Ketika admin Komunitas BENGKEL NARASI mencetuskan ide penulisan buku antologi bertema ‘Cinta’, maka yang muncul dalam pikiranku hanya satu, syair atau puisi cinta dari Rumi. Banyak filsuf dan penyair pada masa silam yang menuliskan syair dan filsafat cinta, bahkan sejak ribuan tahun lalu dimasa kejayaan Yunani, Romawi, Persia dan lainnya. Kisah kisah cinta dua anak manusia seperti Qays dan Layla (Layla Majnun), Rama dan Sinta ataupun Romeo dan Juliet yang ditulis William Shakespeare telah merebut hati para pembaca sampai sekarang. Selain dituliskan dalam bentuk buku, kisah kisah cinta itu juga telah di wujudkan dalam bentuk citra bergerak (audiovisual) atau film.
Rumi, sebagaimana informasi yang ada dalam buku “Fihi Ma Fihi”, bernama lengkap Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al-Khattabi al-Bakri adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang Samarkand, di negara Uzbekistan) pada tanggal 6 Rabiul Awwal 604 Hijriah atau 30 September 1207. Pada usia 3 tahun, Rumi bersama keluarganya berpindah ke Qonya atau Konya di Anatolia (sekarang masuk wilayah Turki), karena menghindari serangan bangsa Mongol di Asia tengah waktu itu, dan Rumi sekeluarga menetap disana sampai wafatnya pada 1273 M.
Mengapa Rumi begitu terkenal? Bahkan UNESCO pernah menetapkan tahun 2007 sebagai Tahun Rumi Internasional. Rumi dianggap sebagai salah satu tokoh spiritual terbesar sepanjang masa melalui pesan pesan agung dalam karya karyanya yang bertema; tasawuf, filsafat kehidupan, kemanusiaan dan Cinta. Karyanya bersifat universal dan dinikmati oleh umat manusia dari berbagai latar belakang bangsa, agama, suku dan ras.
Salah satu puisi atau syair bertema cinta dari Rumi yang terkenal adalah Mencintai dalam Diam. Dalam bahasa Inggris syairnya sebagai berikut;
“I choose to love you in silence, for in silence I find no rejection.
I choose to love you in loneliness, for in loneliness no one owns you but me.
I choose to adore you from a distance, for distance will shield me from pain.
I chose to kiss you in the wind, for the wind is gentler than my lips.
I choose to hold you in my dreams, for in my dreams you have no end.”
(Aku memilih mencintaimu dalam diam, Karena dalam diam tak akan ada penolakan…
Aku memilih mencintaimu dalam kesendirian, Karena dalam kesendirian tidak ada orang lain yang memilikimu kecuali aku…
Aku memilih mengagumimu dari jauh, Karena jarak akan melindungiku dari luka…
Aku memilih menciummu dalam angin, Karena angin lebih lembut ketimbang bibirku…
Aku memilih memilikimu dalam mimpi, Karena dalam mimpiku kau tak akan pernah berakhir…)
Membaca syair Cinta dari Rumi ini, terasa begitu dalam maknanya. Persepsi sebagian besar umat manusia tentang cinta adalah keterlibatan fisik atau wujud ragawi manusia. Wajah, dan kesempurnaan tubuh, sikap dan perilaku semuanya merupakan unsur yang dapat memicu timbulnya rasa cinta terhadap seseorang. Ketika dua orang saling mencintai dan kemudian penyatuan jiwa dan raga dalam ikatan pernikahan, maka disitulah puncak kebahagian, menurut persepsi kita sebagian besar umat manusia.
Sesederhana itukah wujud kebahagiaan dari ikatan cinta? Rumi berpendapat lain. Dari jarak jauh, tanpa keterlibatan fisik dan ragawi, kebahagiaan cinta tetap mampu terwujud. Sebagaimana yang dicurahkan dalam bentuk syair cinta, Mencintai dalam Diam. Syair dari Rumi ini sangat menyentuh dan penuh makna, mencerminkan tema cinta, kerinduan, dan hubungan spiritual. Mari kita telusuri bait-baitnya secara mendalam…
Aku memilih mencintaimu dalam diam, Karena dalam diam tak akan ada penolakan…
Cinta dalam diam, dalam kesunyian dan kehampaan adalah cinta yang aman, terbebas dari kemungkinan akan terjadinya penolakan. Keheningan memungkinkan seseorang untuk menghargai perasaan mereka tanpa takut cintanya ditolak atau tidak terbalas. Kesunyian dan keheningan dalam bait syair ini juga dapat melambangkan cinta spiritual, di mana kata-kata tidak diperlukan. Intisari rasa Cinta yang murni itu ada di dalam hati, tidak ternoda oleh harapan atau persetujuan dari luar.
Aku memilih untuk mencintaimu dalam kesendirian, karena dalam kesendirian tidak ada orang yang memiliki dirimu kecuali aku…
Mencintai dalam kesepian dan kesendirian menyiratkan hubungan yang sangat pribadi dan intim. Dalam kesendirian, yang terkasih sepenuhnya milik sang kekasih, tidak terganggu oleh klaim atau pengaruh dunia luar. Hal ini juga bisa mencerminkan eksklusivitas cinta spiritual—ketika seseorang sendirian, mereka mengalami ikatan suci yang hanya milik mereka.
Aku memilih mengagumimu dari jauh, Karena jarak akan melindungiku dari luka…
Mencintai dari jauh adalah tindakan perlindungan. Jarak menjaga kemurnian dan kesucian cinta dengan menghindari kemungkinan akan terjadinya patah hati, ketidaknyaman, pertengkaran, atau kekecewaan yang mungkin terjadi karena adanya kedekatan fisik dan ragawi. Jarak juga membangkitkan gagasan penghormatan dan kekaguman dari tempat yang penuh rasa hormat, di mana yang terkasih tetap menjadi ideal, tidak terpengaruh oleh kelemahan manusia.
Aku memilih menciummu dalam angin, Karena angin lebih lembut ketimbang bibirku…
Angin melambangkan kelembutan dan sifat gaib dari cinta ini. Dalam syair cinta dan kerinduan suku Bugis (Elong) juga banyak menggunakan kata angin dalam wujud ekpresi cinta. Ini adalah cara untuk mengekspresikan kasih sayang tanpa memaksakan atau berisiko menyakiti. Angin juga bisa mewakili hubungan tak kasat mata antara kekasih dan yang dicintai, di mana cinta dibawa oleh kekuatan tak terlihat, melampaui batas fisik.
Aku memilih memilikimu dalam mimpi, Karena dalam mimpiku kau tak akan pernah berakhir…
Dalam mimpi, cinta itu abadi. Yang terkasih tetap sempurna dan tak terbatas, tak tersentuh oleh batasan realitas, waktu, atau kematian. Mimpi melambangkan alam jiwa, di mana cinta dapat tumbuh dan bersemayam dalam bentuknya yang paling murni dan ideal. Ini mencerminkan kerinduan spiritual untuk sebuah hubungan yang melampaui batas-batas duniawi.
Syair Cinta dari Rumi ini menggambarkan cinta yang mendalam, tanpa kedekatan ragawi, tanpa pamrih, dan spiritual. Rumi memilih pendekatan cinta yang melindungi dan penuh hormat di mana kemurnian dan keindahan dan kebahagiaan cinta lebih didahulukan daripada perwujudan cinta yang duniawi dan ragawi. Mungkin inilah perwujudan cinta yang paling agung, meskipun sebagian besar umat manusia akan sulit memahaminya.
“Jangan kau mencintaiku dengan matamu, barangkali ada yang lebih indah dariku. Cintailah aku dengan hatimu, maka hati itu selamanya tak ada yang menyerupai”. -Rumi