Oleh: EdoSantos’22
Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita telaah dulu kata “Rona” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan menurut bahasa daerah Timor Leste itu sendiri.
“Rona”, menurut KBBI berarti: warna, cahaya muka, air muka, karena penyakit, orang yang tidak berharta (beruang) kurang dihargai orang. “Berona”: mempunyai rona, berwarna; baik warnanya (rupanya). Menurut bahasa daerah Timor Leste, ”rona” berarti: mendengar suara lewat telinga kita.
Diawal tahun 2020 Corona mulai menampakkan wajahnya ke dunia, yang terlahir dari China pada tahun 2019 sehingga dinamakan Covid-19, menyebar kemana-mana. Sesampainya di Timor-Leste, orang-orang semuanya pada sibuk mencari perlindungan, dari pejabat negara hingga rakyat jelata semuanya sibuk, mulai dari persiapan peralatan medis, menyediakan obat-obatan, ada yang mencari perlindungan Tuhan dan alam lewat meditasi, mengkonsumsi obat-obat alamiah atau natural, ada yang menyembelih ayam dan babi sebagai berhala untuk melihat isi hatinya kalau-kalau penyakit mematikan ini sampai mengorbankan kita.
Dari hasil itu semua kita menduga bahwa, ada yang sengaja menyebarkan penyakit ini agar umat manusia yang mendiami bumi ini, terkurung dan terasing dari sanak-saudara, famili, kerabat, hingga kita tidak dapat berkomunikasi secara langsung, karena lewat air liur kita bisa menyebarkan virus mematikan ini, maka semuanya diwajibkan untuk memakai masker, dan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan suatu aktivitas.
Di Timor Leste sendiri, ketika mendengar nama “Corona”, orang-orang pada takut, lebih-lebih mereka yang berdomisili di kota Dili, karena Dili merupakan tempat masuknya Corona ke Timor Leste, jadi bandar udara, laut dan darat semuanya dijaga ketat. Lebih-lebih mereka yang berbatasan dengan NTT Atambua, ada yang kompas lewat jalan tikus masuk Timor Leste, maka keamanan diperketat di perbatasan. Ibadat mingguan seperti misa, hari-hari besar seperti Natal dan Paskah semuanya ditiadakan, dan disiarkan lewat online.
Pasar, pesta, acara-acara yang melibatkan banyak orang berkumpul semuanya ditiadakan. Sekolah-sekolah ditutup dan proses belajar-mengajar lewat online, tapi banyak siswa-siswi yang tidak mengikutinya, karena tidak mempunyai telepon seluler android, ada yang punya tapi perlu mengisi pulsa, ada yang tidak mendapat jaringan dan listrik, terutama mereka yang bermukim di pegunungan atau di desa-desa.
Pemerintah kewalahan mencari solusi, ekonomi down, rakyat menderita kelaparan, bisnis macet. Maka pemerintah memberi subsidi pada masyarakatnya per KK menerima uang tunai sebesar U$200, tahap berikutnya membeli bahan makanan lokal dan membagi pada seluruh lapisan masyarakat, baik di pedesaan maupun di perkotaan semuanya mendapat jatahnya masing-masing.
Pada pertengahan tahun 2020, pemerintah mulai berkoordinasi dengan negara-negara tetangga untuk minta bantuan vaksin, agar dapat disuntikkan pada semua lapisan masyarakat, supaya kebal terhadap virus mematikan ini. Mula-mula orang takut pada vaksin, karena mendengar isu-isu yang viral medsos bahwa ada yang jadi korban vaksin. Tetapi pada saat peluncuran perdana di Dili, Presiden, PM mereka yang menerima duluan tidak mendapat apa-apa, maka masyarakat mulai berbondong-bondong ke rumah-rumah sakit dan puskesmas untuk menerima vaksin ini.
Setelah semuanya menerima vaksin baru, para korban yang terjangkit virus ini mulai menurun drastis. Hingga saat ini, walaupun masih ada sisa-sisa Covid-19 tapi sudah minim. Sekarang tahap vaksin dosis ketiga “Boster” sudah mulai berjalan lancar. Dan saya sendiri sudah menerima “Booster”, di bulan juli ini, dan rasanya sudah mendingan, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Bisnis, rumah-rumah ibadat, sekolah, kantor dan pasar mulai dibuka kembali. Aktivitas mulai kembali normal seperti sedia kala. Orang-orang pada lepas semua masker mereka, dan bebas beraktivitas sebagaimana mestinya.
Di Timor Leste sendiri, korban Covid-19 dikubur di tanah isolasi secara tidak manusiawi. Sehingga korban berikutnya, famili mereka menghadap lider kharismatik “Pak Xanana Gusmao” guna menghalangi inisiatif pemerintah ini, dimana sebelumnya orang kecelakaan juga dikategorikan sebagai penyakit “Covid-19”, begitu pula mereka yang sakit di rumah, kalau dibawa ke rumah sakit, dikategorikan sebagai korban “Covid-19”. Maka Pak Xanana Gusmao sampai tidur di jalan raya di depan rumah isolasi Covid-19 di Dili, hingga mayat korban waktu itu dibawa oleh keluarganya dan dikubur secara terhormat di pemakaman mereka sendiri, tapi tetap dalam pengawasan paramedis covid-19 di RSUD Guido Valadares Dili.
Rona rona Corona, kau datang bagai hantu, menghalangi semua aktivitas manusia di muka bumi ini. Lebih-lebih di bumi persada Timor Leste yang baru menikmati kemerdekaannya. Mungkin kau datang sebagai utusan Tuhan untuk menyapa manusia agar mereka dapat kembali pada yang Kuasa, karena sudah banyak orang yang telah melupakan-Nya dan sibuk dengan urusan duniawi. Kini kami menyadari bahwa rona rona Corona merupakan peringatan Tuhan pada kita manusia agar tetap bersyukur padanya dalam suka maupun duka, bukan sebagai kutukan Tuhan pada umat manusia.
By Aldo Jlm’22
Edisi, 270722