Oleh: Muhammad Sadar*

Mappalili adalah tradisi adat lokal masyarakat Bugis-Makassar yang mendiami Provinsi Sulawesi Selatan khususnya etnis Bugis yang berada di Kabupaten Barru. Kelaziman mappalili sangat populer dikalangan petani terutama bagi petani yang mengusahakan komoditas padi pada setiap musim tanam tiba. Mappalili atau turun ke sawah untuk pertama kalinya yang dilakukan menjelang pekerjaan berbudidaya padi ketika curah hujan telah menggenangi sawah-sawah petani.

Mappalili secara filosofis mengandung makna mengelilingi, memagari atau melindungi sistem pertanaman padi yang akan dijalani pada masa tanam saat ini dan musim tanam yang akan datang. Makna mappalili tersebut bertujuan agar usaha tani padi tumbuh subur dan selamat dari gangguan hama penyakit tanaman maupun dijauhkan dari bala dan bencana hingga memperoleh hasil panen yang melimpah. Prosesi mappalili biasanya didaulat para pimpinan daerah atau wilayah, para pejabat sipil/militer, tokoh adat atau tokoh masyarakat, serta petugas pertanian lokal untuk mengelilingi sawah tempat mappalili kemudian dilanjutkan secara simbolis dengan aksi olah tanah manual atau mekanis.

Sebelum seremonial mappalili dilakukan, jauh hari sebelumnya telah diselenggarakan musyawarah atau tudang sipulung bersama petani. Muatan kearifan lokal tudang sipulung mendiskusikan dan menyepakati waktu turun sawah, jadwal hambur benih dan waktu tanam padi, penggunaan jumlah dan jenis pupuk maupun benih hingga biaya olah tanah/tenaga kerja tanam, kesiapan alsintan dan pelayanan air irigasi, kewaspadaan terhadap hama penyakit tanaman, serta pelayanan panen dan pasca panen.

Selain hal teknis tersebut diatas, ditetapkan pula suatu keputusan yang sangat krusial pada tataran sosial masyarakat tani yaitu jika sekiranya terjadi sengketa terhadap lahan yang akan digarap petani, hendaknya dilakukan moratorium perkara selama musim tanam padi berlangsung. Komitmen keputusan musyawarah tudang sipulung menjadi konsensus petani untuk ditaati dan dijalankan dalam menjaga kemaslahatan dan keberlangsungan musim tanam padi yang aman dan lancar.

Tudang sipulung atau duduk berkumpul dalam suatu rapat/pertemuan permusyawarahtan hajat hidup petani, secara berjenjang yang dimulai dari tingkat kelompok tani di desa, kecamatan hingga kabupaten. Musyawarah mappalili yang diformalkan dan difasilitasi oleh pemerintah daerah saat ini dilakukan untuk menyampaikan informasi terkait kebijakan pembangunan pertanian secara umum. Forum musyawarah mappalili pada tingkat kabupaten sebagai media komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat tani terkait capaian maupun sasaran program dan kegiatan pembangunan pertanian baik daerah maupun nasional.

Selain substansi kebijakan, event musyawarah mappalili di tingkat kabupaten juga dijelaskan berbagai informasi dan teknologi pertanian lainnya utamanya terkait dengan klimatologi pertanian, mitigasi risiko bencana hidrometeorologi yang berpotensi menggagalkan sistem pertanaman, serta informasi penerapan, karakteristik maupun sifat unggul varietas baru padi.

Tak terlepas pula informasi tentang ketersediaan sarana produksi pupuk dan infrastruktur air turut dibicarakan serta potensi ancaman organisme pengganggu tumbuhan juga menjadi tema pembahasan. Semua materi tersebut akan menjadi bahan strategi antisipasi dan adaptasi dalam menghadapi musim tanam padi.

Pada musyawarah mappalili tingkat Kabupaten Barru musim tanam rendengan tahun 2024/2025 dan musim tanam gadu tahun 2025 yang akan datang, dihadiri oleh para perwakilan petani, mitra penyedia sarana produksi pupuk dan benih, para pejabat dan petugas pertanian lokal, provinsi dan pusat.
Sedangkan narasumber berasal dari BMKG Provinsi Sulawesi Selatan dan akademisi Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Ir. Yunus Musa, M.Sc.

Paparan narasumber antara lain terkait kondisi perubahan iklim dengan ancaman potensi curah hujan tinggi pada musim tanam padi rendengan, akan berdampak terhadap sistem pertanaman utamanya tanaman padi. Oleh karena itu sangat penting dilakukan penyesuaian baik waktu tanam maupun penggunaan bahan tanam agar keberlanjutan budidaya padi tergolong aman. Pada lokasi sawah yang rentan banjir dan rendaman relatif lebih lama, dianjurkan petani menggunakan varietas Inpari 29 dan Inpari 30 yang tahan genangan hingga 15 hari pada fase vegetatif.

Kondisi sebaliknya yang terjadi pada musim tanam padi gadu, fase kemarau berkepanjangan dan praktis kekurangan pasokan air, maka selayaknya petani menggunakan varietas padi berumur genjah dan tahan cekaman kering seperti Inpari 1, Inpari 13, Cakrabuana, Inpari Sidenuk, atau Padjajaran. Baik La Nina pada musim hujan atau El Nino pada musim kemarau tetap merupakan fenomena dari dampak perubahan iklim dunia. Fenomena ini akan membawa kepada situasi budidaya tanaman yang tidak produktif karena pelbagai faktor lingkungan yang terjadi dan memberi efek reaktif pada pertumbuhan tanaman seperti gangguan penyebaran organisme perusak tanaman dan tidak optimalnya penyerapan nutrisi bagi tanaman hingga tanaman puso tak berproduksi.

Beberapa tahun terakhir, Lembaga Penelitian Padi Internasional-IRRI di Los Banos Filipina merakit dan mengembangkan varietas padi yang telah dirilis oleh negara-negara produsen beras dunia utamanya di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara. Varietas baru padi tersebut didesain agar mampu menahan gempuran cuaca ekstrim global dan arus perubahan iklim dunia terutama anomali kebanjiran dan kekeringan maupun resisten terhadap OPT. Selain deskripsi keunggulan varietas tersebut, tentunya kekuatan genetiknya harus tetap dijamin konsisten berproduktivitas tinggi.

IRRI melaporkan jenis-jenis varietas padi yang tahan kekeringan antara lain Sahbhagi di India, Sahod Ulan di Filipina, dan Sookha Dhan di Nepal. Kemudian varietas padi yang ramah terhadap banjir dan genangan yang lama antara 10-15 hari seperti IR64-Sub 1 di Filipina, Swarna-Sub 1 di India, Samba Mahsuri-Sub 1 di Bangladesh, dan Ciherang-Sub 1 di Indonesia. Pengembangan dan introduksi varietas-varietas padi tersebut selalu diawali dengan desiminasi teknologi budidaya padi berbasis upaya resiliensi terhadap perubahan iklim.

Prof. Yunus Musa (2024) menyatakan bahwa pelandaian produksi dan produktivitas padi baik nasional hingga daerah akan terus terjadi jika petani masih terus bertahan menggunakan benih padi inbrida apapun perlakuannya. Benih sumber asal inbrida sudah mencapai batas optimal produktivitasnya sehingga perlu dilakukan upaya pergantian benih sumber berkelas hibrida. Penggunaan benih padi hibrida sebagai terobosan untuk meningkatkan produksi padi secara nasional.

Lebih lanjut Prof. Yunus menjelaskan bahwa penggunaan atau pengadaan benih/varietas padi yang tidak direkomendasikan pemerintah seperti belanja benih padi berbasis on-line (benih padi galur dan belum dilepas pemerintah dengan berbagai merk lokal dan penamaan), yang dilakukan petani akhir-akhir ini, ditegaskan bahwa agar petani tidak lagi melakukan hal demikian. Dengan mengingat berbagai kelemahan sistem pengadaan benih tersebut antara lain, ditemukan benih-benih palsu karena tidak bersertifikat dan tidak memberi jaminan mutu, mengandung komposisi campuran varietas lain, dan yang lebih penting adalah benih tidak dijamin sehat yang berpotensi menjadi sumber cemaran OPT di daerah pengembangan.

Sikap petani saat ini dalam memilih bahan tanam seperti fanatisme terhadap varietas tertentu adalah merupakan tantangan pengembangan inovasi varietas unggul baru di tingkat lapang. Di era kemajuan teknologi komunikasi saat ini menghendaki keterbukaan informasi sehingga penyebaran produk sarana benih tanpa deskripsi dan jaminan mutu menjadi suatu keniscayaan petani sebagai sebuah pilihan.

Oleh karena itu peran Badan Karantina Nasional sebagai lembaga yang berwenang dan bertindak selaku penyaring lalu lintas produk sarana pertanian antar wilayah benar-benar harus selektif dalam memantau arus keluar- masuk barang untuk meminimalisir produk-produk ilegal pertanian yang bisa menimbulkan risiko-risiko kerugian dalam berusaha tani padi. Media musyawarah mappalili pada tahun 2024 akan memberikan gambaran terkait konsekuensi logis yang akan dihadapi sekiranya penggunaan sarana produksi benih atau sarana pertanian lainnya tidak berdasarkan anjuran teknis oleh para pakar pertanian.

Esensi musyawarah mappalili adalah bagian dari manajemen perlindungan tanaman budidaya padi. Dengan segala upaya yang diterapkan agar optimalisasi pertanaman sanggup mencapai target-target produksi yang ditetapkan. Pencapaian sasaran produksi setelah melampaui fase kritis pertumbuhan dan metabolisme tanaman bukanlah tujuan akhir, namun ketahanan dari berbagai varietas padi dan pelaku usaha tani dalam menghadapi dampak perubahan iklim sekiranya disikapi dengan menjalankan petunjuk maupun kebijakan pemerintah dan para ahli yang diutarakan dalam forum musyawarah mappalili.

Musyawarah mappalili telah mengantarkan pesan kearifan lokal masyarakat Bugis yang terus menjaga budaya pengelolaan sistem pertanaman komoditas padi ini. Padi merupakan satu-satunya komoditas pertanian yang setiap tahun pola pertanamannya diselenggarakan melalui permusyawarahtan semua pemangku kepentingan baik di tingkat lokal hingga level nasional.

Nilai dasar dalam budaya musyawarah mappalili tersebut antara lain sikap kerjasama dan persatuan, rasa empati, solidaritas, kebersamaan dalam bergotong royong serta falsafah hidup para leluhur lainnya yang akan mencerminkan penganutnya menjadi masyarakat penyelamat pangan untuk mencapai kesejahteraan yang berkeadilan dan beradab.

Tema besar musyawarah mappalili musim tanam 2024/2025 dan musim tanam 2025 adalah wujudkan peningkatan produksi pangan berkelanjutan dan produktivitas pertanian menuju swasembada pangan melalui pola tanam produktif, inovatif dan kolaboratif. Sedangkan subtema yaitu ketangguhan dan ketahanan budidaya padi dalam menghadapi perubahan iklim.

Barru, 11 Desember 2024

*Warga Bengkel Narasi Indonesia, Jakarta.

(Visited 141 times, 2 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.