“Karena cintalah kita lahir, karena cinta kita mampu bertahan hidup, karena cinta pulalah  jasad kita terbujur kaku, pun ku menulis karena cintaku untuk kalian para pencinta terutama karena Cinta Nya pemilik cinta yang telah mencipta  alam dunia ini untuk makluk Nya yang sangat dicintai menjadi jembatan emas menuju alam keabadian.”

Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah memulai bukunya Taman Para Pencinta dan Tetirah Para Perindu dengan ungkapan : “Segala puji bagi Allah yang menjadikan kecintaan  meraih yang dicintai sebagai jalan menuju kepada Nya. Dia yang menetapkan ketaatan dan ketundukan kepada Nya ataas ketulusan cinta sebagai bukti patuh kepada Nya.” Al-Jahizh dalam bukunya berjudul An-Nisa’ (perempuan), melukiskan cinta sebagai perasaan yang ditunjang oleh nalar, ia jauh dari permainan. Ibn Hazm dalam bukunya  Hauq Al Hamamah (Kalung Merpati), beliau menulis “cinta pada awlanya hanyalah permainan dan pada ahirnya menjadi kesungguhan. Cinta tidak dapat dilukiskan tetapi harus dialami agar diketahui. Agama tidak menolaknya dan syariatpun tidak melarangmya. Karena hati di tangan tuhan, Dialah yang membolak baliknya.”

Sementara Ibnu Sina menilai cinta sebagai penyakit. Dalam bukunya Al-Qanun Fi At-Thibb, filsuf dan dokter ini menguraikan gejala-gejalanya antara lain : hati si pencinta selalu bergejolak, tidak stabil, sekali senang sekali susah, sekali tertawa dan di kali lain ia menangis. Cinta yang digambarkan ini adalah cinta dalam arti asmara sepasang kekasih yang mabuk cinta. Ibnu Hazm juga mengakui bahwa cinta adalah penyakit keras tapi mengandung obatnya selama sesuai dengan kaidah interaksi dengannya. Cinta adalah penyakit yang diidamkan  tapi tidak dikehendaki kesembuhannya, cinta memperindah apa yang tadinya buruk di mata pencinta dan mempermudah apa tadinya berat. M. Quaris shihab menyatakan bahwa cinta berkaitan dengan sesuatu yang hakiki tetapi sesuatu  itu nyaaris tidak dapat terjangkau oleh nalar atau tidak  bisa dijelaskan oleh logika. Cinta dapat diibaratkan sebagai oksigen. Manusia membututhkan cinat dan merasakan manfaatnya untuk kenyamanan bahkan kelanjutan hidup, tetapi cinta bukanlah sesuatu yang dapat dilihat apalagi merabanya.

Al Quran menggambarkan cinta di beberapa ayat, antara lain : Surah Ali Imran ayat 31 yang artinya : “dan diantara manusia ada ada oring yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab Nya niscaya mereka menyesal.” Di ayat lainnya Allah menggambarkan lagi tentang cinta adalah : “katakanlah (Muhammad), “jika kamu mencintai Allah, ikutlah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengammpuni dosa-dosamu.” Allah maha Pengampun , Maha Penyayang,”

Begitulah gambaran cinta dari tulisan ini.  Cinta tidak berwujud, apalagi diraba. Cinta hanya bisa dirasakan dan dinikmati. Keindahannya tak terlukiskan dan tak tergambarkan denagn apapun, pun tak kan teruaikan dengan kata-kata. Kumenulispun kali ini karena ingin berbagi kisah cinta dari para pencinta dan karena Pemilik Cinta dari semua cinta dan Pencinta yang abadi tanpa batas waktu, ruang dan tempat.  

(Visited 33 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.