Oleh: Gugun Gunardi
Sepintas Mengenai Universitas Al Ghifari
Universitas Al Ghifari adalah universitas yang berada di Kota Bandung yang merupakan perguruan tinggi swasta yang terkemuka. Kampus ini juga dikenal dengan nama singkatan yaitu UNFARI. Kampus ini sangat cocok bagi mereka yang ingin berkuliah di kota Bandung, yakni di kampus swasta yang memiliki prestasi dan berkualitas yang tinggi, sebagai tempat kuliah.
Universitas Al Ghifari sudah berdiri sejak tanggal 15 Agustus pada tahun 2002 silam. Kampus utama UNFARI, terletak di jalan cisaranten kulon nomor 140, Arcamanik, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Negara indonesia. Kampus ini sudah memiliki 7 program studi yang berada di bawah naungan 5 fakultas. Jadi, kampus ini sudah menyiapkan jurusan yang sesuai kebutuhan masyarakat dan pangsa pasar kerja.
Kampus ini pun memiliki program kelas pagi, dan juga kelas malam, sehingga kampus ini memberikan pilihan yang sangat tepat, jika mahasiswa memiliki keinginan untuk melaksanakan kuliah sambil bekerja. Terutama bagi mereka yang bekerja di kota Bandung. Kampus ini berdiri di bawah naungan yayasan Al Ghifari.l
Universitas Al Ghifari mengemban visi menjadi universitas unggulan, pada taraf internasional yang berlandaskan pada Al-Quran dan assunah, serta mampu berkompetisi, yang memiliki wawasan global pada tahun 2037. Kampus ini memiliki misi, meningkatkan kualitas pada kegiatan pendidikan, kegiatan penelitian, dan pengabdian, bagi kemaslahatan masyarakat.
Unfari juga mengemban misi; menyebarkan akses pendidikan tinggi serta ajaran agama Islam, dan mengembangkan serta melestarikan nilai budaya Sunda. Kampus ini pun mengemban misi, mengembangkan manajemen universitas yang akuntabel, disertai dengan pencitraan publik dan tata kelola yang sangat baik (good university governance).
Universitas Al Ghifari memiliki fakultas dan program studi yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat. Pada fakultas farmasi tersedia program studi S1 farmasi, kemudian pada fakultas ekonomi terdapat program studi S1 manajemen, kemudian pada fakultas bahasa terdapat program studi S1 bahasa inggris.Kemudian pada fakultas teknologi pertanian terdapat program studi S1 teknologi pangan (industri dan pengolahan makanan) dan program studi S1 teknologi industri pertanian (agroindustry). Dan pada fakultas ilmu sosial dan ilmu politik terdapat program studi S1 administrasi Negara (administrasi publik) serta program studi S1 hubungan internasional yang seluruhnya memiliki kualitas unggulan dan terbaik.
Sepintas Mengenai Abu Dzar Al Ghifar
Abu Dzar adalah seorang laki-laki Arab yang berkulit sawo matang. Berpostur tinggi kurus. Rambut dan janggutnya putih. Di Zaman Jahiliyah, Abu Dzar radhiallahu ‘anhu dilahirkan di Kabilah Ghifar. Sebuah kabilah yang terletak antara Mekah dan Madinah. Kabilah ini terkenal sebagai perampok. Mereka adalah begal bagi para musafir dan pedagang. Mereka merampas harta dengan paksa dan kekuatan. Abu Dzar adalah salah seorang dari mereka. Bahkan ia lebih hebat lagi. Terkadang ia membegal sendirian tanpa rombongan. Dia sergap orang-orang dengan kudanya mereka di kegelapan pagi. Atau bahkan tanpa tunggangan sekalipun. Seakan ia hewan buas yang menerkam. Ia lepaskan korbannya dalam kondisi hidup. Namun ia rampok apapun yang ia inginkan.

Meskipun demikian, Abu Dzar adalah seorang yang percaya dengan Tuhan. Abu Dzar radhiallahu ‘anhu berkata, “Suatu hari Abu Bakar memegang tanganku. Ia berkata, ‘Abu Dzar’! ‘Iya, Abu Bakar’, jawab Abu Dzar. ‘Apakah engkah menyembah Tuhan di masa jahiliyah’? tanya Abu Bakar. Abu Dzar menjawab, ‘Iya. Aku teringat dulu berdiri saat matahari terbit. Aku senantiasa shalat sampai aku merasa kepanasan. Lalu aku menyungkurkan diri seakan tersembunyi’. Abu Bakar kembali bertanya, ‘Ke arah mana engkau menghadap’? ‘Tidak tahu. Ke arah mana saja Allah hadapkan. Hal itu terus kulakukan sampai aku memeluk Islam’.”
Di masa jahiliyah, Abu Dzar mengucapkan laa ilaaha illallah. Dan dia tidak menyembah berhala.
Satu Kabilah Memeluk Islam. Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, Abu Dzar radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku adalah seorang yang berasal dari Ghifar. Lalu, sampai kabar kepada kami bahwa ada seorang laki-laki di Mekah mengaku sebagai nabi. Aku berkata pada saudaraku, ‘Temuilah orang itu. Lalu kabarkan padaku tentang dia’. Saudaraku pun berangkat. Kemudian ia kembali. Aku berkata, ‘Kabar apa yang kau bawa’? Ia menjawab, ‘Demi Allah, aku melihat seseorang yang mengajak kepada kebaikan dan melarang kejahatan’. ‘Kabarmu itu tidak cukup memuaskanku’, kataku padanya.
Aku pun mengambil kantong (semacam tas untuk safar) dan tongkat. Kemudian berangkat ke Mekah, padahal aku tidak tahu orang yang mengaku nabi itu yang mana. Namun aku tidak mau bertanya yang mana orangnya. Aku minum air zamzam dan tinggal di masjid.
Lalu Ali bin Abu Thalib lewat menemuiku. Ia berkata, ‘Sepertinya kau ini orang asing’? ‘Iya’, jawabku. ‘Mari tinggal di rumahku’, katanya. Aku pun pergi bersamanya. Dia tidak bertanya apapun padaku dan aku juga tak memberi tahunya tujuanku. Saat pagi tiba, aku pergi ke masjid untuk bertanya tentang orang yang mengaku nabi itu. namun tak ada seorang pun yang memberi tahuku tentangnya.
Aku bertemu lagi dengan Ali. Ia berkata, ‘Apakah kau sudah tahu mau tinggal dimana? ‘Belum’, jawabku. ‘Kalau begitu tinggallah lagi bersamaku’, katanya. Ali bertanya, ‘Apa keperluanmu dan mengapa datang ke Mekah’? Kukatakan padanya, ‘Jika kau rahasiakan, akan aku beri tahu’. ‘Aku akan merahasiakannya’, jawabnya. ‘Sampai kabar kepada kami bahwa di sini ada seorang yang mengaku sebagai nabi. Lalu aku utus saudaraku untuk berbicara dengannya. Saat dia kembali, dia membawa kabar yang tidak memuaskanku. Aku pun ingin menemuinya’, kataku. Ali berkata, ‘Engkau seorang yang mendapat petunjuk. Aku akan berjalan menuju tempatnya. Ikuti aku. Masuklah di tempat aku masuk. Kalau sampai ada seseorang yang melihatmu, aku khawatir melakukan sesuatu padamu’.
Aku akan berdiri di dinding pura-pura memperbaiki sendalku. Lalu pergilah. Ali pun pergi, lalu aku membututinya. Sampai ia masuk ke tempat nabi, dan aku pun masuk. Saat bertemu nabi, aku berkata, ‘Sampaikan Islam padaku’. Beliau pun menyampaikannya. Lalu saat itu juga aku memeluk Islam. Nabi berkata, ‘Abu Dzar, rahasiakanlah keislamanmu ini. Pulanglah ke negerimu. Kalau engkau sudah mendengar kekuatan kami, barulah datang lagi’.
Aku berkata, ‘Demi yang mengutusmu dengan kebenaran, aku akan meneriakkan hal ini di tengah-tengah mereka’. Abu Dzar pergi menuju masjid. Saat itu Quraisy tengah berkumpul di sana. Ia berkata, ‘Hai orang-orang Quraisy, sungguh aku bersaksi tidak ada Tuhan yang benar kecuali Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya’. Mereka berkata, ‘Ayo tangkap orang murtad ini’!! Merekapun menghampiriku dan memukuliku untuk membunuhku. Lalu Abbas datang mengangkatku yang tengah tersungkur. Ia berkata kepada Quraisy, ‘Celaka kalian ini! Kalian mau membunuh seorang dari Ghifar? Sementara jalur perdagangan kalian melewati perkampungan orang-orang Ghifar’! Mereka pun berhenti memukuliku.
Esok paginya, aku mengatakan di tengah-tengah Quraisy perkataanku yang kemarin. Mereka berkata, ‘Bereskan orang murtad ini’! Respon mereka sama seperti kemarin. Lalu Abbas menolongku dan mengatakan ucapannya kemarin juga.
Abu Dzar memeluk Islam setelah empat orang memeluk Islam. Artinya, dia orang yang kelima. Sehingga ia pun menempati kedudukan yang tinggi di tengah para sahabat. Di masa keislamannya, Nabi mempersaudarakannya dengan al-Mundzir bin Amr. Seorang sahabat yang berasal dari Bani Sa’adah. Al-Mundzir adalah seseorang pemberani yang mengejar mati syahid.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki pengaruh yang kuat bagi para sahabatnya. Termasuk Abu Dzar radhiallahu ‘anhu. Abu Dzar termasuk orang yang lama bersahabat dengan nabi. Sehingga banyak hal yang ia teladani dari manusia paling utama itu. Dari Hatib, Abu Dzar berkata, “Tidak ada sesuatu pun yang ditinggalkan Rasulullah yang dimasukkan Jibril dan Mikail ke dada beliau, kecuali juga beliau masukkan di dadaku.” Kemudian Nabi mengajarkan kepada Abu Dzar bahwa dzikir itu bernilai sedekah.
Abu Hurairah rhadhiallahu ‘anhu, berkata, Abu Dzar berkata, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat. Mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Mereka mempunyai kelebihan harta yang mereka sedekahkan sementara kami tidak memiliki harta untuk bersedekah.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Wahai Abu Dzar, maukah engkau ku-ajarkan beberapa kalimat yang dengannya engkau bisa menyusul orang yang telah mendahuluimu dan orang yang di belakangmu tidak dapat mengejarmu kecuali mereka mengerjakan apa yang kau kerjakan”? Abu Dzar menjawab, “Tentu, Rasulullah.”
Beliau bersabda, “Engkau bertakbir tiga puluh tiga kali setiap selesai shalat. Bertahmid tiga puluh tiga kali. Bertasbih tiga puluh tiga kali. Dan tutup dengan ucapan LAA ILAAHA ILLALLAAHU WAHDAU LAA SYARIIKALAHU, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU WA HUWA ‘ALAA KULLI SYAI-IN QADIIR (tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, milik-Nya seluruh kerajaan, dan bagi-Nya segala puji dan Dia Maha Mampu melakukan segala sesuatu) niscaya dosa-dosanya akan diampuni walaupun sebanyak buih lautan.” [Sunan Abu Daud, No: 1286].
Ada seseorang berkata pada Abu Dzar radhiallahu ‘anhu, “Apakah engkau tidak tertarik menguasai suatu wilayah seperti Thalhah dan az-Zubair”? Ia menjawab, “Apa yang akan kulakukan dengan menjabat pemimpin? Cukup bagiku setiap hari dengan tegukan air, nabidz (air kurma), atau susu. Dan setiap pekannya satu takaran gandum.”
Abu Dzar berkata, “Di zaman Rasulullah, makananku hanyalah satu sha’ kurma. Dan aku tidak tertarik menambahnya hingga aku bertemu dengan Allah (wafat).”
“Tidaklah ada di atas bumi dan di bawah kolong langit ini seorang yang lebih jujur ucapannya dan lebih memenuhi janji dari Abu Dzar. Ia mirip dengan Isa bin Maryam (dalam zuhud dan tawadhu’).” Umar berdiri dan menanggapi, “Wahai Nabi Allah, apakah kita mengetahui kedudukan tersebut untuknya”? Nabi menjawab, “Iya, ketauhilah untuknya.” [HR. at-Turmudzi 3802].
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Saat Rasulullah berjalan menuju Tabuk. Sebagian orang tidak turut serta dalam pasukan. Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, si Fulan tidak ikut’. Beliau menjawab, ‘Biarkan saja. Kalau pada dirinya ada kebaikan, Allah akan menyusulkannya menuju kalian. Kalau memang dia orang yang buruk, Allah membuat kalian nyaman dengan ketidak-kehadirannya’.
Lalu ada yang berkata, ‘Wahai Rasulullah, Abu Dzar juga tidak ada di pasukan. Hewannya membuat ia terhambat’. Beliau menjawab, ‘Biarkan dia. Kalau pada dirinya ada kebaikan, Allah akan menyusulkannya menuju kalian. Kalau memang dia orang yang buruk, Allah membuat kalian nyaman dengan ketidak-kehadirannya’.
Saat itu Abu Dzar kesal, ia mencela hewan tunggangannya. Saat si hewan semakin menghambatnya, ia ambil barang-barangnya dan ia pikul di pundaknya. Lalu berangkat jalan kaki mengikuti Rasulullah.
Rasulullah berhenti di suatu tempat. Lalu ada seseorang yang melihat dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, ada seseorang yang tengah berjalan’. Rasulullah berkata, ‘Mudah-mudahan itu Abu Dzar’. Setelah diamati, para sahabat mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, benar itu Abu Dzar’. Rasulullah bersabda;
“Semoga Allah merahmati Abu Dzar. Dia berjalan sendirian. Wafat dalam kondisi sendirian. Dan dibangkitkan sendirian.”
Abu Dzar dan Universitas Al Ghifari
Nama Universitas Al Ghifari memang sengaja dikaitkan dengan nama Abu Dzar Al Ghifar. Pertama; demi nama baik yang diembang oleh seorang Abu Dzar Al Ghifar yang terkenal akan keberaniannya. Kedua; Beliau juga terkenal akan kepahlawanannya. Ketiga; Beliau terkenal akan kemauan keras demi kebaikan, di mana di hadapan kaun jahiliyah, beliau berani menampilkan diri akan keislamannya, padahal saat itu termasuk dalam suasana genting bagi pemeluk Islam. Keempat; Abu Dzar Al Ghifar, sebagai contoh yang menjukkan, seorang yang memiliki tekad mencari kebenaran, resiko apapun Beliau tempuh. Kelima; Beliau adalah kelompok pengawal Islam yang pertama, dalam kondisi Islam masil dalam keadaam lemah, dan Belua termasuk yang memperkokoh barisan Muslin yang saat itu sangat rawan dicederai oleh kaum jahiliyah.
Maka, dengan mengambil nama belakang Abu Dzar, yaitu Al Ghifar, merupakan do’a, agar para mahasiswa dan sivitas akademika Universita Al Ghifari, memiliki karakter yang hebat yang dicontohkan oleh Abu Dzar Al Ghifar. Dari sisi keislaman, dari sisi tekad budaya berani yang dicontohkan oleh Abu Dzar Al Ghifari.
Penjelasan tentang sufik [-i], diakhir kata Ghifar, di dalam bahasa Indonesia, adalah sebagai berikut; Kata yang mendapat imbuhan sufiks -i akan berubah makna menjadi makna perintah, contohnya ketahui, lewati, olesi. Jadi, Al Ghifari, dalam hal ini agar mencontoh berbagai yang baik yang telah dilakukan oleh Abu Dzar Al Ghifar.
Sumber Rujukan:
Visi dan Misi Universitas Al Ghifari. 2019. Unfari.
Tentang Abu Dzar Radhiallahu ‘anhu February 28, 2012. www.musli.com
Kisah Islamnya Sahabat Abu Dzar Al-GhifariJuly 26, 2011. www.muslim.com
Dosen Tetap Fak. Sastra Univ. AL Ghifari.