.
- Penggunaan Energi Terbarukan: Penggunaan energi terbarukan seperti energi surya dan energi angin dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.
- Pengelolaan Limbah yang Baik: Pengelolaan limbah yang baik dapat membantu mengurangi pencemaran air dan tanah.
- Pengembangan Ruang Hijau: Pengembangan ruang hijau dapat membantu mengurangi suhu kota dan meningkatkan kualitas udara.
- Penggunaan Teknologi Ramah Lingkungan: Penggunaan teknologi ramah lingkungan seperti teknologi hijau dan teknologi bersih dapat membantu mengurangi dampak pembangunan kota terhadap lingkungan hidup.
Dengan demikian, pembangunan kota dapat dilakukan dengan cara yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Mudah-mudahan para Gubernur, Walikota dan Bupati di pemerintahan nanti saling bergandengan tangan, bergotong royong menyelesaikan permasalahan banjir, sesuai janji-janji kampanye mendulang suara agar terpilih.