Hidup tanpa berfilsafat sebenarnya sama dengan menutup mata tanpa berusaha membukanya.
Rene Descartes
A. Mengenal Descartes
Descartes filosof Perancis yang lahir pada tahun 1596 dan wafat pada tahun 1650, ia merupakan seorang tokoh filsafat yang beragama Katolik.
Ayah Descartes merupakan ketua parlemen Inggris dan memiliki tanah yang cukup luas. Setelah ayahnya meninggal, Descartes mewarisi tanah tersebut, ia menjual tanah warisan itu dan menginvestasikan uangnya dengan pendapatan enam atau tujuh ribu franc per tahun.
Dia mengecam pendidikan matematika modern di sebuah universitas yang bernama Jesuit di La Flѐche pada tahun ( 1604_1612 ), yang nampaknya telah memberikan dasar-dasar matematika modern yang lebih baik daripada yang bisa diperolehnya di kebanyakan universitas pada saat itu.
(Russell. (2004.733). Setelah pindah ke Paris pada tahun 1612 – karena bosan dengan kehidupan sosial di Paris – dia mengasingkan diri di daerah terpencil yang bernama Fauborg St. Germain untuk menekuni geometri.
Namun teman-temannya berhasil menemukanya, maka untuk lebih menyembunyikan diri ia mendaftar sebagai tentara Belanda.
Ketika Belanda dalam keadaan damai, dia tampak menikmati meditasinya selama 2 tahun. Akan tetapi meletusnya perang Bavaria pada tahun 1619 mendorongnya untuk kembali mendaftarkan diri sebagai seorang tentara.
Di Bavaria inilah selama musim dingin (1619_1620) ia mendapatkan pengalaman yang dituangkanya ke dalam buku Discourse de la Mѐthode.
Karena cuaca dingin, pada pagi hari ia masuk ke dalam perapian (stove) dan berdiam diri di sana sepanjang hari untuk bermeditasi. (Russell. 2004.733).
Menurut ceritanya sendiri, setengah filsafatnya telah selesai ketika dia keluar, akan tetapi pernyataan tersebut masih belum dapat dipahami karena terlalu harfiah. Socratees dahulu bermeditasi sepanjang hari ketika musim dingin dan bersalju, akan tetapi Descartes hanya bekerja ketika tubuhnya merasa hangat.
Pada tahun 1628 dia kembali menjadi tentara untuk menyerbu La Rochelle, kubu pertahanan Huguenot; ketika perang ini selesai dia memutuskan untuk tinggal di Belanda.
Dia tinggal di Belanda selama dua puluh tahun (1629_1649 ). Descartes sebenarnya ingin hidup damai. Hal ini terbukti dengan kedekatanya akan kaum gerejawan, khususnya kaum Jesuit – demi kepentingan-kepentingan gereja itu sendiri, maupun kepentingan Descartes – untuk mengurangi kebencianya terhadap sains modern.
Melalui Chanur, seorang duta besar Prancis di Stockholm, Descartes berkorespondensi dengan Ratu Christina di Swedia.
Descartes mengirimi sang ratu dengan karya-karyanya. Tulisan ini mendorong Ratu Christina untuk mengundang Descartes datang ke istana; akhirnya pada tahun 1649 Descartes datang ke istana dan dijemput oleh pasukan Ratu Christina.
Ratu ingin memperoleh pelajaran dari Descartes, tetapi Ratu tidak meluangkan waktu kecuali pukul lima pagi. Bangun pagi pada musim dingin di Skandanavia bukanlah hal yang baik bagi seorang laki-laki lembut. Chanur sakit keras dan Descartes merawatnya.
Duta besar ini sembuh, tetapi sebaliknya Descartes yang sakit dan akhirnya meninggal pada tahun 1650.
Descartes tidak pernah menikah, akan tetap dia mempunyai seorang anak perempuan kandung yang meninggal pada usia lima tahun.
B. Pemikiran Descartes
Descartes berpendapat bahwa satu-satunya sumber pengetahuan adalah dari dalam diri manusia itu sendiri.
Descartes mengatakan bahwa kemampuan berpikir manusia yang sekarang tidak lagi semurni dan sekokoh sebagaimana jika manusia menggunakan nalarnya sendiri sejak dilahirkan karena sejak kecil cara berpikir manusia sudah dipengaruhi oleh cara berpikir orang lain yang ditanamkan melalui pendidikan.
Dalam buku Filsafat diakatakan bahwa prinsip pertama Descartes memutuskan “tidak akan pernah mau menerima atau menganggap benar sesuatu yang saya tidak tahu dengan jelas itu memang benar demikian”.
Tujuannya adalah agar manusia tidak terperangkap dengan semua pengetahuan yang salah yang diterimanya selama ini dari luar dan berusaha untuk mencari kebenaran yang pasti dengan nalar yang dimiliki manusia itu sendiri sehingga tidak ada lagi kemungkinan manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang salah.
Dalam bukunya Risalah tentang Metode, Descartes mengemukakan empat prinsip yang dapat digunakan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar benar dan tidak dapat diragukan atau disangsikan lagi, yaitu :
1). Tidak pernah menerima apapun sebagai benar kecuali jika saya mengetahuinya secara jelas bahwa hal itu memang benar, artinya menghindari secara hati-hati penyimpulan yang terlalu cepat dan praduga, dan tidak memasukkan apapun dalam pikiran saya kecuali apa yang tampil sedemikian jelas dan gamblang di dalam nalar saya, sehingga tidak akan ada kesempatan untuk meragukannya.
2). Memilah satu per satu kesulitan yang akan saya telaah menjadi bagian-bagian kecil sebanyak mungkin atau sejumlah yang diperlukan, untuk memudahkan penyelesaiannya.
3). Berpikir secara runtut dengan mulai dari objek-objek yang paling sederhana dan paling mudah dikenali, lalu meningkat sedikit demi sedikit sampai ke masalah yang paling rumit, dan bahkan dengan menata dalam urutan objek-objek yang secara alami tidak beraturan.
4). Membuat perincian yang selengkap mungkin dan pemeriksaan yang demikian menyeluruh sampai saya yakin bahwa tidak ada yang terlupakan.
Descartes juga mengatakan
“rantai panjang dari pertimbangan yang sederhana dan mudah yang biasa dipakai oleh para ahli ilmu ukur untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan dari pemaparan-pemaparan mereka yang paling sulit, telah memimpin saya membayangkan bahwa segala sesuatu.
Sejauh pengetahuan manusia sanggup mencapainya, saling berhubungan dengan cara yang sama, dan bahwa tidak ada sesuatupun yang terlalu terpencil dari kita sehingga berada di luar jangkauan kita, atau terlalu tersembunyi sehingga kita tidak dapat menemukannya, asal saja kita menghindarkan diri dari menerima hal yang salah sebagai benar, dan senantiasa melindungi dalam pikiran kita aturan yang perlu untuk pengambilan kesimpulan (deduksi) mengenai satu kebenaran dari yang lainnya”.
Dari pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Descartes menganggap benar bahwa segala pengetahuan bersumber dari rasio manusia.
Bahwa tidak ada satupun hal yang tidak dapat diketahui oleh manusia asalkan manusia mau menggunakan nalarnya.
Descartes ingin mendapatkan kebenaran yang benar-benar benar sehingga kebenaran tersebut tidak dapat lagi dibantahkan ataupun diragukan.
Oleh karena itu, memulainya denganDescartes meragukan segala sesuatu yang diterimanya dari luar melalui indera karena menurutnya ada kalanya indera menipu kita.
Bahkan keberadaan dirinya sendiri pun diragukannya juga karena menurutnya terkadang semua pemikiran yang muncul pada waktu kita sadar dapat juga datang ketika sedang tidur sehingga dia tidak dapat mengetahui dengan pasti apakah dia sedang bermimpi atau tidak.
Pada akhirnya Descartes menemukan bahwa meskipun segala sesuatu dapat diragukannya, satu hal yang tidak dapat diragukannya adalah fakta bahwa dia sedang ragu-ragu.
Descartes menemukan fakta bahwa dia sedang ragu-ragu adalah fakta yang tidak dapat dibantah oleh siapapun atau apapun juga.
Jika dia sedang ragu-ragu, maka hal itu berarti membuktikan bahwa dia sedang berpikir.
Jika dia tahu bahwa dia sedang berpikir, maka haruslah ada sang pemikir, yaitu dirinya sendiri. Jika pemikir harus ada, maka dirinya pun harus ada.
Bahkan ketika dia membayangkan seolah-olah dirinya sama sekali tidak memiliki badan dan tidak ada dunia ataupun ruang tempat dia berada, hal itu justru membuktikan dengan jelas dan pasti bahwa dia ada.
Hal ini kemudian menjadi aksiomanya yang paling terkenal, “cogito ergo sum” yang artinya “saya berpikir, maka saya ada”.
Akhirnya, hal ini menjadi prinsip pertama dari filsafatnya. Hal ini dijelaskannya dalam bukunya Risalah tentang Metode.
Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa filsafat Descartes dilandasi oleh pencarian suatu kebenaran yang tidak dapat disangkal oleh siapapun atau apapun dengan cara berpikir dan bernalar dengan rasio yang murni yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri.
Metode meragukan segala sesuatu di awal adalah cara untuk mendapatkan pengetahuan dengan lebih terperinci sehingga lebih jelas dan benar.
C. Kesimpulan
filsafat Descartes dilandasi oleh pencarian suatu kebenaran yang tidak dapat disangkal oleh siapapun atau apapun dengan cara berpikir dan bernalar dengan rasio yang murni yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri.
Metode meragukan segala sesuatu di awal adalah cara untuk mendapatkan pengetahuan dengan lebih terperinci sehingga lebih jelas dan benar.
Descartes ingin mendapatkan kebenaran yang benar-benar benar sehingga kebenaran tersebut tidak dapat lagi dibantahkan ataupun diragukan.
Oleh karena itu, Descartes memulainya dengan meragukan segala sesuatu yang diterimanya dari luar melalui indera karena menurutnya ada kalanya indera menipu kita.
Bahkan keberadaan dirinya sendiri pun diragukannya juga karena menurutnya terkadang semua pemikiran yang muncul pada waktu kita sadar dapat juga datang ketika sedang tidur sehingga dia tidak dapat mengetahui dengan pasti apakah dia sedang bermimpi atau tidak.
Demikian materi kuliah tentang Karya pemikiran Filsuf Descartes, semoga menambah wawasan dan semangat dalam memahami filsafat.
Diolah dari berbagai sumber
Makassar, 5 Juli 2022
Dr. Sudirman, S. Pd., M. Si.
(Dosen Filsafat)
Mantap pk.