Ada temanku yang berkata, kamu lebih cocoknya tinggal di kampung. Ah aku terkejut karena tak paham maksudnya. Tapi aku juga tak memberikan alasanku kenapa aku tidak mau ke kampung di mana aku lahir, tumbuh dan berkembang?

Itu semua karena situasi kehidupan telah merubah pola pikirku. Aku hanya berjalan mengikuti proses yang disediakan oleh Tuhan baik waktu, tempat dan orang-orang di sekelilingku. Mengapa kata temanku. Ia karena satu alasanku.

Rumah yang bentuknya telah berubah seperti istana oleh adik-adikku. Aku bukan bangga pada mereka tapi aku justru sedih karena kami hidup di bawah bayang-bayang orang lain, di kala kami memutuskan tinggal di kampung. Temanku berkata, kamu memiliki rumah adat kan! Ya tapi rumah ada, bukan rumah invidual karena rumah ada di puja bersama.

Sedangkan rumah sendiri hanya ibu dan satu keponakanku yang tinggal disana. Ia terus mengindahkan lebih nyaman buat kamu. Ah tidak teman membosankan rumah itu terasa tidak kayak dulu lagi, sepi bangat.

Lalu ia berkata lagi kok gitu shi, ujar temanku. Awal percakapan lewat video call aku alihkan ke dinding rumah. Ah aku malas bahasnya. Kenapa tanya temanku lagi. Karena aku tak mau dia mengulangi pertanyaan yang sama.

Betapa ia tak tahu bahwa rumah ayah ibu yang dulu sederhana, tempat yang membuat kami nyaman sampai masa liburan usaipun tak ingin balik lagi ke Dili. Namun kala adik-adik merubah rumah jadi istana terasa sangat asing bagiku. Situasi saling mengejek satu sama lain tak terasa lagi layaknya adik dan kakak. Saling rebutan kasih sayang ayah dan ibu tak terasa lagi. Saling tertawa dan bahagia besama tak terasa lagi.

Sosok seorang ayah yang selalu menjadi tiang sandaran bagi ibu dan kami anak-anaknya telah menghilang selamanya membuat aku benar-benar asing untuk berkunjung entah mengapa.

Sering pulang ketika liburan ayah yang menyapa lebih dulu. Mencarikan kita kelapa muda, bahkan singkong kala ayah tak lagi bekerja. Membawa udang bakar dari kebun, membuat suasana rumah mengalirkan kasih sayang dan cinta, kini tak ada di istana itu.

Bagaimana aku bisa pulang ke rumah itu lebih lama? Sehari saja aku terus berlinan air mata sampai seminggu atau sebulan apalagi setahun. Gubuk tua yang dulu adalah surga bagi kami berteduh seolah berubah jadi istana yang penuh duri dan hampa entah kenapa.

Sejak kepergian ayah tahun 2013 untuk selamanya aku merasa kehilangan selama beberapa tahun lupa dan terus berpakaian hitam hingga baru-baru ini aku ditegur oleh seseorang. Aku baru terkejut karena aku mengira ayah baru meninggal setahun yang lalu.

Kini pertanyaan itu kembali lagi membawaku ke hal yang sama. Aku tidak akan pergi ke istana berduri itu apabila tak ada adik-adik dan kakakku. Ketika aku tiba justru orang pertama yang aku cari adalah ayahku meskipun ibu ada.

Entah sampai kapan jejak kasih sayang ayahku bisa aku abaikan agar menerima kenyataan bahwa ayah benar-benar telah tiada. Suasana indah bersama ayah tak bisa hilang dari setiap ingatanku hingga berpikir membahagiakan ayah dan ibu adalah impian setiap anak.

Namun semua hal yang kami rencanakan tidak seindah impian dan rencana kami. Pada akhirnya aku harus menyerah pada nasib bahwa aku tetap merindukan ayah sepanjang hayatku hingga maut menjemputku.

Tak ada satu orang pun yang bisa mengantikan posisi ayah dalam hidupku. Raga menghilang namun jiwanya selalu ada dan menyelamatkanku kala aku terjebak pada kepalsuan dan itulah ayah buatku mati raga tapi jiwa selalu menjaga dan melindungiku di setiap waktu, juga tempat serta orang-orang naif bagiku.

Orang bilang rumah kami bagai istana. Aku tak pernah bahagia mendengar karena yang aku tahu ayah tak butuh rumah mewah namun, berharap anak-anaknya tumbuh dan berpendidikan tinggi bukan rumah mewah yang ayah targetkan.

Semua sudah terjadi dan tak mampu kita ulangi lagi hanya bekas rasa akan kasih sayang serta cinta dari setiap ciuman dan pelukan ayah yang masih tersimpan rapi di benakku.

Sepi bangat rumah itu sekarang.
Tahukah anda hanya gara-gara kebiasaanku muntah darah ketika numpang mobil ayah harus rela turun dari Lospalos menghadap atasan agar putrinya naik kapal bersama dengan para tentara dari Lospalos! Tahukan anda ketika putrinya terjatuh dari kapal saat menangis mengikuti ayah ketika kapal bersandar di Laga sang ayah berteriak lari menuju kapal dengan adiknya karena rasa takut akan kehilangan nyawa putrinya.

Tahukan anda bagaimana ia berjuang tak ingin memukul putrinya namun ketika ia benar-benar marah saat rambut putrinya di gunting oleh ibu kecilnya, itulah hari pertama yang menampar putri kecilnya dan berkata ayah tidak mau kamu rambut pendek, sudah ayah larang jauh-jauh hari karena ayah ingin aku seperti ibu, kala ia mengenal pertama kali ibuku, kata ayah ia ibu secantik bidadari.

Tahukah anda ketika dalam situasi apapun ia selalu berkata kepada putrinya aku percaya sama putriku suatu hari ia pasti mewujudkan impiannnya. Semua kini hanya tinggal kenangan indah. Kini aku berpikir hidup tanpa rumahpun aku bahagia karena aku hanya sedang melanjutkan visi dan misiku. Jika sudah usai aku akan di jemput oleh ayah jadi aku tidak butuh harus balik ke istana itu istana itu seperti bukan rumahku karena ayah adalah satu-satunya rumahku tempat sandaranku serta tempatku bisa membagi cerita indah karena ayah adalah nafas hidupku teman.

Entah kenapa aku jadi ingat ayah hari ini. Mungkin ayah sedang rindukan aku juga karena sudah lama aku tak berkunjung ke makamnya. Tapi aku yakin dia kini ada di dekatku karena ia akan selalu ada bersama denganku karena ayah adalah surgaku, ayah adalah istanaku, ayah adalah tiang sandaranku.

Aku butuh mengkillaskan kepergian ayah selamanya tapi ayah tak mengiklaskan aku jauh darinya karena aku dan ayah memiliki kontak batin.

Semoga bahagia di surga ayah hari ini, aku rindu rumah dan ayah atas berkat temanku mengalihkan perhatian dari pertanyaan mengajak aku balik ke gubuk tua kita, namun aku menolak karena itu bukan lagi gubuk kita, tapi istana tanpa ayah.

By Dev25

(Visited 41 times, 1 visits today)
Avatar photo

By Devinarti Seixas

Penulis dan Pendiri KPKers Timor Leste, dengan mottonya: "Kebijaksanaan bukan untuk mencari kehidupan melainkan untuk memberi kehidupan dan menghidupkan". Telah menyumbangkan lebih dari 100 tulisan berupa; berita, cerpen, novel, puisi dan artikel ke BN sejak 2021 hingga sekarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.