Oleh: Sumardi

Bagi saya sebagai orang yang lahir, dibesarkan dan sekolah di eks Karesidenan Surakarta kepulanganku kali ini memang lain daripada yang lain. Banyak kemajuan diraih oleh kota ini mulai dari semakin semrawutnya jalan sehingga diperlukan jalan layang sampai menjamurnya hotel-hotel berbintang bertaraf internasional tumbuh bagai jamur di musim hujan. Kota Surakarta atau Solo tumbuh sedemikian pesat dengan segala fasilitas yang memanjakan para pendatang maupun warganya sendiri.       

Kota Solo  memang menarik untuk dikulik dengan berbagai fenomenanya. Orang pertama di negeri ini yaitu Presiden Joko Widodo berasal dari Solo. Sosok dan pribadi yang fenomenal ini terkenal dengan prestasinya dalam dunia politik mulai dari dua kali memegang jabatan sebagai Walikota Surakarta, Gubernur DKI Jakarta lalu melenggang duduk ke tampuk kekuasaan RI -1 dua kali periode. Sebuah achievement luar biasa sekaligus seakan memecah kebuntuan selama ini dimana Presiden biasanya berasal dari kalangan militer, teknokrat ataupun dari tokoh yang telah dikenal dalam waktu yang relative lama. Nah, Joko Widodo merupakan orang biasa dengan latar belakang pengusaha mebel yang berhasil menjadi Presiden RI terpilih dengan segala kelebihan dan kelemahannya.    

Bukan ketokohan seseorang yang penting untuk diulas saat ini, namun Kota Solo dengan segala keunikannya pada sisi yang lain. Solo memang dikenal dengan budayanya yaitu keberadaan gamelan sekaten, ritual Suran, Jamas Puska, Kebo Mangkunegaran serta keberadaan dua keraton yang masih berdiri megah yaitu Keraton Mangkunegaran dan Keraton Kasunanan. Tidak dapat dipungkiri bahwa Kota Solo merupakan salah satu pusat budaya jawa selain Yogyakarta. Banyak mahasiswa yang tertarik untuk belajar seni di kota Solo yaitu melalui Institut Seni Indonesia (ISI). Tidak mengherankan kemudian jika hal ini menambah semaraknya pengembangan budaya di Kota Solo.

Pagelaran atau pertunjukan Wayang Kulit, Wayang Orang dan Gamelan Jawa seringkali dipentaskan di kota ini melalui berbagai event kegiatan baik diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat umum. Kegiatan “Ndelok Wayang” bagi anak-anak, kawula muda maupun orang tua  adalah pemandangan biasa bagi masyarakat di sekitar eks Karesidenan Surakarta yang mungkin saja hal itu sulit ditemukan di beberapa kota lain di Indonesia. Dalam pagelaran wayang kulit biasanya Ki Dalang menyelipkan pesan-pesan moral, pembelajaran yang baik dan buruk bagi penontonnya melalui anak wayang yang dimainkan oleh Ki Dalang. Bahkan dalam kondisi tertentu pemerintah juga dapat menitip pesan-pesan program pemerintah melalui Ki Dalang. Sungguh sebuah kerjasama yang baik antara masyarakat, pemerintah dengan para pemangku kepentingan.

Hal unik lainnya dari Kota Solo adalah wisata kulinernya. Kalian para penikmat kuliner tentunya belum sah disebut penikmat kuliner jika belum mencicipi berbagai makanan khas Kota Solo. Jenis makanan sate, bakso, ikan bakar, nasi goreng dan berbagai varian makanan Eropa, China, Arab, India hampir pasti ada di berbagai kota di belahan Indonesia. Namun makanan yang bernama “lentho, thengkleng, bakwan, blanggreng, klenyem, jadah bakar,tempe bacem, tahu bacem, wedang uwuh, wedang sere” hanya ada di Solo. Sulit ditemukan di beberapa kota lain di Indonesia.   

Kebiasan unik lainnya bagi warga Kota Solo adalah “Wedangan”. Kegiatan wedangan adalah berkumpul bersama dengan keluarga, kolega dan rekan bisnis sambil bersantai yang dilakukan di rumah wedangan sambil menikmati musik jawa. Rumah Wedangan biasanya ditata dengan mengambil konsep rumah tradisional jawa zaman dahulu, lengkap dengan ornamen, alat masak, tempat duduk, meja, TV , radio dan kendaraan tempo dulu. Rumah wedangan saat ini menjamur di berbagai tempat. Penggemarnya tidak hanya orang tua tetapi justru para kawula muda yang gandrung dengan suasana di rumah wedangan. Suasana wedangan memang sengaja dibawa jauh ke tempo dulu, zaman ketika nenek moyang orang Jawa masih hidup dengan segala kearifannya. Tidak mengherankan jika kemudian Kota Solo seakan tidak pernah tidur karena menjamurnya rumah wedangan yang menawarkan berbagai eksotisme yang dibalut dengan kebiasaan “nglaras”. Eksotisme tempo dulu, eksotisme kesederhanaan, eksotisme kakek dan nenek moyang orang Jawa, memang bisa diperoleh dari rumah wedangan. Solo memang unik. Solo memang membikin rindu untuk kembali lagi………….   

Solo, 28 Mei 2021

Penulis : Pegawai BPKP dalam Penugasan sebagai Asisten Komisioner KASN RI

(Visited 34 times, 1 visits today)
Avatar photo

By Sumardi

2 thoughts on “Kutitipkan Rindu untuk Kembali”
  1. Thengkleng pasar klewer Bu Edi tidak akan pernah terlupakan, selalu jadi menu andalan saat berkunjug ke Solo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: