Oleh: Dev Seixas 25
Andai waktu bisa diputar ulang aku ingin sekali mencurahkan rasa yang kupendam selama puluhan tahun ke telinganya. Sepertinya aku tidak pernah bermimpi tentangnya lagi setelah perpisahan 20 tahun ia kembali hadir dalam kehidupanku. Kebanggaan luar biasa waktu itu. Senyum dan tawa kembali hadir di wajahku. Harapan baru mengingatkanku pada impian masa kecilku dulu. Entah kenapa tiba-tiba saja rasa itu hilang dan lenyap total secara tiba-tiba. Wajah yang telah lama kusam akibat sakit tanpa penyakit yang kembali berseri hanya tersenyum dalam hitungan menit.
Mungkinkah karena aku terlalu berharap lebih dari kemampuanku? Hanya bangkit sebentar pada akhirnya aku ingin menghilangkan semua tentang dia. Entah kanapa tiba-tiba suaranya begitu keras sampai berteriak kepadaku? Aku tidak tahu apa salahku? Tapi aku lalu berpikir sejenak jika salahku adalah masih menyimpan rasa di balik simbol angkah itu. Pada tanggal 4 hingga 6 November 2016 adalah kenangan terindah yang pernah aku rasakan dalam hidup.
Kebahagian bertaburan air mata karena rindu terlalu dalam. Itu awal bagaimana aku sadar akan arti kehilangan orang yang aku suka dalam Hidup. Andai dia barang mungkin aku tinggal menangis ayah bakalan belikan untukku agar aku bisa menyimpanya hingga menunggu waktu itu tiba. Namun dia adalah manusia yang memiliki kehidupan seperti aku, memiliki impian seperti aku, memilki angan seperti aku dan tentu ingin juga mewujudkannya.
Aku benar merasa bahagia kala ia kembali menyapa aku seperti kehadiran seorang malaikat. Namun hanya bertahan sebentar semua akhirnya jauh lebih hancur bahkan lebih sakit kala suaranya begitu keras mengajak aku untuk menghapus nomornya. Aku bingung apa salahku padanya, akhirnya aku sadar bahwa di dunia ini tak ada yang bisa dipaksakan akhirnya aku melakukan perintah itu. Bukan nomor saja yang aku hapus tapi segalanya tentang rasa itu.
Aku tidak tahu aku butuh berapa hari merangkai jutaan kata menjadi kalimat tentang aku dan dia di masa kecil hingga perpisahan 20 tahun. Pada akhirnya pertemuan kembali usai perpisahan membuat aku malu pada diriku sendiri. Diam-diam dengan rasa sakit dan kecewa aku memulai mengerahkan jemariku dan menghapus satu demi satu kata dan kalimat yang telah aku jadikan sebuah Novel tentang arti rasa sakit, kehilangan, rindu dan bahagia kembali.
Usai menghapus semua aku menghancurkan hardisk juga lap itu lalu ku buang di tempat sampah yang terletak di kantorku mengabdi. Malu aku pada diriku sendiri, akhirnya aku balik pada diriku yang dulu sendiri dalam kehancuran lagi. Tak ingin mengenang lagi rasa pernah kehilangan bahkan kerinduan untuk selamanya.
Hidup itu seperti mimpi lalu aku menghilang umtuk selamanya. Berdoa tak ingin mengingat lagi rasa apapun karena terlalu sakit nada suara kencang meminta untuk menghapus seluruh nomornya. Akhirnya mulai hari itu aku berjanji aku tak ingin lagi mengingat siapa dia sesungguhnya buat aku. Saudara bukan teman juga bukan, mungkin benar dia pantas aku sebut musuh abadi untuk selamanya.
Akhirnya nama itu, simbol itu, senyuman itu, aku hilangkan bersama dengan warna laptop dan aku buang di tempat sampah kala itu. Waktu pulang tak ada lagi air mata seperti waktu aku kembali mendengar simbol itu dan hari itu, aku sadar bahwa dalam hidup tidak ada yang abadi, tapi aku memiliki seorang musuh yang abadi yang selalu menyakiti diriku dengan caranya. Aku tak harus benci karena aku takut kebencian itu berubah menjadi cinta, jadi aku melepaskan kisahnya dengan cinta untuk selamanya.
Bukan hanya sekedar imajinasi yang aku pendam selama bertahun-tahun tahun melainkan berharap ingin sekali berjualan bahkan bergandengan sambil berjalan berkeliling di daratan rendah, di kota di mana kami dipertemukan adalah sebuah kenangan yang aku simpan rapi selama bertahun-tanun.
Cara hadirnya sebagai seorang malaikat kecil yang dikirim oleh Tuhan untuk mengobati semua rasa waktuku bahkan amnesia yang sudah aku derita, selama bertahun-tahun pun ikut sembuh dalam hitungan detik.
Namun teriakan suara umtuk menghapus namanya bahkan nomornya benar-benar telah membuatku trauma karena aku tidak tahu apa salahku hari itu. Baru setelah semua terjadi aku sadar jika aku telah salah berharap bahkan salah mengenal orang bahkan salah memendam rasa rindu selama bertahun’-tahun. Saat aku meminta Tuhan agar mengembalikan penyakit itu, yakni amnesia yang sudah kunjung sembuh tersebut biar aku bisa meluapkan seutuhnya tetang dia tapi tak bisa.
Usai menghapus kisah yang aku rangkai selama berbulan-bulan dan siap diterbitkan agar menjadi novel motivasi bagi mereka yang pernah merasa kehilangan selama bertahun-tahun bahkan bagi mereka yang pernah merindukan tapi tak pernah bertemu untuk selamanya ternyata sia-sia dan jauh lebih sakit dari kerinduanku selama 20 tahun silam.
Hardisk aku buang bahkan laptop di mana aku simpan file itu pun aku buang di tempat sampah agar semula rangkaian ide itu bisa tumbuh subur lagi pada jiwa generasi yang lain, di atas tanah tercinta dimana aku pernah merindu itu pada akhirnya aku harus membayar rasa sakit itu dua kali lipat. Semua akhirnya lenyap dan aku mencoba untuk bangkit dari rasa sakit dan malu dari kerasnya bunyi nada suara itu.
Tak pernah lagi ingin mengingat bahwa aku pernah salah merindukan orang. Rasa sakit itu kembali mendidik aku agar tetap kuat untuk melangkah sendiri baik di dunia nyata maupun khayalan bukan untuknya tapi untuk orang lain di luar sana.
Akhirnya aku menyadari jika kita tidak bakalan bisa menjadikan hidup, adalah milik kita seluruhnya bahwa kita hanya mampu menghalaninya. Ya sejak itu aku ingin berdiri jadi diriku sendiri untuk selamanya.