Pertandingan antara Tim Nasional (Timnas) Indonesia dengan Laos di Stadion Manahan Solo, di piala Asean Football Federation (AFF), Kamis (12/12/2024) malam dengan hasil imbang 3-3 adalah salah satu pertanda Tim U-22 yang diasuh Shin Tae-Yong (STY) sedang tidak baik-baik saja.

Bermain di kandang, dengan perbandingan ranking kedua tim di FIFA saat ini, di mana Indonesia di peringkat ke-124 dan Laos peringkat 186, tentu saja publik tanah air mengharapkan Garuda Muda menang. Apalagi, di pertandingan pertama pada ajang yang sama beberapa hari sebelumnya, Timnas memetik poin penuh di Myanmar dan sebaliknya, Laos kalah telak dari Vietman.

Dan jika ada yang menyebut Indonesia pada pertandingan ini ‘seri rasa kalah’, itu masuk akal. Bukan berarti tidak mendukung, tapi harus realistis dengan materi pemain yang ada.
Ditambah lagi, kata STY kalau pasukannya harus melakoni jadwal yang padat. Untuk alasan ini, sebenarnya tidak terlalu bisa diterima. Bukankah semua tim yang berlaga di AFF tahun ini mengalami hal yang sama.

Memang dari klasemen sementara, Timnas naik ke puncak, dengan poin 4. Tapi itu semu, karena didapat dari 2 pertandingan dengan 1 menang dan 1 seri. Sementara Vietnam di posisi dengan 3 poin, baru main satu kali. Mereka akan bertemu di Vietnam hari Minggu (15/12/2024). Jika Indonesia menang, maka poin akan selisih 4. Tapi kalau kalah, maka Vietnam akan mendapatkan poin 6 dan menduduki peringkat 1 klasemen sementara.

Pencinta sepakbola tanah air sudah terlanjur berharap banyak terhadap STY dan Timnas. Ini karena melihat penampilan yang luar biasa di kualifikasi Piala Dunia. Termasuk yang terakhir, mengalahkan Saudi Arabia dengan 2 gol tanpa balas.

Namun banyak yang tidak tahu, dan tidak mau tahu, bahwa Timnas yang bermain di Piala AFF dengan tim yang bermain di kualifikasi Piala Dunia, adalah dua tim yang jauh berbeda. Tim AFF mayoritas diambil dari pemain asli Indonesia. Hanya 1 yang naturalisasi yaitu Rafael Struick. Dan rata-rata usia mereka adalah 20.9 tahun, sekaligus menjadi tim dengan pemain rata-rata termuda di AFF 2024.

Bandingkan dengan tim senior yang bermain di kualifikasi Piala Dunia, dihuni 15 pemain naturalisasi, yang hampir semua dari keturunan Indonesia dan Belanda. Maka disebut di tulisan ini, Timnas Hindia Belanda.

Lalu, apa yang bisa diharap dari Timnas, ketika suporter tanah air sudah terlanjur berharap banyak? Kalau melihat pertandingan Indoensia versus Laos, maka yang harus dibenahi oleh STY adalah pemain.

Patut dihargai upaya PSSI untuk memberikan kesempatan kepada pemain muda menunjukkan diri. Hanya saja, AFF yang dulu bernama Piala Tiger ini juga bukan ajang coba-coba. Meski tidak masuk dalam kalender resmi FIFA, piala AFF juga sebagai pembuktian sejauh mana kemampuan Indonesia di level Asia. Lagipula sejak digulirkan pada tahun 1996, Indonesia 6 kali runner up dan belum pernah juara sekalipun.

Jika memang pemain yang ada belum siap untuk mengangkat Indonesia, maka mau tidak mau, STY harus memberikan kesempatan kepada pemain naturalisasi. Tidak semua tentunya. Paling tidak yang membawa pasukan Garuda lolos semi final Piala Asia tahun 2024. Namun hingga 2 pertandingan awal, diberitakan bahwa selain Struick, yang bisa menyusul gabung adalah pemain FC Utrecht Ivar Jenner dan pemain belakang Justin Hubner yang main di Liga Inggris, Wolverhampton. Itupun kalau mereka diizinkan timnya masing-masing.

Selain materi, mental pemain juga juga terlihat jelas pada pertandingan melawan Laos. Mereka ketinggalan dua kali lalu bisa menyamakan kedudukan, adalah sesuatu yang sangat bagus. Namun saat posisi 3-2, pemain seolah-olah menganggap sudah aman sehingga terlihat bertahan. Proses gol ketiga Laos, terlepas dari kontoversi sudah keluar garis lapangan, adalah bukti betapa pemain Indonesia, terutama pemain belakang, tidak siap dengan serangan balik yang masif.

Lalu Marcelino Ferdinand, yang cemerlang di pertandingan kualifikasi piala dunia dengan memborong 2 gol, malah mengalami flop dengan kartu merah melawan Laos. Bukan hanya pemain Oxford United ini yang rugi dengan kartu merah itu, Indonesia juga harus mencari pengganti yang selevel di pertandingan melawan Vietnam. Dan lagi-lagi jawabannya, adalah pemain naturalisasi, Timnas Hindia Belanda.

Jika masih ada hasrat untuk juara Piala AFF tahun ini, maka bagaimanapun juga, STY harus bisa berbenah. Tidak boleh malu-malu memanggil pemain naturalisasi. Semoga bukan hanya 3 orang yang dipanggil. Selain membidik hasil positif di Vietnam, STY harus sering-sering memadukan pemain naturalisasi dengan lokal.

Karena, bermain dan berlatih bersama Jay Idzes dan kawan-kawan yang begitu perkasa menghajar Saudi Arabia harus membawa pengaruh positif kepada Robi Darwis dan kawan-kawan, yang maaf, terlihat putus asa melawan Laos.

Mengambil analogi di perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing, ada istilah transfer skill and knowledge, maka di sepakbola Indonesia juga harus ada transfer skill and experience dari Timnas Hindia Belanda ke Timnas Indonesia.

Baiklah, ini baru 2 pertandingan di babak grup. Indonesia masih bisa berbuat banyak. Di atas kertas, Timnas lebih baik dari Myanmar, Philippines dan Laos di grup yang sama. Sambil berharap STY dan PSSI melakukan sesuatu, mari kita menyenangkan diri, nonton bareng Vietnam vs Indonesia sambil nyantap ubi goreng.

Jangan lupa mengintip grup sebelah. Ada Thailand yang sudah 7 kali juara AFF, Singapura yang 4 kali juara, dan tentu saja Malaysia yang juga sudah pernah juara walau baru sekali.

Kawan, bermain melawan Vietnam yang sudah 2 kali juara AFF bukan perkara mudah. Mereka main di kandang, berada di peringkat 117, dan akan memainkan Rafaelson, pemain naturalisasi yang sangat spesial, pasti targetkan kemenangan.

*Coretan suporter PSM Makassar yang susah tidur usai nonton Indonesia vs Laos

Paser-Kaltim, 12 Desember 2024

(Visited 34 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.