Oleh: Ruslan Ismail Mage*

Politik Kebhinekaan adalah konsep baru dalam dunia akademik Indonesia. Selama ini, seruan untuk menjaga dan merawat nilai-nilai Pancasila sering kali hanya berhenti pada wacana, tanpa diiringi gerakan nyata yang berdampak. Tak heran jika banyak pihak, termasuk para pembelajar dan akademisi, masih kebingungan memahami bagaimana implementasi konkret dalam menjaga Pancasila.

Meski terbilang baru, konsep Politik Kebhinekaan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Di sinilah tugas seorang akademisi diuji: tidak hanya memahami dinamika yang ada, tetapi juga memiliki keberanian untuk memperkenalkan gagasan baru ke ruang publik. Inovasi semacam ini penting untuk memberikan perspektif segar dalam menghadapi tantangan keberagaman Indonesia.

Politik Kebhinekaan berakar dari inspirasi Politik Multikultural yang telah lama diterapkan di Eropa Barat. Namun, konsep ini tidak sekadar meniru, melainkan disesuaikan dengan realitas sosial, budaya, dan politik Indonesia yang unik.

Konsep Politik Kebhinekaan menekankan bahwa kebhinekaan bukan hanya sebuah fakta sosiologis, tetapi juga aset yang harus dijaga melalui pendekatan politik yang inklusif. Dengan kata lain, merawat kebhinekaan memerlukan strategi dan kebijakan yang konkret, bukan sekadar slogan.

Pengertian Kebhinekaan

Mpu Tantular menggunakan semboyan ini untuk menggambarkan harmoni dan kesatuan di tengah keberagaman. Pada masa itu, semboyan ini berfungsi sebagai landasan untuk mempersatukan masyarakat Majapahit yang terdiri dari berbagai latar belakang agama, budaya, dan tradisi. Kini, semboyan ini menjadi landasan ideologis bangsa Indonesia, tertulis jelas pada lambang negara, Garuda Pancasila.

Sebagai konsep, kebhinekaan tidak hanya berbicara tentang fakta bahwa Indonesia kaya akan keragaman, tetapi juga tentang kesadaran kolektif untuk menghargai dan merangkul perbedaan tersebut. Ia mengajarkan bahwa keberagaman adalah sumber kekuatan, bukan kelemahan. Dalam masyarakat yang saling menghargai perbedaan, setiap individu merasa dihormati, didengar, dan memiliki ruang untuk berkembang tanpa merasa dihakimi berdasarkan identitasnya.

Namun, kebhinekaan bukanlah sesuatu yang dapat dipertahankan begitu saja. Ia membutuhkan upaya sadar untuk dijaga dan dipelihara. Dalam konteks sejarah, kebhinekaan Indonesia telah diuji oleh berbagai tantangan, mulai dari konflik sosial hingga polarisasi politik. Namun, semangat kebhinekaan selalu menjadi perekat yang mencegah bangsa ini terpecah-belah.

Pendidikan memainkan peran kunci dalam menjaga kebhinekaan. Generasi muda harus diajarkan bahwa perbedaan bukanlah alasan untuk konflik, melainkan peluang untuk belajar dan tumbuh. Institusi pendidikan harus menjadi ruang di mana keragaman dirayakan, bukan ditakuti.

Namun, kebhinekaan juga membutuhkan perlindungan. Setiap upaya yang mengancam nilai kebhinekaan, seperti diskriminasi, intoleransi, atau ujaran kebencian, harus ditangani dengan tegas. Negara, sebagai penjaga utama semboyan Bhinneka Tunggal Ika, harus memastikan bahwa setiap warga negara merasa aman dan dilindungi, tanpa memandang latar belakang mereka.

Politik Kebhinekaan

Selain itu, realitas politik di tingkat masyarakat menunjukkan tanda-tanda polarisasi yang semakin tajam, terutama pasca-Pemilu. Polarisasi ini tidak hanya terjadi di tingkat elit, tetapi juga meresap hingga ke akar rumput. Narasi-narasi separatisme seperti Maluku Merdeka, Papua Merdeka, dan Aceh Merdeka yang dahulu hanya menjadi bisikan, kini mulai didengungkan secara terang-terangan. Kondisi ini menunjukkan bahwa ancaman disintegrasi bangsa bukanlah sekadar isu, melainkan kenyataan yang berada di ambang pintu.

Sebagai sebuah gerakan, Politik Kebhinekaan bukan sekadar teori atau konsep abstrak. Ia harus diwujudkan melalui aksi nyata, terutama dalam bentuk kebijakan negara yang benar-benar pro rakyat. Pemerintah harus mampu merancang kebijakan yang tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga mendistribusikan manfaat secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia. Di sisi lain, masyarakat juga harus memiliki kesadaran kolektif untuk menyingkirkan ego sektoral yang sering kali menjadi penghalang utama dalam merawat kebhinekaan.

Oleh karena itu, menjaga kebhinekaan bukan hanya tugas pemerintah atau segelintir kelompok, melainkan tanggung jawab bersama. Setiap warga negara memiliki peran penting dalam memastikan bahwa perbedaan bukanlah sumber konflik, melainkan kekayaan yang memperkuat bangsa.

Kita semua adalah awak kapal besar bernama Indonesia. Jika kita mampu merawat kebhinekaan ini, maka kapal ini tidak hanya akan selamat, tetapi juga akan berlayar menuju masa depan yang gemilang. []

*Akademisi, penulis buku-buku politik demokrasi dan kepemimpinan.

(Visited 10 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.