Senin dini hari pukul dua Wita
Delapan September dua ribu dua puluh lima
Kucari dirimu di mana berada
Tetiba hilang dari pandangan mata
Kehilanganmu adalah fenomena
Nenekku bilang engkau ditelan naga
Dulu mereka pukul rebana
Agar dirimu tampak lagi di angkasa
Ternyata engkau tetap di atas sana
Cahayamu redup tidak seperti biasa
Warnamu merah seperti saga
Tak mampu menerangi alam semesta
Saat kecil aku juga percaya
Karena cerita nenek menjadi legenda
Sampai pada suatu masa
Di hati muncul rasa curiga
Ketika SMP kelas tiga
Guru memberi pelajaran Fisika
Lalu belajar tentang dirgantara
Dari aeronautika sampai astronautika
Sejak itulah saya merasa
Kehilanganmu tak dijawab alat musik gempita
Namun dimaknai dengan cara berbeda
Yaitu salat gerhana
Sungguh menarik belajar antariksa
Seperti mendalami sebuah fatamorgana
Jika dilalui dengan hati yang gembira
Hati senang seperti berada di puncak Himalaya
Gerhana adalah peristiwa langka
Para astronomer memang sangat suka
Jauh hari persiapkan teleskop dan kamera
Lalu duduk berjam-jam tengadahkan muka
Orang Paser lain lagi ceritanya
Mereka berkumpul di ruang terbuka
Bersama sanak famili dan keluarga
Menonton gerhana hingga muncul bintang kejora
Diriku juga duduk di beranda
Ditemani beberapa remaja
Sesekali menatap bulan purnama
Menanti datangnya gerhana
Paser-Kaltim, 8 September 2025
Di bawah gerhana bulan, blood moon