Mengapa harus menyamakan kehidupan kita dengan orang lain jika kita sadar bahwa Tuhan memberikan kita masing-masing kehidupan menurut filosofiNya.
Terkadang kita pikir apa aku harus kayak dia? Apa kita harus seperti dia tapi kita tidak paham akan diri kita? Mengapa itu terjadi? Pertanyaan yang sulit kita jawab.
Sulit ya, kita hanya ingin menargetkan sesuatu bukan atas apa yang diri kita inginkan melainkan kita lebih suka berlagak seperti orang lain mau.
Itu bertanda kita telah menyewakan kehidupan pribadi kita pada orang lain dari pada memilih jadi diri kita sendiri, jadi apapun konsikuensia dari kehidupan yang kita jalani terkadang benar-benar membawa kita pergi jauh dari diri kita yang sesungguhnya, karena waktu juga energi yang kita korbankan tidak akan balik lagi pada kita.
Saat banyak harapan memudar, saat banyak impian tertunda, saat imajinasi masa kecil kita tertunda, semua akan membuat kita jenuh entah mengapa.
Namun dari semua yang telah kita korbankan tanpa kita berpikir kita telah rugi sepanjang waktu, justru berubah drastis ya, di saat itu kita akan sadar bahwa mengapa selama ini aku tidak memberi kesempatan pada diriku biar benar-benar jadi diri sendiri!
Sejak hari itulah jiwa kita akan terus haus untuk berjuang balik ke asal muasal kita bahwa ternyata aku telah menjauh dari diriku, dari kemampuanku bahkan dari segalanya dan di saat inilah aku harus menyelesaikan waktu untuk balik jadi diriku sendiri. Orang-orang yang terus mengadili diri kita, orang-orang yang terus mendominasi hidup kita bukan orang-orang yang tulus mencintai kita, melainkan mereka yang tidak bisa hidup tanpa kita.
Apakah kita harus terus memberi kesempatan kepada mereka agar hidup kita dikuasai oleh mereka atau di beberapa sisa waktu, kita juga butuh berjuang untuk balik ke diri kita? Itu adalah sebuah pertanyaan yang tidak mudah kita jawab sesuai dengan target waktu. Namun ada baiknya sebelum semua terlambat lebih baik kita bisa balik kepada diri kita sendiri, ke kemampuan kita, ke komitmen kita untuk balik kepada diri kita bahwa, inilah aku dan hidup aku adalah milik aku seutuhnya.
Kita harusnya sadar bahwa segala anugerah Tuhan bagi setiap insan itu sudah disediakan jauh sebelum kita lahir. Jadi ada baiknya kita harus memprioritaskan diri kita sebelum orang lain hanya demi “PUJIAN.”
Saat yang tepat kita juga harus melakukan refreshing dan beralih pada refleksi diri, agar jangan lebih memilih jadi orang lain melainkan kita tetap jadi diri kita seutuhnya.
Ada beberapa hal yang sering membuat orang ingin menjadi yang terbaik melebihi diri kita, meskipun kemampuan mereka tidak seperti kita. Semua itu terjadi karena karakter tiap manusia, pola pikir tiap manusia itu berbeda.
Dari perbedaa itulah kita harus sadar bahwa mengapa kita terus memberikan kesempatan dengan orang-orang di sekitar kita, yang dari aspek frekuensi tidak pernah sama? Itu sebuah pertanyaan nyata yang seharusnya akan membawa diri kita pulang ke pangkuan kita, ke nafas kita, bukan makin menjauh karena sudah membiasakan diri kita dikuasai oleh orang lain, dengan karakteristik dan pola pikir primitif mereka
Ada orang-orang di sekitar kamu yang tidak memiliki kemampuan seperti diri kita, tapi mereka ingin mendominasi kehidupan kamu dengan karakteristik mereka yang egois beranggapan jika kita tidak tahu siapa mereka, dan apa karakteristik mereka juga, pola pikir mereka untuk menjatuhkan mereka, kita dengan cara mereka.
Sesungguhnya kita paham dari banyak aspek yang sudah terjadi dan ditelang waktu. Namun kita sudah menjadi diri kita jadi pura-pura bego biar membiarkan mereka menang atas diri kita, karena kita adalah pemenan terhormat bukan embel-embel.
Seperti contoh, ada seseorang yang mendedikasikan kemampuan bagi orang lain tanpa mengharapkan imbalan atau upah, karena ia sadar ia sudah jadi dirinya sendiri. jadi apapun yang orang lakukan ke dia bukan kerikil atau badai, hanya virus semata, namun tidak semua virus itu akan jadi penyakit benaran, karena orang itu memiliki ciri khas tersendiri dan sudah jadi dirinya sendiri.
Namun ada saja orang yang bertindak meskipun masih sakit melihat tindakan orang yang tak berubah merupakan sebuah energi yang tak bermanfaat, karena ia tak ingin ada yang melebihinya di segala aspek, tapi ia sendiri tidak mengukur perbedaan antara mereka. Pada akhirnya yang tetap jadi pemenang adalah orang yang tidak memiliki upah karena ia akan diberi predikat atau penghargaan dari pada uang.
Seharusnya kita sadar bahwa orang-orang seperti itu akan tetap merasa super di segala tempat tapi dia bukan pemenang sesungguhnya. Karena hati yang kotor tidak akan bersih oleh deterjen, melainkan harus bertobat, karena orang seperti kita merasa paling benar, karena di otaknya membenarkan dirinya itu yang jadi misi utama dan bukan target.
Sedangkan orang-orang yang sudah mampu jadi diri mereka sendiri itu bukan orang yang hatinya penuh kebencian, karena mereka tidak lagi melihat orang lain di sekitar mereka secara material, tapi mereka justru lebih melihat dari kejiwaan yang akan mereka dapati, apabila sefrekuensi. Jadi jadilah diri kita biar kita merasakan bahwa sesungguhnya hidup kita adalah milik kita yang selalu ada faedahnya bagi orang lain di sekitar kita.
Maka pandailah melakukan refleksi batin sejenak apabila ingin jadi diri kita sendiri, agar layak dan mampu menghayati arti kehidupan ini, bahwa kita merasa pernah hidup jadi diri kita sendiri, tanpa harus merubah hidup kita seperti orang lain agar mereka melihat dan memujinya.
By Bu Dev’25