Kenapa harus literasi perpustakaan?
Ketika kita berbicara tentang perpustakaan, pemerintah maupun stakeholder lainnya tidak begitu tertarik baik dari bappeda maupun kementerian keuangan, karena persoalannya adalah terletak pada terminologi bahwa perpustakaan itu kesannya tidak seksi, perpustakaan itu adalah hanya tumpukan buku. Itu yang terbangun dalam image masyarakat dan para stakeholder. Jadi ketika kita menyuarakan bahwa perpustakaan itu amat sangat penting, hampir tidak ada yang merespon. Oleh karena itu, kita bangun bahwa kita tidak lagi berbicara tentang perpustakaan tetapi kita berbicara tentang literasi dan sepertinya hal itu mendapat respon. Oleh karena paradigma inilah yang membuat sehingga Perpustakaan Nasional mencetuskan suatu gagasan baru yaitu Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial. Program ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera melalui peningkatan peran perpustakaan sebagai pusat belajar dan berkegiatan masyarakat sesuai kebutuhannya. Dalam kerangka regulasi atau kerangka hukum sebetulnya perpustakaan itu sudah sangat kuat ada 9 undang-undang yang memang mengamanatkan perpustakaan itu amat sangat penting. Disana ada undang-undang 43 thn 2017 tentang perpustakaan dan undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional ada undang-undang nomor 5 thn 2017 tentang pemajuan kebudayaan dan seterusnya. Itu menyatakan bahwa ada nomenklatur, dalam kata lain ada hal yang menyatakan bahwa perpustakaan itu mensejahterakan dan mencerdaskan bangsa. Bahkan satu-satu negara di dunia yang punya undang-undang tentang perpustakaan adalah Indonesia. Problematika yang dihadapi sekarang adalah pemerintah daerah maupun maupun instansi terkait lainnya belum bisa melakukan ataupun berpihak terhadap upaya pengembangan perpustakaan di negara kita. Itu yang dikatakan bapak Adin Bondan kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca dalam acara Penguatan Literasi di kediri ketika membuka acara rakor literasi perpustakaan.