Ketika perundungan istilah populernya bullying, menjarah dunia pendidikan, merupakan masalah serius yang dapat memengaruhi kesehatan fisik dan mental siswa. Penting, pihak sekolah memiliki kebijakan dan langkah-langkah efektif untuk mencegah dan menangani perundungan di sekolah.

Agar sekolah-sekolah tadi mempunyai siswa-siswi bermoral dan beretika bagus, sudah sewajarnya pihak sekolah, tegas!, mengeluarkan pelaku perundungan maupun pelecehan.

Itu adalah hal yang baik buat murid yang bermoral, dapat menjadi contoh bagi yang lain dan menciptakan lingkungan belajar yang positif.

Dengan demikian, sekolah dapat melahirkan generasi yang bermoral dan beretika melalui pengajaran nilai-nilai etika dan moral. Staf dan guru-guru memberikan contoh suri tauladan yang baik, mendorong partisipasi dalam kegiatan sukarela, dan membangun kesadaran akan pentingnya bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain.

Jangan mau di intimidasi dengan “uang” dari para pesohor. Benar sekali, prinsip keadilan dan integritas harus dijunjung tinggi di sekolah. Pihak sekolah harus bersikap adil dan tidak membiarkan pengaruh uang memengaruhi keputusan atau perlakuan terhadap murid. Sebab keberadaannya hanya menimbulkan kegaduhan dan kengerian di lingkungan sekolah.

Ya, perundungan atau bullying merupakan masalah yang sering terjadi di dunia pendidikan. Ini bisa berupa perilaku verbal, fisik, atau bahkan online yang menimbulkan ketidaknyamanan, kecemasan, dan penderitaan bagi korban. Penting bagi sekolah dan komunitas pendidikan untuk melakukan tindakan preventif dan intervensi yang tegas untuk mengatasi perundungan dan menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif bagi semua siswa.

Nyawa dan dosa begitu murah harganya bagi pelaku perundungan. Hal ini jelas terlihat dari korban-korban perundungan atau bully, mereka takut bersosialisasi, hal yang paling ditakuti adalah kematian tidak wajar.

Entah kebetulan ataukah tidak, yang perundungan dibarengi tindak kekerasan fisik dalam dunia pendidikan, membawa petaka bagi korbannya.

Seperti yang menimpa santri di Pesantren (Ponpes) Tahfizhul Quran (PPTQ) Al-Imam Ashim. Pengelola pondok pesantren diduga lalai dalam pengawasan hingga terjadi kasus penganiayaan dan menewaskan seorang santri berinisial AR (14) usai mendapatkan aksi kekerasan yang dilakukan seniornya. Peristiwa nahas itu terjadi di perpustakaan Pondok Pesantren (Ponpes) Tahfizhul Quran (PPTQ) Al-Imam Ashim, Jalan Inspeksi Kanal Tamangapa Utara, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sulsel, pada 15
Februari 2024 kemarin.

Menurut keterangan Humas Ponpes Tahfizhul Quran Al-Imam, Ashim Jamalullaili Junaid, aksi kekerasan yang dilakukan santri berinisial AW (15) terhadap juniornya AR (14) hanya kesalahpahaman.

Menurutnya, aksi kekerasan
tersebut bukan atas nama senioritas, hanya kesalahpahaman.

Peristiwa berawal pada Kamis, 15 Februari 2024. Pelaku (AW) spontan melakukan pemukulan usai diganggu korban (AR). Si korban mengeluhkan sakit dibagian kepala usai dihajar pelaku. Pihak ponpes segera membawa ke Poliklinik untuk mendapat pertolongan pertama, selanjutnya korban dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif. Sayangnya, nyawa AR tidak tertolong saat menjalani perawatan intensif di rumah sakit (RS) Grestelina Makassar, Selasa (20/2/2024) dini hari lalu.

Selanjutnya, tak kalah menghebohkan, bully menjarah sekolah elite di Serpong Tangerang Selatan. Pelaku perundungan diduga melibatkan anak pesohor tanah air. Kasus bully atau perundungan yang menimpa siswa SMA Binus Serpong, Tangerang Selatan, terus mendapat perhatian publik. Pasalnya, perundungan itu melibatkan “geng tai” yang dinahkodai anak-anak pesohor tanah air, salah satu anggotanya anak pesohor tanah air, sebut saja namanya Vincen Rompies.

Terlepas siapa yang biangkerok sesungguhnya di lingkungan Binus School Serpong Tangerang Selatan, bully bukanlah cara yang bijak menyelesaikan persoalan yang menyelimuti sekolah elite tersebut. Pelaku dan korban yang konon juga pelaku pelecehan terhadap siswi di Binus School Serpong Tangsel, harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Pada akhirnya, mencuatkan tanya, Kenapa “Geng tai ” yang digawangi anak-anak artis ini nggak melaporkan perlakukan bejat si korban bully, yang diduga melecehkan siswi-siswi SMA Binus ke guru dari pada sok jagoan main keroyokan?. Apabila benar “korban” bully ini melecehan perempuan di sekolahnya. Akan lebih terhormat apabila “Geng Tai” ini bergandengan tangan bersama para cewek-cewek korban pelecehan membuat laporan bareng-bareng ke guru atau ke Komnas Perempuan.

Kalau caranya preman, main hakim sendiri di Warung Gaul, yang mereka perbuat tidak jauh beda sama si pelaku pelecehan di sekolah, malah parah.

“Kekerasan tetap salah, pelecehan juga salah. Jadi dua-duanya salah. Biarlah hukum yang menuntaskannya secara adil”.

Terkait bullying yang diduga melibatkan anak Vincent Rompies. Seto Mulyadi atau Kak Seto, selaku Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), 
angkat bicara soal kasus perundungan di Binus School Serpong, Tangerang Selatan.

Seto Mulyadi mendorong penegak hukum kepada para pelaku bullying atau perundungan di SMA Bina Nusantara Serpong, agar diproses hukum dengan sistem peradilan anak.

Dalam pemberitaan yang tayang dibeberapa portal online, Kak Seto menjelaskan bahwa aksi perundungan yang terjadi di Indonesia bak gunung es yakni sudah sering terjadi namun tidak muncul ke permukaan.

Untuk itu, ia meminta agar para guru dan orang tua memberikan perhatian lebih mengenai kondisi anak.

Kak Seto juga meminta para guru dan orang tua agar melakukan pendekatan secara emosional kepada anak. Perhatikan kondisi anak agar bisa lebih mengontrol mental dan emosinya.

Lebih lanjut, Kak Seto mengatakan seringkali orang tua memberikan harapan lebih agar anak-anaknya unggul dalam bidang akademi. Oleh karena itu, ia mengimbau kepada para orang tua agar tidak hanya memerhatikan aspek akademik saja.

“Siapapun yang melakukan tindak pidana bisa dipidanakan. Namun, untuk penanganan pidana, anak harus dibina secara edukatif agar tidak terulang kembali di masa depan dan tidak lagi terjadi balas dendam. Hal tersebut agar pelaku maupun korban dapat kembali ke dunia anak-anak,” kata Kak Seto.

Oleh karena itu, Kak Seto mendesak agar di setiap sekolah membentuk bimbingan dan konseling, agar para murid dapat curhat tentang kondisinya di sekolah, sehingga emosinya dapat diredam.

(Visited 12 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.