Catatan Sipil Institute: HUT ke-18 Kabupaten Kolaka Utara

Kolom Ruslan Ismail Mage*

Pagi cerah langit Jakarta 23 November 2018 lalu menjadi saksi perjalanan udara Sipil Institute lebih dari dua jam dari Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng menuju Bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Dari bandara, perjalanan inspiratif ini berlanjut naik mobil tiga jam menuju Cabenge, Soppeng.

Esok harinya pukul tujuh pagi, disambung dengan perjalanan darat selama tiga jam menuju pelabuhan penyeberangan di Siwa, daerah Wajo. Tepat habis salat Jumat, penumpang beranjak naik kapal untuk menempuh perjalanan laut selama tiga jam menuju Kabupaten Kolaka Utara. Total perjalanan panjang yang melelahkan lewat udara, darat, dan laut kurang lebih 12 jam.

Namun, rasa lelah itu seketika sirna ketika turun di Pelabuhan Tobaku yang begitu sejuk. Hatiku terasa damai disambut lambaian daun-daun hijau, sehijau jiwaku yang bertasbih mengucapkan syukur bisa menginjakkan kaki di Bumi Patampanua, Kolaka Utara. Hembusan angin sepoi-sepoi seakan menjabat tanganku sambil berbisik, “Selamat datang di Bumi Patampanua yang damai dengan sejuta pesona.”

Dalam mobil menuju Butik Wihda, aku membatin mengagumi pemandangan di sekeliling. Sungai-sungai terus bernyanyi bersahutan dengan siulan burung-burung yang terbang rendah menyambut kedatanganku. Rasa kagum bertambah ketika melewati jalan tol disambut dengan senyum bibir Pantai Lacaria yang seksi lurus memanjang menuju pusat kota Lasusua. Sambil menyusuri pantai yang asri, mataku tergoda pada bangunan gedung perpustakaan yang berasitek perahu menghadap ke laut lepas, seakan sang nahkoda berteriak, “Ayo generasi muda Bumi Patampanua pemilik masa depan, mari kita segera berlayar mengarungi lautan ilmu tak bertepi untuk menjemput masa depan nan gilang gemilang.”

Sehari, dua hari, tiga hari berkeliling Kota Lasusua membuatku takjub melihat penataan kotanya yang sangat visioner. Sudah lebih satu dasawarsa Sipil Institute berkeliling kota di negeri ini untuk menginspirasi ribuan anak negeri. Namun, belum pernah melihat kabupatan hasil pemekaran otonomi daerah yang sevisioner dan seindah Kolaka Utara. Usia kota yang begitu muda, tetapi penataan kotanya melampaui ruang dan waktu 50 tahun ke depan.

Kabupaten Kolaka Utara yang luasnya 3.391 km2 dengan struktur daerah berbukit memanjang dari utara ke selatan, plus jilatan bibir seksi Pantai Lasusua dan pantai Lacaria sungguh penuh pesona yang membangkitkan gairah jurnalistikku.

Dalam pengembaraan literasiku tentang Kolaka Utara, kutemukan jawaban bahwa sang arsitek penataan kota yang sangat visioner adalah seorang pemimpin sejati yang tegas, namun selalu dirindukan rakyatnya. Bapak Rusda Mahmud (bupati dua periode) yang membangun Kolaka Utara dengan hati. Dilanjutkan oleh Bapak Nurrahman Umar dengan visi menjadikan Kolaka Utara sebagai kabupaten yang madani dengan tata kelola pemerintahan yang baik, efisien, efektif, akuntabel, dan bebas dari korupsi.

Selama empat hari meng-explore sudut demi sudut Bumi Patampanua, kekagumanku semakin memuncak melihat keindahan alam dan keramah-tamahan warganya. Dalam lamunanku sambil makan pisang goreng di pinggir Pantai Lasusua, aku menangadah ke langit yang penuh bintang. Seketika teringat kisah sekelompok burung yang terbang di atas langit biru. Ketika berada di langit Indonesia, kelompok burung itu bertasbih ke Tuhan, “Sungguh kuasa Engkau ya Allah, memindahkan surga-Mu ke negeri ini”. Aku pun kembali membatin, mungkin Kolaka Utara adalah salah satu kepingan surga itu.

Pagi itu, dalam perjalanan menggunakan mobil menuju Pelabuhan Tobaku, lagi-lagi aku membuang pandangan ke sisi kiri dan menyaksikan birunya laut, sebiru hatiku karena harus melanjutkan petualangan inspiratif ke kota lain. Sesekali kurasakan hembusan angin mengantar gelombang-gelombang kecil menjilat bibir pantai.

“Selamat tinggal Bumi Patampanua. Baru empat hari aku menyelamimu, tetapi jujur aku sudah jatuh cinta pada bibir seksi Pantai Lacaria.”

Sebulan lagi saja bersamamu, aku pasti mengandung dan melahirkan buku “Perahu Cinta Sawerigading” setebal 300 halaman. Lain kali, Sipil Institute akan datang melakukan riset tentang pohon kayu Walenrennge yang menyusun perahu Sawerigading ketika memburu cinta We Cudaiq ke negeri Cina.

Dirgahayu ke-18 Kabupaten Kolaka Utara yang telah didesain menjadi kota metropolis oleh bapak Rusda Mahmud dan dilanjutkan oleh Bapak Nurrahman Umar. Semoga jaya selalu dan damai tiada akhir.

Jakarta, 7 Januari 2022

*Founder Bengkel Narasi dan Pena Anak Indonesia.

(Visited 148 times, 1 visits today)
One thought on “Jatuh Cinta pada Bibir Pantai Lacaria”
  1. Tidak salah memang bila kita jatuh cintah
    Pada bibir pantai lacaria ,yang nenjanjikan kedamaian dengan sejuta pesona .
    Pantai yg dapat menginspirasi untuk membuat sebuah tulisan atau cerita yang menarik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: